• Senin, 25 November 2024

Mudik Lebih Awal, Oleh Zainal Hidayat, S.H.

Jumat, 03 April 2020 - 07.36 WIB
170

Zainal Hidayat, S.H.

Bung Kupas - Tradisi pulang kampung halaman atau biasa disebut mudik, sudah sangat melekat erat dan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari kebiasaan para perantau di Tanah Air. Ada sesuatu yang hilang, jika saat lebaran tidak melakukan mudik. Magnet untuk pulang kampung halaman begitu kuat, khususnya bagi warga yang sudah cukup lama tinggal di perantauan.

Namun tradisi mudik kali ini sangat berbeda dengan setahun lalu. Biasanya mudik dilakukan minimal dilakukan satu minggu sebelum lebaran. Tahun ini, mudik dilakukan jauh-jauh hari, bahkan sebelum masuk bulan Ramadhan.

Ini terjadi akibat wabah virus Corona yang hingga Kamis (02/04/2020) pukul 15.45 WIB sudah menelan korban meninggal dunia mencapai 170 orang di Indonesia dan 42.273 orang di seluruh negara. Di Indonesia diperkirakan virus Corona baru akan berakhir pada akhir bulan Mei mendatang. Artinya, jumlah korban meninggal dunia masih akan terus bertambah, jika penanganan virus Corona tidak dilakukan secara serius dan tepat.

Salah satu pemicu peningkatan jumlah korban virus Corona adalah mobilisasi atau pergerakan manusia dari suatu daerah ke daerah lain. Terutama pergerakan manusian yang berasal dari zona merah Corona yang umumnya berada di Pulau Jawa, yang kemudian masuk ke salah satunya Pulau Sumatera termasuk Provinsi Lampung.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung sekaligus Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Reihana pun mengakui melonjaknya angka OPD di Provinsi Lampung salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang memilih mudik lebih awal.

Gambaran mudik lebih awal ini, setidaknya bisa terlihat dengan kedatangan 19 bus yang memuat santri asal Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang tiba di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan pada Kamis (02/04/2020) dini hari. Mereka akan menuju ke sejumlah kabupaten di Provinsi Lampung, di antaranya Lampung Selatan, Pesawaran, Pringsewu, Lampung Timur dan Way Kanan.

Memang, mereka sudah diperiksa kesehatannya secara cermat. Dan semuanya dinyatakan dalam kondisi sehat, meskipun ada sebagian yang mengalami batuk dan pilek namun tidak mengalami demam. Petugas pun sudah meminta mereka mengisolasi mandiri selama 14 hari dengan dipantau pamong kampung setempat.

Pertanyaannya, apakah isolasi mandiri akan bisa berjalan efektif? Apakah bisa dipastikan sebagian dari mereka tidak akan keluar rumah atau bertemu kerabat dan tetangga setelah lama tidak berkumpul? Di sinilah peran aparatur kampung dan petugas medis di puskesmas untuk lebih sigap melakukan pengawasan dan pemantauan.

Ada peristiwa yang bisa menjadi pembelajaran, ketika seorang bocah berusia dua tahun harus dirawat di RS Mitra Husada Pringsewu karena mengalami gejala sakit mirip terpapar virus Corona. Penyebabnya sepele, hanya karena si balita pernah dicium oleh tetangganya yang baru pulang dari Tangerang yang kebetulan saat itu juga sedang mengalami batuk dan pilek.

Berdasarkan pengalaman tersebut, setiap orang berpotensi membawa virus Corona untuk ditularkan kepada anggota keluarga, kerabat dan tetangganya. Jika pengawasan dan pemeriksaan pendatang dari zona merah virus Corona lengah sedikit saja, tidak tertutup kemungkinan kedepan Provinsi Lampung juga bisa masuk menjadi zona merah berikutnya. Dibutuhkan kesadaran dari setiap warga, untuk bisa mengikuti imbauan dari pemerintah semata-mata demi mencegah agar virus Corona tidak makin meluas. (*)          

Editor :