Terkait Polemik Pemberian Gelar Adat, Ini Tanggapan Ike Edwin

Perdana menteri Kepaksian Pernong Gusti Batin Mangkunegara (Ike Edwin) bersama Sultan Junjungan Sakti yang dipertuan ke-27 dari Kepaksian Belunguh, saat ditemui di Lamban Kuning, Senin (7/12/2020). Foto: Sule/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - beberapa waktu lalu perwakilan empat Kepaksian dari Paksi Pak Sekala Brak, mendatangi sejumlah media guna menyampaikan beberapa poin atas kegiatan adat pemberian gelar kepada M. Yusuf Kohar di Lamban Kuning milik Ike Edwin atau yang lebih akrab disapa Dang Ike.
Menanggapi hal tersebut, Gusti Batin Mangkunegara (Gelar adat Ike Edwin) mengatakan, pihaknya menyayangkan adanya hal tersebut. Pasalnya, dirinya berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan musyawarah.
"Saya senang adat istiadat, orang adat harus santun dan berbudaya. Seharusnya datang kemari, ngapain harus ke media. Belum tentu yang disampaikan benar. Harusnya datang kemari, biar diselesaikan dengan baik.
Ditonton orang dan dilihat orang kan tidak enak," ungkap Dang Ike, kepada awak media di kediamannya, Senin (07/12/2020) malam.
Dang Ike mengungkapkan, salah satu poin yang dipermasalahkan adalah nama lamban kuning yang diminta untuk dicopot. Menurutnya, nama gedung lamban kuning ini bukanlah mereka yang memberi, dan juga bukan pemberian adat. Ini merupakan rumah pribadinya yang sering digunakan untuk acara adat.
"Nama ini pemberian dari warga Sukarame, karena rumah ini berwarna kuning. Sebagai tanda karena dulu belum banyak rumah daerah sini. Karena warga kuning, nah kita kukuhkan jadi Lamban Kuning. Tidak ada urusan dengan mereka. Ini diberikan oleh rakyat, dan sekali lagi ini bukan pemberian adat," terangnya.
Selain itu, lanjut Perdana Menteri Kepaksian Pernong tersebut, terkait penggunaan simbol-simbol adat yang dipasang dan digunakan dalam acara adat, alat-alat itu boleh dipakai dengan semua orang Lampung. Karena menurutnya adat itu bukan milik seseorang, jadi tidak bisa dimiliki satu orang.
"Terus juga dipermasalahkan gelar saya. Mereka menyebut gelar saya Batin Perwira Negara. Saya tidak pernah mengetahui kalau gelar saya itu. Saya diberi gelar oleh keluarga ibu saya yakni Sutan Raja di Lampung, Yang ngasih Buay Kemuka, Sutan raja di Lampung, dan saya boleh menggunakan itu. Kemudian gelar Gusti Batin Mangkunegara diberikan oleh keluarga istri saya. Kok gelar saya disuruh dilepas, marah nanti kalau tidak boleh memakai gelar yang diberikan," ujarnya.
Dang Ike juga menjelaskan, Kerajaan di Indonesia itu sudah dihapus tahun 48 kecuali Jogjakarta. Raja-raja itu menjadi orang biasa, tetapi dalam keluarga ditahtakan. Kemudian apa yang dibesarkan, yakni budaya dan adat istiadatnya. Kalau di keluarga boleh dipanggil sultan, dan gelar yang lain. Karena saling menghormati.
"Yang kita jaga itu budayanya. Simbol-simbol ini saya gunakan sebagai bentuk kecintaan saya terhadap adat dan budaya Lampung. Seperti payung misalnya, banyak kok masyarakat yang arak-arak juga menggunakan payung. Karena payung Lampung itu putih dan kuning, nanya yang menggunakan di saat pesta pernikahan," tuturnya.
Sementara itu, terkait kegiatan pemberian gelar kepada M. Yusuf Kohar, Sultan Junjungan Sakti yang dipertuan ke 27 dari kepaksian Belunguh menerangkan, prosesi adat pemberian gelar tersebut merupakan prosesi adat dari kepaksian Belunguh. Pihaknya mengaku hanya meminjam rumah saudara Ike Edwin untuk diadakan prosesi tersebut.
"Ini murni Kepaksian Belunguh. Karena kalau gelar ini dilakukan di Liwa terlalu jauh, maka menggunakan Lamban Kuning. Di Paksi Pak Sekala Brak ini ada 4 Paksi, kita saling menghormati, tidak pernah mengganggu satu sama lain. Tapi kenapa acara saya diganggu. Kita siap untuk diskusi. Jangan di media. Harusnya datang. Saya siap jelaskan," ungkapnya.
Sai Batin (Raja) Kepaksian Belunguh tersebut menambahkan, pihaknya merasa bangga karena acara itu sukses. Menurutnya orang Lampung seharusnya bangga, karena ini untuk melestarikan yang ada di provinsi Lampung.
"Tidak ada keterlibatan Ike Edwin, ini murni acara saya. Ini bukan konflik sebenarnya, mungkin ada ketidakpuasan, seharusnya kegiatan ini menjadi kebanggan semua orang adat Lampung karena sampai terlihat oleh orang luar. Saya tegaskan ini murni adat tidak unsur politik. Kalaupun ada permasalahan jangan langsung ke media, kita rembuk dulu," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Berikut Sususan Kepengurusan KONI Lampung Periode 2025-2029
Jumat, 11 Juli 2025 -
Pemprov Lampung Libatkan Guru BK dalam Pencegahan LGBT di Sekolah
Jumat, 11 Juli 2025 -
Dukung Pemkot Bandar Lampung Dirikan Yayasan Siger Prakarsa Bunda, Andika Wibawa Ingatkan Soal Legalitas
Jumat, 11 Juli 2025 -
Bekas Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Kini Terbengkalai
Jumat, 11 Juli 2025