Sidang TSM Pilkada Lamteng, Saksi Ahli : Majelis Bisa Gunakan 2 Pendekatan Hukum
Bandar
Lampung, Kupastuntas.co - Saksi ahli serta Akademisi fakultas hukum Universitas
Lampung (Unila) Dr. Muhtadi mengatakan, dalam peristiwa politik uang majelis
pemeriksa bisa menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan hukum
originalism dan non original dalam mengambil keputusan.
Hal itu
dikatakan Dr. Muhtadi di sidang yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Lampung perihal pelanggaran Politik Uang yang Terstruktur Sistematis
dan Masif (TSM) atas laporan yang disampaikan calon Bupati dan wakil Bupati
nomor 03, Nessy Kalviya-Imam Suhadi terhadap pasangan Calon 02 Musa
Ahmad-Ardito Wijaya di Pilkada Lampung Tengah (Lamteng) di hotel Bukit Randu Senin
(28/12/2020).
Menurut
Muhtadi, apabila dilihat dari Perbawaslu dalam kasus pelanggaran TSM salah satu
unsurnya yang harus terpenuhi adalah masif dengan minimal 50 persen plus 1
wilayah atau kecamatan terjadi pelanggaran.
Tetapi
apabila menggunakan originalism 50 persen terbit tidak hanya terbatas pada 50
persen kecamatan yang ada, tetapi harus berlaku dengan sampai 50 persen jumlah
TPS yang ada di kabupaten terebut.
Namun
lanjutnya, apabila dilihat melalui pendekatan non original, bukan persoalan
persentase jumlah kecamatan ataupun TPS, tetapi dilihat adanya peristiwa politik
uang, dimana terbukti ada calon yang menang dengan proses yang dilakukan tidak
jujur.
"Jadi
apabila ada pertanyaan, apakah bisa kedua pendekatan itu dipadukan, jawabannya
adalah bisa. Dua-dua atau salah satunya pendekatan tersebut merupakan pilihan
majelis. Tetapi yang harus digaris bawahi adalah tujuan akhir dari proses
pilkada itu adalah terpilihnya pemimpin yang jujur dan adil," jelasnya.
"Kita
juga berharap kepala daerah yang jujur, Adil dan fair, tidak menggunakan
uang, Apakah bisa keduanya digunakan ? sekali lagi saya ucapkan bisa,"
ungkap Dr Muhtadi.
Dr
Muhtadi juga menjelaskan, apabila melihat fakta di lapangan yang digunakan
dalam mengambil putusan menurutnya pasti terjadi politik uang dan memenuhi
unsur TSM.
Tetapi
Aktornya bukan calon, bukan tim kampanye, bukan ASN, ataupun penyelenggara,
tetapi digerakkan orang lain, tetapi dikoordinir oleh calon selaku pelaku
intelektual.
Kemudian,
lanjut Muhtadi, apabila dilihat dalam UU pasal 73 dan 135 serta Perbawaslu
4, tentu hal tersebut tidak terpenuhi Unsur TSM, dan tidak bisa menjerat ke
calon secara langsung, karena subjek atau pelaku yang melakukan bukan calon,
struktur pemerintah, ASN, ataupun penyelenggara, melainkan orang dikira
struktur tersebut.
"Tetapi
peristiwa hukumnya kan ada, dan calon yang menggerakan dan melakukan itu,
meskipun pelakunya bukan calon secara langsung. Jadi dengan pendekatan non
originalism, dan untuk mencapai keadilan, maka calon ditetapkan terbukti politik
uang, misalnya kan begitu," tuturnya
"Jadi
sepanjang itu terbukti, dan fakta persidangan mendukung, maka kepastian hukum
dengan pendekatan non original harus
dikuatkan. Karena sekali lagi, meskipun bukan calon yang melakukan langsung,
tetapi pelakunya digerakkan oleh calon, jadi calon tetap sebagai pelaku
utama," tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Bawakan Tari Lalang Waya, Siswa SDN 1 Pardasuka Tampil Memukau di Festival Nemui Nyimah
Sabtu, 02 November 2024 -
295 Personel Polisi Disiagakan Amankan Debat Kedua Cagub-Cawagub Lampung 2024
Sabtu, 02 November 2024 -
Unila Terima Kunjungan 3rd Assessment of UI GreenMetric World University Ranking
Sabtu, 02 November 2024 -
Studium Generale Pascasarjana UIN RIL: Dr Fauziah dari Malaysia Tekankan Pentingnya Multidisiplin Ilmu di Era Digital
Sabtu, 02 November 2024