• Selasa, 20 Mei 2025

Saksi Sebut Uang Fee Proyek Mengalir ke Agung Melalui Syahbudin

Senin, 16 Maret 2020 - 18.53 WIB
208

sidang lanjutan kasus fee proyek Kabupaten Lampung Utara, dengan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara, Syahbudin, Wan Hendri dan Raden Syahril, Senin (16/03/2020). Foto: Oscar/Kupastuntas.co

Bandar Lampung - Pengadilan Tipikor Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan kasus fee proyek Kabupaten Lampung Utara (Lampura), dengan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara (Bupati Lampura nonaktif), Syahbudin (mantan Kadis PUPR), Wan Hendri (mantan kadis perdagangan) dan Raden Syahril, Senin (16/03/2020).

Dalam sidang kali ini, Jaksa KPK RI menghadirkan 8 orang saksi. Mereka yakni, Fria Apeis Pratama (Kasi Pembangunan Bina Marga), Franstori (mantan Plt Kadis PUPR), Yuri Saputra (PPTK Bidang Cipta Karya PUPR), Efiri Yanto (PPTK Dinas PUPR 2015-2018), Arozi (Kasi Promosi dalam dan luar negeri Dinas Perdagangan Lampura), Ridwan (Kabid Keamanan dan Ketertiban Dinas Perdagangan), Syahroni (Bendahara Disdag), Arliyusran (bendahara tugas pembantu 2019).

Dalam kesaksiannya, Fria mengakui, bahwa dari tahun 2015 hingga 2017, puluhan miliar rupiah mengalir dari rekanan ke Kadis PUPR untuk Bupati.

Di mana, kata Fria, sejak tahun 2015, ada fee 20 persen setiap paket proyek. "Jadi, sebelum ke Bupati, uang fee itu terlebih dahulu disetorkan ke Syahbudin," kata Fria.

"Jadi uang itu disetor ke saksi terlebih dahulu, kemudian ke Syahbudin, selanjutnya diberikan ke Agung?" tanya JPU KPK Taufiq mempertegas jawaban Fria.

"Iya benar," tegas Fria.

Taufiq kembali mempertegas pertanyaannya kepada Fria. "Jadi ini catatan anda dari 2015, yang mana total pekerjaan Rp184 miliar dan fee nya sebesar Rp36 miliar, benar ya?" tanya Taufiq.

"Benar, tapi fee itu perkiraan saja, dan saya hanya terima (pengumpulan) Rp1 miliar," jawab Fria.

Fria pun menuturkan untuk tahun 2016, dirinya juga bertugas mengumpulkan fee dari rekanan sebesar Rp1 miliar, dan sisanya melalui Taufik Hidayat, Akbar Tandi Irian, dan Syahbudin. "Tahun 2016, ada di catatan semua, total pagu Rp336 miliar, total fee Rp67 miliar," kata Fria.

Fria pun mengaku uang-uang tersebut setelah dikumpulkan kemudian disetorkan ke Syahbudin. "Saya catat dibuku agenda saya untuk mengingat saat plotingan, agar tidak kelewat, ada dua buku agenda, dari tahun 2015 sampai 2017. Dan ada paraf setiap penerimaan dan penyerahan," terang Fria.

Untuk tahun 2017, Fria sendiri mengaku ada total pagu proyek sebesar Rp407 miliar dengan total fee Rp81 miliar. "Dan saya hanya terima dari rekanan sebesar Rp7,61 miliar," jelas Fria.

Taufik kembali menanyakan, selain Fria, siapa saja yang dikumpulkan?.

"Seingat saya, Erzal sebesar Rp4,9 miliar, Mangku Alam Rp7,8 miliar, Helmi Jaya Rp4,7 miliar, Syahbudin Rp6,3 milar, Karnadni Rp784 juta, Susilo Dwiko Rp540 juta, Franstori Rp34 juta, Gunaido Rp200 juta, Amrul Rp106 juta, Ansabak Rp900 juta, Ika (orang dinas PUPR) Rp70 juta, Sairul Haniba Rp40 juta, Yulias Dwiantoro Rp569,5 juta," beber Fria.

Fria pun mengaku selain pengambilan fee proyek tersebut, ia juga mengambil fee sebesar Rp1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018. "Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola Syahbudin," kata Fria.

Fria menambahkan tahun 2018, dirinya juga tidak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori. "Kalau 2019, total nilai Rp88 miliar, fee Rp11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulkan hanya Rp238 juta," tandasnya.

Taufiq kembali bertanya kepada Fria, apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran?. "Ada, Desyadi (Kepala BPKAD) meminta 5 persen," jawab Fria.

Fria mengaku, uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung. "Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor," terang Fria.

Fria pun menjelaskan pada tahun 2016, ia menyetorkan fee Rp500 juta dan 2017 sebesar Rp700 juta. "Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola," tandasnya.

Fria kembali menegaskan bahwa dirinya hanya bertugas mencatat pencairan dan membayarkan. Selain itu, ada tugas dari Syahbudin yakni, mencatat semua pekerjaan di Dinas PU dan membantu Syahbudin memploting semua rekanan yang dapat pekerjaan di Lampura dari 2015 sampai 2017.

"Apakah ada mencatat lain, seperti penerimaan fee?" tanya JPU Taufiq.

"Ada (penerimaan fee), ada catatan dari 2015, tapi yang saya terima," jawab Fria.

Tak hanya itu, Fria juga mengaku mencatat beberapa penerimaan fee yang diambil oleh anggota dinas PUPR di buku agendanya. "Seperti Helmi (Kasi Alat Berat), Eko Erzal (staf Cipta Karya), Mangku Alam (Kasi Perencanaan), Syahbudin juga," tutur Fria.

Sementara pada tahun 2018, Fria mengaku sudah ikut campur dalam ploting proyek dan fee proyek lantaran diambil alih oleh Plt Bupati Lampura Sri Widodo. "Dan 2019, saya gak banyak, karena ada Helmi Jaya yang ngurus penerimaan fee," tuturnya.

Fria menyebutkan kalau potongan fee untuk proyek fisik sebesar 20 persen dan non fisik sebesar 35 persen. 

"Dan saya hanya mencatat, sedangkan yang mendekte pak Syahbudin. Di mana pengaturan fee dimulai dari nama teratas, misalnya nama rekanan nomor satu, dia menyerahkan fee Rp50 juta, maka itu mendapatkan nilai pekerjaan Rp250 juta," sebutnya.

Fria pun tak mengetahui terkait fee tersebut untuk siapa, dan ia hanya mengetahui untuk Syahbudin. 

"Atau pihak lain?" sahut JPU Taufiq.

"Kemudian ke Pak Agung, itu dari keterangan Pak Syahbudin bahwa itu untuk pak Agung dan sebagian untuk aparat hukum," jawan Fria. (*)