Kasihan, Hidup Sebatang Kara, Kakek ini Makan Mengandalkan Pemberian Tetangga

Kakek sebatang kara, yang tinggal di Desa Sumberhadi, Kecamatan Melinting, Lampung Timur, butuh perhatian khusus dari Pemerintah setempat.Foto:Agus
Lampung Timur-Poniran hidup sebatang karang dalam kondisi memprihatinkan.
Ia hanya menghuni rumah papan dan mengandalkan air hujan, untuk kebutuhan
sehari-hari. Sesekali tetangga yang iba memberikan air bersih yang lebih layak
dan nasi sepiring untuk makan.
Sorotan sinar matahari menerobos celah-celah dinding geribik yang robek
terkoyak usia, saat seorang kakek sepuh berumur 70 tahun tampak duduk di depan
tungku untuk merebus air. Kuali ukuran 2 liter terlihat hitam pekat seperti
barang tak berguna habis terbakar.
Kulit sudah mengriput, pandangan matanya sudah tidak tajam lagi, jalannya
sudah membungkuk pertanda tulang punggungnya sudah merapuh. Pria bernama
Poniran hidup sebatang kara di Dusun V, Desa Sumberhadi, Kecamatan Melinting,
Lampung Timur.
Dari jalan desa, terlihat gubuk berdinding papan dengan ukuran 3x5 meter.
Gubuk itu merupakan surga bagi kakek sebatang kara itu. Disamping kiri rumah
kecil milik Poniran berjajar beberapa kaleng bekas, dan dua ember plastik.
Barang bekas itu dimanfaatkan kakek sepuh tersebut untuk menampung air hujan
yang digunakan untuk mandi dan keperluan lainnya.
"Kalau tidak hujan, biasanya dikasih air sama tetangga," kata
Poniran saat ditemui di kediamannya, Selasa (11/2/2020).
Poniran berjalan tertatih dari arah belakang rumahnya. Setelah membuka
pintu tampak ruang tamu berlantai tanah, dua kursi kayu memanjang dan meja kayu
ukuran 1,5 meter sebagai tempat duduk tamunya. Di sudut pojok sebelah barat
terlihat sebuah lemari kayu usang masih lengkap dengan cermin namun sudah
buram.
"Ini rumah saya, sehari-hari kesibukan saya cari kayu bakar untuk
masak. Kalau makan sering dikasih tetangga, karena saya sudah tidak sanggup
kerja lagi" ujar ujar kakek ini.
Ada dua ruang kecil berhadapan, sebelah barat digunakan untuk tidur, berisi
"amben" reot, dan kasur usang menjadi landasan tidur malam kakek
sepuh itu, dengan kelambu yang sudah lusuh digunakan sebagai perlindungan dari
nyamuk di malam hari.
Ruang sebelah timur, dengan lantai tanah beralas karung bekas, digunakan
sebagai tempat sembahyang kakek tua itu. Terlihat tali tambang membentang
menjadi tempat sebuah sajadah dan sarung tersampir tidak teratur.
Lalu satu ruang paling belakang, dapur tak layak masih bermanfaat baginya,
meskipun dinding geribik yang sudah banyak tersulam dengan plastik masih
dimanfaatkan untuk memasak.
"Tidak pernah masak aneh-aneh paling cuma rebus air, untuk buat teh
dan mandi. Kalau siang sering dikirim nasi sama sayur sepiring untuk sarapan.
Kalau sore tidak ada yang kasih makan, ya tidak makan. Tapi kalau pas dikasih
beras dari desa bisa masak, biasanya sebulan sekali dikasih beras gratis,"
ungkapnya dengan raut wajah penuh pasrah.
Ironisnya, di rumah itu tidak ada tempat mandi. Melainkan hanya sepetak
ruang dari dinding papan ukuran 1x1 meter untuk membuang hajat kecil dan buang
air besar, dan tidak ada tempat menampung air bersih. (*)
Berita Lainnya
-
Tambang Pasir Ilegal di Labuhan Maringgai Disegel, DLH dan ESDM Lampung Pasang Plang di Enam Titik
Kamis, 03 Juli 2025 -
Tujuh Gajah Liar Terjebak di Kebun Warga, Bupati Lampung Timur Turun Tangan
Rabu, 02 Juli 2025 -
270 Pegawai Terima SK P3K, Bupati Ela Minta Tingkatkan Kinerja dan Layani Masyarakat Sepenuh Hati
Rabu, 02 Juli 2025 -
LSM AKSI Datangi Inspektorat Lamtim Pertanyakan Hasil Penyelidikan Dugaan Korupsi Dana Desa
Selasa, 01 Juli 2025