• Minggu, 02 Februari 2025

Ini Penjelasan Ahli Hukum Pidana Soal Sidang PK Agung Ilmu Mangkunegara

Kamis, 25 Februari 2021 - 15.34 WIB
204

Sidang Peninjauan Kembali (PK) atas perkara Agung Ilmu Mangkunegara, mantan Bupati Lampung Utara. Foto: Oscar/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sidang Peninjauan Kembali (PK) atas perkara Agung Ilmu Mangkunegara, mantan Bupati Lampung Utara, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Kamis (25/2/2021).

Dalam persidangan yang digelar secara teleconferens ini pemohon PK, Agung Ilmu Mangkunegara diagendakan dengan pembuktian.

Adapun pemohon dalam hal ini diwakilkan oleh Penasihat Hukum (PH) Sopian Sitepu mengajukan keterangan ahli hukum pidana dari Yogyakarta, yakni Dr. Mudzakir SH. MH.

Dalam keterangannya, Mudzakir menjelaskan, bahwa Mahkamah Agung punya wewenang untuk menerima PK.

"Prinsipnya suatu putusan inkrah yang mengandung keadaan yang baru atau ditemukan sesuatu ada kekeliruan, sehingga atas putusan yang dirugikan memiliki hak untuk melakukan PK," ungkap Mudzakir.

PK, kata Mudzakir, untuk menegakkan keadilan dengan alasan tiga yakni satu novum, terjadi kontradiksi kesimpulan pada putusan, apabila terjadi kekeliruan yang nyata yang dilakukan hakim.

PH Sopian pun menanyakan keabsahan putusan atas uraian Pasal 18 sebagai pembebanan uang pengganti, namun dalam dakwaan uraian tersebut tidak dijelaskan.

"Ini konsekuensinya jika jaksa menuntut pidana tambahan maka jaksa wajib memasukkan Pasal 18 dalam dakwaan sehingga ada alasan hukum pidana tambahan secara khusus," jelas Mudzakir.

"Apabila dalam tuntutan ada pidana tambahan tanpa ada di dalam dakwaannya, menurut ahli, apa yang dilakukan JPU melampaui kewenangannya, atau yang disebut Ultra Petita, dan ini tidak bisa," tanya Sopian.

Mudzakir menegaskan agar jaksa memasukkan pidana tambahan dalam dakwaan. 

"Hakim pada prinsipnya harus mengoreksi dakwaan, apabila didakwaan tidak ada, hakim tidak bisa mengambil putusan sebagaimana dalam tuntutan adanya pidanan tambahan," sebut Mudzakir.

PH Sopian pun menanyakan keabsahan kesaksian saksi mahkota dijadikan dasar  untuk menghukum pemohon PK tanpa ada dasar bukti.

"Saksi mahkota adalah terdakwa yang sama-sama melakukan perbuatan dalam pasal penyertaan, kedudukannya sama, maka kwalitas keteranganya sama dengan keterangan saksi lainnya," kata Mudzakir.

"Saksi mahkota patut dicurigai karena perbuatannya sama sehingga prinsipnya keterangannya sama, maka harus ditinjau kwalitas keterangannya, maka jika keterangan saksi mahkota tanpa didukung alat bukti maka keterangan tidak bisa dijadikan dasar untuk menghukum," jelasnya.

Sementara itu, Jaksa KPK dalam hal ini termohon PK Taufiq Ibnugroho menanyakan penjelasan putusan yang berkekuatan hukum.

"Putusan pengadilan yang memiliki kekuatan tetap yang tidak ada upaya hukum lainnya," jelas Mudzakir.

Taufik pun kembali bertanya apakah pada putusan tetap ini bisa dimaknai denda menerima hukuman tersebut.

"Ada kalanya dia menerima putusan tersebut, tetap ada kalanya problem teknis telat mengajukan permohonan banding atau kasasi sehingga ditolak," jawab Mudzakir.

Taufiq kembali menanyakan, dalam hukum kita ada upaya banding jika tidak puas pada putusan.

"Benar, kalau tidak puas bisa melakukan upaya hukum. Kalau telat nggak ada hak sehingga inkrah," tandas Mudzakir.

Terpisah, PH Sopian Sitepu mengatakan pihaknya mengajukan PK semata-mata karena rasa ketidakadilan berdasarkan hukum 

"Kami melihat bahwa keterangan saksi mahkota menjadi dasar untuk memberikan kepada terdakwa sehingga harus menanggung kerugian besar," katanya.

Sopian menambahkan atas dasar tersebut pihaknya ingin membuktikan hal tersebut dengan keterangan ahli.

"Dan juga mengenai surat dakwaan yang tidak mencantumkan pasal 18 tapi pembuktian ada pasal 18, menurut ahli itu adalah ultra petita, itu aja, selebihnya saya mohon doanya," tandasnya. (*)

Video KUPAS TV : PULUHAN ANGGOTA PBB LAMPUNG IKUTI PELATIHAN HUKUM DAN FISIK

Editor :