• Sabtu, 05 Oktober 2024

Pelayanan Publik Zona Paling Rawan Korupsi

Kamis, 23 Juli 2020 - 16.25 WIB
254

Pengamat Hukum dan Pemerintahan Universitas Lampung, Yusdianto saat bincang santai dalam program Kupas Podcast dengan tema Kinerja Kejaksaan di Momen HUT Adhyaksa ke-60, di Studio Podcast Kupas Tuntas, Kamis (23/07/2020) bersama Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Lampung, Taufan Zakaria. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Taufan Zakaria menyampaikan, Kantor pelayanan publik masih dinilai rawan tindakan korupsi dan suap jika tidak terdapat reformasi birokrasi. Untuk itu perbaikan sistem dan pemanfaatan teknologi perlu dilakukan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan tersebut.

"Oleh karenanya perlu ada penerapan teknologi seperti dalam pelayanan perizinan online, pelayanan tilang serta apapun pelayanan masyarakat,” kata Taufan, Kamis (23/7/2020).

Tindakan korupsi dan suap yang lekat dengan pelayanan publik dapat dihilangkan dengan mengadakan kontak langsung dengan petugas. "Artinya, pelayanan publik dapat dilakukan dengan sistem komputerisasi dan pembayaran dapat dilakukan melalui bank. Sehingga, lobi dan intrik dapat dihindari," lanjutnya.

"Seperti contoh di tengah pandemi corona ini, tindakan korupsi sudah mulai berkurang, karena tidak adanya interaksi secara langsung,” timpalnya.

Namun ada juga selain pelayanan perizinan masyarakat, harus disoroti juga terkait rawan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum (PU). Karena sektor tersebut adalah salah satu sektor yang rawan korupsi. Oleh karenanya perlu kesadaran diri untuk tidak korupsi dengan meningkatkan budaya malu atau budaya takut korupsi. "Kita akan bangun ke arah sana, kesadaran korupsi dimulai dari generasi muda,” ujarnya.

Seperti program Kejati yang sudah lama dilakukan yakni Jaksa Masuk Sekolah, adalah sebuah program untuk menyadarkan generasi muda untuk tidak melakukan korupsi.

Sementara, Pengamat Hukum dan Pemerintahan Universitas Lampung (Unila), Yusdianto mengatakan, kerawanan korupsi di kantor pelayanan publik juga dipicu karena belum adanya transparansi terhadap masyarakat luas. "Harusnya masyarakat mengetahui secara rinci proses dan besaran biaya yang mesti dikeluarkan jika akan mengurus sebuah surat izin ataupun dokumen," kata Yusdianto.

Namun dalam internal penegak hukum juga diminta harus tegas dan tidak pandang bulu. Sehingga penegakkan hukum jangan tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Maksudnya penegakkan hukum di Indonesia tidak sama antara rakyat kecil dan para pejabat Negara.

"Para koruptor diberikan hukuman yang sama dengan maling ayam. Sedangkan pencuri ayam dihukum berat. Hal ini kan jelas tidak adil, sehingga pejabat leluasa juga dalam melakukan tindakan korupsi,” jelasnya. (*)