• Jumat, 26 April 2024

Sidang TSM Pilkada Lamteng, Saksi Ahli : Majelis Bisa Gunakan 2 Pendekatan Hukum

Senin, 28 Desember 2020 - 11.47 WIB
126

Dr. Muhtadi saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam persidangan dugaan pelanggaran TSM Pilkada Lampung Tengah, di bukit Randu Senin (28/12/2020). Foto: Sulaiman/Kupastuntas.co

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Saksi ahli serta Akademisi fakultas hukum Universitas Lampung (Unila) Dr. Muhtadi mengatakan, dalam peristiwa politik uang majelis pemeriksa bisa menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan hukum  originalism dan non original dalam mengambil keputusan.

Hal itu dikatakan Dr. Muhtadi di sidang yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung perihal pelanggaran Politik Uang yang Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) atas laporan yang disampaikan calon Bupati dan wakil Bupati nomor 03, Nessy Kalviya-Imam Suhadi terhadap pasangan Calon 02 Musa Ahmad-Ardito Wijaya di Pilkada Lampung Tengah (Lamteng) di hotel Bukit Randu Senin (28/12/2020).

Menurut Muhtadi, apabila dilihat dari Perbawaslu dalam kasus pelanggaran TSM salah satu unsurnya yang harus terpenuhi adalah masif dengan minimal 50 persen plus 1 wilayah atau kecamatan terjadi pelanggaran.

Tetapi apabila menggunakan originalism 50 persen terbit tidak hanya terbatas pada 50 persen kecamatan yang ada, tetapi harus berlaku dengan sampai 50 persen jumlah TPS yang ada di kabupaten terebut. 

Namun lanjutnya, apabila dilihat melalui pendekatan non original, bukan persoalan persentase jumlah kecamatan ataupun TPS, tetapi dilihat adanya peristiwa politik uang, dimana terbukti ada calon yang menang dengan proses yang dilakukan tidak jujur.

"Jadi apabila ada pertanyaan, apakah bisa kedua pendekatan itu dipadukan, jawabannya adalah bisa. Dua-dua atau salah satunya pendekatan tersebut merupakan pilihan majelis. Tetapi yang harus digaris bawahi adalah tujuan akhir dari proses pilkada itu adalah terpilihnya pemimpin yang jujur dan adil," jelasnya.

"Kita juga berharap kepala daerah yang jujur, Adil dan fair,  tidak menggunakan uang, Apakah bisa keduanya digunakan ? sekali lagi saya ucapkan bisa," ungkap Dr Muhtadi.

Dr Muhtadi juga menjelaskan, apabila melihat fakta di lapangan yang digunakan dalam mengambil putusan menurutnya pasti terjadi politik uang dan memenuhi unsur TSM. 

Tetapi Aktornya bukan calon, bukan tim kampanye, bukan ASN, ataupun penyelenggara, tetapi digerakkan orang lain, tetapi dikoordinir oleh calon selaku pelaku intelektual. 

Kemudian, lanjut Muhtadi, apabila dilihat  dalam UU pasal 73 dan 135 serta Perbawaslu 4, tentu hal tersebut tidak terpenuhi Unsur TSM, dan tidak bisa menjerat ke calon secara langsung, karena subjek atau pelaku yang melakukan bukan calon, struktur pemerintah, ASN, ataupun penyelenggara, melainkan orang dikira struktur tersebut. 

"Tetapi peristiwa hukumnya kan ada, dan calon yang menggerakan dan melakukan itu, meskipun pelakunya bukan calon secara langsung. Jadi dengan pendekatan non originalism, dan untuk mencapai keadilan, maka calon ditetapkan terbukti politik uang, misalnya kan begitu," tuturnya

"Jadi sepanjang itu terbukti, dan fakta persidangan mendukung, maka kepastian hukum dengan pendekatan non original harus dikuatkan. Karena sekali lagi, meskipun bukan calon yang melakukan langsung, tetapi pelakunya digerakkan oleh calon, jadi calon tetap sebagai pelaku utama," tandasnya. (*)

Editor :