• Sabtu, 28 September 2024

Partisipasi Pemilih Rendah, Pengamat: Karena Tidak Ada Alternatif Calon

Kamis, 10 Desember 2020 - 18.28 WIB
88

Pengamat Politik dan juga Akademisi Fisip Universitas Lampung, Budi Kurniawan. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dari delapan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sedikitnya ada tiga daerah yang tingkat partisipasi-nya menurun atau rendah, yakni kurang dari 70 Persen.

Tiga daerah dengan partisipasi rendah berdasarkan hasil hitung cepat dari desk Pilkada Kesbangpol dan juga hasil Lembaga Survei Rakata Institute, yakni Bandar Lampung, Lampung Selatan dan Lampung Tengah.

Menanggapi hal ini, Pengamat Politik dan juga akademisi Universitas Lampung, Budi Kurniawan mengatakan, sedikitnya ada tiga faktor menurunnya partisipasi pemilih.

Pertama, faktor Covid-19. Adanya pandemi Covid-19 turut mempengaruhi masyarakat untuk keluar rumah dan berkumpul, sehingga tidak memilih. Walaupun diterapkan protokol kesehatan dengan ketat, ini merupakan faktor yang signifikan.

Kedua, di beberapa tempat Pilkada tidak ada calon alternatif yang menggerakkan partisipasi masyarakat. Masyarakat tidak diberi pilihan untuk memilih untuk perubahan

"Seperti di Bandar Lampung misalnya, Eva Dwiana menang telak itu juga bukan karena Eva hebat, tetapi memang tidak ada pilihan lain yang menandingi Eva. Karena masyarakat sudah tahu track record Rycko dan Yusuf Kohar. Sehingga orang beramsusi ikut gak ikut yang menang sudah ketahuan siapa," ungkap Budi, Kamis (10/12/2020).

Ketiga, faktor masyarakat kota yang sifatnya kritis. Ketika tidak ada calon yang mampu membawa kota lebih maju, maka pasti warga pasti berpikir untuk apa ikut berpartisipasi.

Di Bandar Lampung misalnya, semakin banyak warga yang berpikir kritis dan pengetahuan politik yang baik, dan juga calon yang maju tidak membawa perubahan. Karena banyak hasil penelitian juga yang menyatakan angka partisipasi di kota itu rendah.

"Kalau pun ada daerah yang tinggi partisipasi-nya, itu karena faktor kebiasaan masyarakat yang bersifat gotong-royong dan guyub. Istilahnya pemilih protes atau pemilih kritis. Jadi tidak datang memilih karena tidak melihat suatu perubahan yang dibawa calon," pungkasnya. (*)


Video KUPAS TV : Massa Tuntut Pemkab Lampura Transparan Dalam Penggunaan Anggaran Covid-19