• Minggu, 12 Januari 2025

Berawal Konflik Gajah, Tercipta Objek Wisata Susur Sungai

Sabtu, 26 Desember 2020 - 21.25 WIB
330

Hamparan sungai pembatas yang dijadikan objek wisata susur sungai. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Ketika matahari hendak menenggelamkan dirinya, terlihat layaknya bara api di atas langit ujung barat. Sungai pembatas hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) memantulkan semburat jingga nan indah, suara kicauan burung bersahutan menyambut malam.

Hamparan sungai yang bermuara ke Laut Labuhan Maringgai (Kuala penet) itu sebagai batas alam antara Hutan TNWK dengan desa-desa penyangga, Savana pinggir hutan tampak seperti lukisan di senja hari, ketinggian pohon dan semak menari tertiup hempasan angin.

Seorang pemandu wisata Desa Braja Harjosari, Toni mengatakan, sejak 2016 lalu dirinya bersama kelompok sadar wisata (Podarwis) mulai menggagas sebuah wisata bernama susur sungai.

"Sungai pembatas hutan TNWK antara perkampungan menjadi objeknya," kata Toni, Sabtu (26/12/2020).

Lanjut Toni, wisatawan bisa menikmati susur sungai sepanjang 3 kilo, dengan menggunakan perahu berkapasitas 8 orang, biaya yang harus di keluarkan penikmat wisata alam itu, sebesar 400 ribu untuk satu paket.

"Kapasitas perahu maksimal 8 orang, mau diisi berapa pun yang penting di bawah 8 orang biayanya tetap 400 ribu," terang Toni.

Sepanjang menyusuri sungai, pengunjung bisa menikmati berbagai jenis burung. Jumlah burung yang sering dijumpai sebanyak 30 spesies.

Hamparan Savana juga menjadi pemandangan alami pun menyejukan mata, dan juga pengunjung bisa melihat sejumlah gajah yang sengaja di gembalakan di Savana tersebut.

Terlebih jika waktunya tepat pengunjung yang hobi dengan photografer, bisa membidik indahnya langit  di atas sungai pembatas hutan.

"Waktu yang tepat jika pagi pukul 05.00-08.00 WIB, jika sore 17.00-18.30," lanjutnya.

Menurut Toni, semenjak wabah Covid-19 wisata susur sungai lengang tidak satupun wisata datang ke Desa Braja Harjosari, karena rata-rata penikmat susur sungai datang dari luar Provinsi seperti Jakarta dan Bali, bahkan dari luar negeri

"Karena banyak wisatawan dari luar daerah hingga luar negeri di Desa Braja Harjosari sudah memiliki 12 homestay untuk penginapan," jelasnya.

 Sementara itu, seorang anggota Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Suhada menjelaskan terciptanya sebuah objek wisata berawal dari peristiwa konflik gajah liar yang sudah menahun tidak kunjung reda, dan mengakibatkan kerugian yang di alami petani karena tanaman yang di rangsek binatang bertubuh tambun itu.

Karena konflik terus terjadi, sejumlah mitra konservasi memberi pembinaan kepada masyarakat desa penyangga termasuk Desa Braja Harjosari, dengan tujuan agar bisa berbagi ruang dengan satwa liar.

"Awal 2015 pembinaan sumber daya manusia di galakan oleh mitra konservasi," kata Suhada.

Dan terciptalah sebuah objek wisata susur sungai, yang sudah berjalan sejak 2016, dengan memanfaatkan sungai berikut kondisi alam yang indah, kedua pihak menikmati dampak positif nya, pihak Balai TNWK merasa diuntungkan karena gajah gajah tidak lagi keluar hutan.

Sementara masyarakat penyangga TNWK Kusus nya Desa Braja Harjosari juga diuntungkan tanaman petani tidak lagi dirangsek gajah dan pengelola Pokdarwis juga mendapat keuntungan dari memandu wisata. (*)

Video KUPAS TV : Toko Oleh-Oleh Khas Lampung Ditutup Satgas Covid-19 KarenaKebanyakan Pengunjung

Editor :