Direktur RS Handayani Akui Dapat Tiga Kali Proyek di Lampura

Direktur Rumah Sakit (RS) Handayani, Dr Djauhari saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu (22/4/2020) sore. Foto: Oscar/Kupastuntas.co
Bandar Lampung - Direktur Rumah Sakit (RS) Handayani, Dr Djauhari mengaku, mendapat tiga kali proyek di lingkungan Lampung Utara (Lampura).
Pengakuan Djauhari ini diungkapkan saat menjadi saksi di persidangan kasus suap fee proyek Lampura yang digelar secara online di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu (22/4/2020).
Dikatakan Djauhari, paket proyek yang diterimanya itu bukan dikerjakan untuk dirinya, melainkan anak menantu dan saudaranya. "Di Lampura itu bukan hanya duit saja untuk mendapat proyek, tapi harus ada chanel, harus dua-duanya. Makanya saya minta bantuan agar saudara dan menantu dapat pekerjaan," ujarnya.
Djauhari mengatakan, pertama kali ia meminta bantuan ke Agung Ilmu Mangkunegara pada tahun 2015. "Waktu itu jumpa dengan Pak Agung, saya sampaikan jika anak menantu saya butuh pekerjaan, lalu suruh ke PUPR, di sana anak menantu saya dapat Rp1,2 miliar," ungkapnya.
Pada tahun 2015, Djauhari mengaku tidak memberikan sepeser pun kepada Agung sebagai bentuk kewajiban proyek.
"Saya sempat nanya ke Pak Agung ada kewajiban nggak, tapi dia diam saja, jadi hingga sampai sekarang saya tidak pernah menyerahkan fee mungkin itu dianggap sebagai uang lelah saya sebagai tim pemenangan," kata Djauhari.
Selanjutnya pada tahun 2016 dan 2017, Dr Djauhari kembali meminta paket proyek di lingkungan PUPR, namun melalui Wakil Bupati Lampung Utara, Dr Sri Widodo.
"2016 dan 2017 saya minta pekerjaan ke Pak Widodo untuk saudara saya yang nggak punya chanel, saya hubungi ke pak Widodo lalu dapat kopelan dan (wajib) setor, saya berikan kopelan ke saudara saya beserta fee 20 persen saya suruh bayar sekalian," ujar mantan Kadis Kesehatan Lampung Utara ini.
Dr Djauhari mengaku, pada tahun 2016 ia menyerahkan fee sebesar Rp360 juta dengan dua tahap. "Pertama di rumah saya, kedua di kantor saya, total Rp360 juta melalui ajudan Widodo namanya Jayus, saya hanya menyaksikan," ucap Dr Djauhari.
Pada tahun 2017, lanjut Djauhari, saudara kembali menyerahkan uang fee kepada Sri Widodo sebesar Rp220 juta.
"Waktu itu paket proyek kurang dari Rp1 miliar, karena tidak sesuai dengan nilai paket saya saya bertanya kemudian dijawab ini itu ini itu, lalu diberi proyek lagi, penyerahan fee di kantor saya melakui ajudannya Jayus," terang Djauhari.
Pada tahun 2019, Dr Djauhari mengaku mendapatkan tawaran lagi dari Dr Sri Widodo sejumlah pekerjaan. "Tapi saudara saya bilang jangan ambil karena paket pekerjaan sudah habis nanti bermasalah, ternyata benar, sampai sekarang paket 2018 bermasalah dan sampai sekarang tidak cair, dan 2019 saya gak dapat," tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Bulan Imunisasi Anak Sekolah Sasar 74.239 Anak di Bandar Lampung
Jumat, 15 Agustus 2025 -
Eva Dwiana Siap Jalankan Arahan Presiden Soal Koperasi dan Pendidikan
Jumat, 15 Agustus 2025 -
PLN UP3 Pringsewu dan Pemkab Pesawaran Jalin Kerja Sama Optimalkan Pemungutan PBJT Tenaga Listrik
Jumat, 15 Agustus 2025 -
Ketua AMPPSI Temui DPR dan Kemendag, Desak Pemerintah Segera Hentikan Impor Tapioka
Jumat, 15 Agustus 2025