• Selasa, 22 Oktober 2024

Lahan Direbut, PTPN VII Ancam Pidanakan PT BMM

Selasa, 11 Februari 2020 - 14.49 WIB
401

Satrya didampingi kuasa hukum Sopian Sitepu dan Ahli Prof Rehngena Purba, di kantor PTPN VII, Selasa (11/2/2020). Foto: Oscar/Kupastuntas.co

Bandar Lampung  - Demi memperjuangkan kekayaan negara, PTPN VII melakukan gugatan terhadap perusahaan swasta yang mengklaim lahan negara dengan mengatasnamakan tanah hak ulayat.

Kasubag Hukum PTPN VII, Satrya Adhitama, mengatakan objek lahan seluas 4.650 hektare yang berada di Way Kanan dan Lampung Utara yang diklaim perusahaan swasta tersebut masih tercatat sebagai aset PTPN VII dan aset kekayaan negara.

"Kami memperjuangkan atas kekayaan negara sesuai porsinya, dan kami tidak ingin lahan seluas 4.650 hektare beralih kepemilikan swasta yakni PT BMM," kata Satrya, didampingi kuasa hukum Sopian Sitepu dan Ahli Prof Rehngena Purba, di kantor PTPN VII, Selasa (11/2/2020).

Dikatakan Satrya, upaya hukum yang telah dilakukan ini juga mendapat rekomendasi dari BPK RI lantaran lahan yang diklaim sebagai tanah hak ulayat tak pernah dilepas oleh Kementerian BUMN.

"Poinnya pihak tergugat mengklaim bahwa ada tanah ulayat di atas tanah milik PTPN VII yang sebelumnya merupakan Hak Penguasaan Hutan," tegasnya.

Untuk gugatan itu sendiri, kata Satrya, masih bergulir di Pengadilan Blambangan Umpu, yang mana pada persidangan terakhir terungkap 3.200 akta perjanjian pelepasan hak atas tanah hak ulayat hanya digarap dalam empat hari.

"Atas tanah yang diakui sebagai tanah hak ulayat dijual kepada perusahaan, tapi kalau 3.200 akta kapan dibuatnya dan tidak masuk akal, kami masih beritikad baik, dengan konfirmasi, tapi jika tidak ada, kami akan tindakan tegas," tandasnya.

Sementara itu, Sopian Sitepu, menambahkan, bahwa tanah tersebut sudah diberikan pengelolaannya oleh pemerintah melalui Hak Penguasaan Hutan.

"Dan ditelisik dari tahun 80-an itu sudah tidak ada tanah ulayat, sehingga kami beranggapan jika alasan hak yang diakui oleh tergugat tidak ada," tegasnya.

Sopian pun menegaskan, akan fokus pada gugatan pidana karena pada saat pembuktian persidangan gugatan yang lalu ditemukan dugaan pemalsuan surat.

"Sangat valid adanya pemalsuan sehingga ada dasar sebagai bukti laporan," tutupnya.

Terpisah, saksi ahli Prof Rehngena Purba, mengatakan jika ada masyarakat mengaku klaim sebagai tanah ulayat, maka harus melakukan kajian penelitian yang melibatkan akademisi, pakar hukum adat, tokoh adat, LSM pemerintah setempat.

"Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara subyek yang mengaku pemilik tanah ulayat dengan obyek tanah ulayat sesuai Permenag/BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat," tutupnya. (*)

Editor :