• Kamis, 25 April 2024

Kondisi Jalan di Waynipah Tanggamus Sangat Memprihatinkan

Selasa, 02 Maret 2021 - 13.16 WIB
154

Kondisi jalan menuju di Pekon Waynipah, Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus sangat memprihatinkan. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co

Tanggamus, Kupastuntas.co - Kondisi jalan menuju Pedukuhan Purwosari, Sidodadi, dan Pedamaran di Pekon Waynipah, Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus sangat memprihatinkan dan nyaris tidak bisa dilintasi kendaraan. 

Jalan yang masih berupa tanah merah itu akan berubah menjadi "bubur" dan kubangan kerbau saat diguyur hujan. Dan menjadi medan debu saat musim kemarau dan itu sudah dinikmati selama puluhan tahun oleh ratusan keluarga Pedukuhan Purwosari, Sidodadi, dan Pedamaran, yang semuanya menggantungkan hidup sebagai petani kebun.

Kondisi jalan tanah yang berada diperbukitan ini jauh dari kata layak dibandingkan akses jalan di wilayah Kecamatan Pematangsawa yang berada di bawah bukit dan pesisir yakni Waynipa induk, Guring, Betung, Kampung Baru, Tanjungan, yang jalannya halus dan hotmix.

Sedangkan akses jalan menuju empat pedukuhan tersebut, Purwosari, Sidodadi, dan Pedamaran medannya mirip jalur off road, dan memacu ardenalin bagi siapa saja yang melewatinya, terlebih saat musim penghujan.

Jalan menuju empat pedukuhan yang juga menghubungkan delapan pekon terpencil di Pematangsawa, yakni Teluk Berak, Karang Berak, Way Ashan, Tirom, Kaurgading, Martanda, Tampang Muda dan Tampang Tua ini nyaris tidak mendapat perhatian serius dari Pemkab Tanggamus dan Pemprov Lampung.

Jalan disana hanya beralas  bebatuan dan tanah, dimana sebagian titik bebatuan (onderlaagh) sudah habis dan hancur tak tersisa, dan beberapa titik masih terlihat bekas rabat beton yang juga sudah hancur.

Saat musim penghujan, akses jalan tanah yang sebagian besar bersisian dengan kawasan hutan lindung TNBBS ini nyaris tidak bisa dilewati sepeda motor apalagi mobil, bahkan para pejalan kaki sesekali harus merangkak saat melewati tanjakan. Dan warga disana hanya bisa pasrah, sesekali menjerit dalam hati.

"Setahu saya, dari saya kecil sampai setua ini, bahkan dari zaman kakeknya kakek saya sampai sekarang, keadaan jalannya ya masih seperti ini saja (jalan tanah). Memang sekarang sudah ada bentuk jalan lah," kata Tri (60), warga setempat, Selasa (2/3/2021).

Ia menuturkan, ketika musim penghujan maka hidup mereka terisolir. Karena saat itu jalan dipenuhi air dan mirip bubur dan seperti kubangan kerbau, sulit dilewati baik oleh motor trail, bahkan pejalan kaki sekalipun, jangan ditanya mobil, sebab bagi warga disana keberadaan mobil adalah sesuatu yang langka dan aneh.

Saat kondisi seperti ini, mereka tidak bisa keluar dari dusun (pedukuhan). Bahkan jika ada warga yang sakit, terpaksa harus di tandu.

"Yang menyedihkan jika ada warga yang sakit harus dipikul sampai ke pekon induk Waynipa, kadang sambil jatoh, dan banyak yang tidak tertolong (meninggal dunia)," ujar Tri, diamini warga lainnya.

Dayat, warga lainnya menuturkan, saat ini warga hanya bisa pasrah sembari menunggu pemerintah membangun jalan tersebut.

"Karena selama ini kami dicekoki Ansor alias angin sorga setiap mau Pilkada dan Pileg. Kami ini warga miskin, bisa makan saja sudah syukur," katanya.

Rupanya imipian Tri, Dayat dan ratusan warga termarjinal di punggung bukit TNBBS dan pesisir pantai Teluk Semaka untuk bisa menikmati jalan yang bagus dan bisa dilewati "manusia" sepertinya belum juga bisa terwujud. 

Bisa jadi suara mereka selama puluhan tahun ini belum tersampaikan dan didengar oleh pemerintah dan wakil mereka di gedung parlemen, sehingga jeritan mereka belum terjawab. (*)


Editor :