Fluktuasi Harga Singkong di Provinsi Lampung, Gubernur Arinal: Bisa Saja Ada Permainan Harga

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, saat dimintai keterangan. Foto: Ria/Kupastuntas.co
Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi menyebut harga singkong saat ini berfluktuasi bisa karena akibat kondisi ekonomi internasional, dan bisa juga karena ada permainan harga.
Arinal berjanji akan memanggil perusahaan untuk membahas harga singkong yang kini dikeluhkan petani di seluruh daerah. Namun, Arinal menyatakan tidak bisa menyalahkan pabrik ataupun perusahaan yang menurunkan harga beli singkong.
"Saya lebih mengedepankan untuk tidak menyoal kepada pabrikan atau pengusaha. Tetapi saya harus menyelesaikan infrastruktur yang lebih bagus," kata Arinal, Senin (1/3).
Menurut Arinal, berfluktuasinya harga singkong akibat mahalnya biaya transportasi yang mengakibatkan transaksi yang tidak tepat waktu. "Karena jika infrastrukturnya bagus, maka bisa melakukan transaksi tepat waktu, lalu pengangkutan yang lebih benar," ujar Arinal.
Arinal melanjutkan, jika infrastruktur sudah bagus, dirinya secara pribadi akan meminta perusahaan untuk membangun industri di daerah penghasil komoditas ubi kayu.
"Misal saya akan bangun di Lampung Utara, Way Kanan, Tulang Bawang dan Tulangbawang Barat 126 km itu hamparan singkong. Jika jalan bagus saya akan paksa pengusaha untuk membangun industri di situ, sehingga tidak lagi dia mengangkut terlalu jauh. Karena biaya transportasi itu yang membuat petani tidak bisa mendapatkan hasil," papar Arinal.
Ia berharap, jika sudah ada industri yang berdiri di daerah penghasil singkong, maka tidak akan ada alasan perusahaan menurunkan harga. "Saya yakin jumlah singkong yang ada dari budidaya terlampau banyak dari jumlah kuota perusahaan. Nanti saya akan bicarakan dengan perusahaan," ujar Arinal.
Sementara itu, DPRD Provinsi Lampung berencana membentuk panitia khusus (Pansus) guna memperjuangkan harga singkong yang layak di tingkat petani. Karena saat ini petani di semua daerah menjerit akibat rendahnya harga singkong.
Anggota DPRD Provinsi Lampung, I Made Suarjaya mengatakan harga singkong yang ditetapkan oleh perusahaan tepung tapioka saat ini sangat tidak manusiawi. Karena hanya berkisar Rp700-Rp800 per kilogram. Made mengaku, juga menemukan adanya potongan sebesar 30 persen yang ditetapkan oleh perusahaan penampung singkong.
“Jelas ada tata niaga yang tidak beres pada komoditas singkong ini. Tata niaga singkong seperti ini yang membuat harga bisa seenaknya turun dan tidak manusiawi. Potongan 30 persen yang ditetapkan perusahaan standarnya itu apa?” kata I Made Suarjaya.
Ia minta ada keterlibatan pemerintah dalam penentuan standar baku mutu singkong, sehingga ada kepastian harga untuk para petani dan jaminan keuntungan bagi warga yang menanam singkong.
“Tidak seperti saat ini, ada praktek oligopoli dari beberapa perusahaan yang menguasai singkong. Sehingga singkong bisa dikendalikan oleh mereka lalu semaunya menentukan harga,” tegas dia.
Ditanya nama-nama perusahaan yang diduga melakukan praktek oligopoli, politisi Partai Gerindra ini menyebut nama sejumlah perusahaan besar yang ada di Provinsi Lampung. “Dugaan kuat ada beberapa, seperti BW, UJ, SI, SM, dua lagi nanti di pansus,” ungkap dia.
Setelah pansus terbentuk, lanjut dia, pihaknya akan memanggil semua pihak yang terlibat, seperti perusahaan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Sementara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah II Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung saat ini sedang melakukan kajian terhadap komoditas ubi kayu atau singkong yang dihasilkan oleh petani di Provinsi Lampung. Hal itu dilakukan menindaklanjuti adanya harga singkong di tingkat petani yang fluktuatif, sehingga kerap merugikan petani.
Kepala Kantor KPPU Kantor Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro mengatakan harga komoditi ubi kayu yang dihasilkan oleh petani Lampung tidak menentu dan terus berfluktuasi, baik mengalami kenaikan juga sering mengalami penurunan yang membuat petani sering merugi.
"Permasalahan dari industri ubi kayu di Lampung ini disebabkan karena tidak adanya pedoman dan regulasi yang mengatur terkait standar baku dalam perhitungan dan pengukuran refraksi dari ubi kayu itu sendiri," kata Wahyu.
Untuk itu, lanjut dia, saat ini KPPU tengah melakukan kajian dan pemetaan terhadap struktur pasar ubi kayu di Lampung, termasuk adanya dugaan praktik monopoli maupun oligopoli bisnis ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian perusahaan.
"Sampai saat ini kajiannya masih dalam proses dan belum selesai. Termasuk perusahaan yang terlibat didalamnya. Juga penetapan harga singkong yang dilakukan secara sepihak. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini sudah bisa keluar hasilnya," ujar dia.
Wahyu menerangkan, kajian terhadap komoditas singkong memerlukan waktu yang lama. Karena KPPU harus meminta keterangan dari semua perusahaan maupun instansi yang terlibat di dalam bisnis singkong.
"Kajian singkong memakan waktu yang lama karena perusahaan harus diminta keterangan langsung. Dari instansi juga langsung diminta keterangan termasuk perusahaan tapioka itu memakan waktu yang panjang," ungkapnya.
Wahyu menegaskan, jika terbukti ada perusahaan yang melakukan praktik monopoli dengan menguasai penuh penjualan maupun praktik oligopoli dimana beberapa perusahaan melakukan penguasaan penuh pembelian bahan baku, dapat dikenakan sanksi denda minimal Rp1 miliar sesuai yang tercantum pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merubah besaran denda dari UU 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Untuk sanksi saat ini kita sudah menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merubah besaran denda dari UU No. 5 Tahun 1999 , yaitu minimal Rp1 miliar tanpa besaran denda maksimal. Tapi KPPU juga bisa memberikan rekomendasi sampai ke pencabutan izin," tegas Wahyu. (*)
Berita ini sudah terbit di SKH Kupas Tuntas Edisi Selasa (2/3/2021).
Video KUPAS TV : ALAT PEMBAKAR LIMBAH DI LAMPUNG TAK BEROPERASI, ANGGARAN 4,8 MILIAR MUBAZIR (BAGIAN 5 – HABIS)
Berita Lainnya
-
Komisi II DPRD Lampung: Salurkan Bantuan yang Menjangkau Petani dan Masyarakat Kecil
Senin, 07 Juli 2025 -
Universitas Saburai Sosialisasikan Program Studi di Polres Pesawaran
Senin, 07 Juli 2025 -
Peneliti ITERA Temukan Senyawa dari Murbei Berpotensi Sebagai Obat Antikanker Serviks
Senin, 07 Juli 2025 -
Dukung Program Tiga Juta Rumah, Pemkot Bandar Lampung Bebaskan BPHTB untuk Warga Kurang Mampu
Senin, 07 Juli 2025