• Senin, 25 November 2024

Membingungkan, Oleh Donald Harris Sihotang S.E, M.M.

Kamis, 14 Mei 2020 - 07.05 WIB
330

Donald Harris Sihotang S.E, M.M.

Bung Kupas - Siang kemarin saya dihubungi teman dari ujung telpon. Sejak pemerintah memberikan himbauan agar masyarakat melakukan sosial distancing untuk memutus Covid-19, kami memang tidak pernah berjumpa lagi, bahkan baru kemarin itulah bertegur sapa lagi lewat sambungan telpon.

Panjang lebar dia bercerita, dari mulai menanyakan kabar, sampai apa yang dia lakukan untuk menyambung hidup selama hampir dua bulan di masa pandemi ini. Kawan ini mengaku selama hampir dua bulan ini patuh dengan himbauan pemerintah, stay at home, dan bekerja dari rumah. Kemarin, dia keluar rumah ingin melihat situasi di pasar Pasar Panjang, Bandar Lampung. “Ngga nyangka pengunjungnya begitu ramai, banyak pedagang dan pengunjung yang tidak menggunakan masker, seolah semuanya normal. Ngga nyangka,”kata dia lagi.

Dari nada bicaranya saya bisa merasakan ada kegelisahan dalam batinnya. Ia setengah jengkel melihat situasi itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dalam minggu ini, ini merupakan keluhan kesekian yang saya terima dari orang yang berbeda. Sebelumnya, saya bahkan dikirimi foto-foto orang-orang yang tengah ramai di pasar, di tempat swalayan, jauh dari himbaun pemerintah agar menjaga protokol kesehatan seperti melakukan Sosial Distancing dan Physical distancing. Sementara, tempat-tempat ibadah sudah sejak lama kosong. 

Ada cerita lain lagi, di masa pandemi ini sejumlah anggota DPRD di Provinsi Lampung termasuk Kabupaten/kota ada yang melakukan kegiatan reses atau jaring aspirasi masyarakat. Pertanyaannya, seberapa efektifkah melakukan kegiatan reses dari jumlah orang yang sangat dibatasi? Sementara pembiayaan dana reses untuk masing-masing wakil rakyat itu tidaklah berkurang. 

Selain itu, ada himbauan dari pemerintah untuk melakukan sosial distancing. Membingungkan memang. Sama halnya seperti aturan pemerintah terkait larangan mudik. Kementerian Perhubungan melonggarkan transportasi di tengah pandemik covid-19, sementara sejumlah daerah melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang di antaranya menutup akses transportasi. Harusnya aturan pusat dan daerah itu selaras dan saling terintegrasi. Ketika aturan pusat ketat, maka di daerah pun harus ketat. Karena tujuannya sama dalam upaya pemutusan mata rantai pandemik.

Pemberlakuan aturan untuk penanganan wabah ini harus benar-benar serius. Semua pihak harus bekerja sama. Dampaknya sangat besar, terutama terhadap ekonomi masyarakat. Kerusakan yang ditimbulkan sangat luas. Sektor-sektor yang terdampak termasuk akomodasi dan jasa makanan, perdagangan retail dan besar, manufaktur, properti. Banyak pekerja yang di rumahkan bahkan PHK. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung per 9 April 2020, mencatat sebanyak 2.379 tenaga kerja di bumi Lampung terpaksa dirumahkan karena pandemi covid-19.

Baik tenaga kerja formal (perusahaan) maupun informal (pelaku UMKM). Mereka dirumahkan dan sementara upah tidak dikeluarkan (ditahan). Upah baru akan diberikan ketika situasi pandemi corona sudah reda dan tenaga kerja kembali kerja seperti biasa. Secara Nasional, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja per 2 Mei 2020, sekitar 3 juta tenaga kerja yang dirumahkan dan terkena PHK.

Artinya, alangkah luas kerusakan yang ditimbulkan oleh Covid-19 ini. Alangkah banyak orang yang hidupnya hari ini semakin sulit. Saat ini ekonomi masyarakat betul-betul terpuruk, kalau aturannya setengah-setengah, maka upaya penuntasannya akan lama, dan apa yang sudah dilakukan selama ini menjadi sia-sia. (*)

Editor :