• Jumat, 20 September 2024

Keramba Metro Utara di Lahan Warisan Belanda

Rabu, 17 Februari 2021 - 12.36 WIB
488

Potret aktivitas petani keramba apung Dam Way Raman di Kel. Banjarsari, Metro Utara. Foto : Arby/Kupastuntas.co

METRO, Kupastuntas.co - Dulu menyeramkan, kini dikembangkan. Begitulah potret yang menggambarkan kondisi Keramba Apung Dam Raman, sebuah karya warisan kolonial Belanda yang hingga kini masih berdiri kokoh di Kecamatan Metro Utara.

Dam atau bendungan yang dibangun saat perang Dunia II berlangsung tersebut kini menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya.

Tak hanya menjadi sumber pengairan pertanian dan kawasan pariwisata, Dam Way Raman yang dahulunya menyeramkan dengan latar belakang kelam tindak kejahatan serta berbagai mitos horor yang menyelimutinya, kini dimanfaatkan warga untuk meningkatkan taraf ekonomi lewat beternak ikan dalam keramba.

Sesuai namanya, Dam yang dahulu ditakuti, kini dicari-cari. Kawasan yang memiliki sejarah nama penggabungan tiga bahasa, dari bahasa Belanda, Lampung dan Hindi itu memiliki arti Bendungan Air yang Indah.

Keindahan dan manfaatnya pun kini dapat dinikmati oleh warga dari tiga wilayah otonomi daerah. Kota Metro, Lampung Tengah dan Lampung Timur, semua mendapat hak yang sama untuk merawat dan memanfaatkan Dam Raman.

Ketika kupastuntas.co menyambangi titik lain disalah satu aliran Dam Raman yang masuk dalam Kelurahan Banjarsari, mendapati sejumlah kelompok peternak ikan dalam keramba apung yang mengembangbiakan berbagai jenis ikan air tawar.

Huda, salah satu pembudidaya di Banjarsari, Metro Utara menceritakan, awal membuat keramba apung karena melihat potensi sumber daya alam Dam Raman yang masih banyak belum dimanfaatkan.

"Jadi kita berusaha manfaatkan itu dengan budidaya ikan air tawar menggunakan metode keramba apung. Ada beberapa jenis ikan. Kalau saya ikan lele, nila dan ikan mas. Tapi rekan di sebelah ini baung, patin, dan nila," ucapnya, Rabu (17/2/2021).

Ia menilai, budidaya ikan secara langsung di sungai sangat cocok lantaran habitat ikan sejatinya berasal dari alam bebas. Sehingga memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan metode budidaya di kolam. Di alam, ikan dipercaya lebih cepat tumbuh besar dan asupan makanan juga lebih hemat.

"Karena di sungai kan tidak bergantung pakan saja, ada juga makanan yang langsung terbawa oleh arus sungai," bebernya. 

Peternak ikan dalam keramba apung lainnya ialah Didik Isnanto. Ia menjelaskan, idealnya ukuran satu keramba seluas 36 meter persegi atau 6x6 meter dengan kedalaman 2 sampai 4 meter.

Sementara untuk melindungi bibit ikan dari predator, para petambak mengakali dengan memasang jaring strimin atau pengaman di sisi keramba yang berfungsi untuk menahan benih agar tidak keluar dan menahan predator lain yang akan masuk.

"Kalau saya pribadi baru memulai ini, jadi belum sempat panen, tapi rekan saya hasilnya menakjubkan. Dimana dari modal Rp 23 juta pas panen itu sampai Rp 57 juta. Itu ikan nila. Dan tingkat kegagalan di keramba ini juga cukup kecil, sekitar 10 sampai 20 persen," beber Didik.

Didik mengaku, jika menabur benih 10 ribu ekor, maka saat panen bisa mendapat 8 ribu ekor ikan. Kini selain predator berupa ikan besar, kendala lain yang mengancam Didik dan para peternak lainnya ialah saat hujan turun dengan lebat.

"Ancaman peternak ini selain predator, ya kalau pas hujan besar, air meluap mengantarkan sampah-sampah dari hulu kesini. Dan yang pasti air keruh sehingga kondisinya kurang baik," tandasnya.

Kini masyarakat juga berharap agar pemerintah tidak hanya fokus pada pengembangan pariwisata guna meningkatkan PAD lewat kunjungan, namun juga dapat berperan aktif dalam menjaga lingkungan dengan gencar melakukan sosialisasi larangan pembuangan sampah maupun limbah ke sungai.

Hal itu diharapkan masyarakat agar Dam Way Raman terus lestari, sehingga anak cucu dimasa depan nanti dapat menikmati keindahan dan manfaatnya. (*)

Video KUPAS TV : HALAMAN RUMAH JADI LAHAN TANAMAN PAKCOY DENGAN SISTEM HIDROPONIK, PERMINTAAN PASAR TINGGI

Editor :