Mental Priyayi
Bung Kupas - Kinerja pimpinan di perusahaan swasta dengan perusahaan negara (BUMN), ibarat bumi dengan langit. Gambaran itu terlintas dalam benakku saat menyaksikan talkshow di sebuah televisi swasta, yang sedang membahas mungkinkah menyinergikan perusahaan swasta dan BUMN.
Yang cukup menarik perhatianku, saat narasumber dari kalangan legislator membandingkan bagaimana kinerja sebuah perusahaan perkebunan swasta dengan perusahaan perkebunan milik negara. Perusahaan swasta yang hanya terdiri lima direksi itu, ternyata memiliki laba lebih besar dibandingkan perusahaan perkebunan milik negara yang punya belasan cabang perusahaan. Pertanyaannya kemudian apa ada yang salah?
Pertanyaan itu pun dijawa seorang narasumber lainnya yang mewakili sebuah kementerian, yang secara blak-blakan membeberkan jika mental kinerja petinggi perusahaan swasta dan dan perusahaan negara sangat berbeda jauh.
Bahkan, narasumber ini secara gamblang menyatakan jika sebagian besar petinggi perusahaan negara dulu dan saat ini masih memiliki mental priyayi, yang terkesan ingin terus dilayani dan bukan melayani.
Ia mencontohkan, saat petinggi perusahaan negara datang ke sebuah daerah, pasti akan ada belasan orang yang akan menyambut kedatangannya di bandara. Ini mengilustrasikan jika mental priyayi masih melekat pada jajaran petinggi perusahaan negara.
Pertanyaannya apa hubungannya dengan kinerja perusahaan? Tentu sangat berdampak kata narasumber lainnya. Petinggi perusahaan negara selalu minta terus dihargai dan disanjung, sehingga sering selalu minta dilayani. Padahal, belum tentu memiliki kinerja yang luar biasa.
Berbeda dengan perusahaan swasta, saat dipilih menduduki jabatan tertinggi memang memiliki kemampuan bisnis yang bisa diandalkan. Dan punya jiwa melayani, sehingga perusahaan yang dipimpin bisa berkembang dan maju.
Sehingga tidak heran, saat petinggi perusahaan swasta masuk ke jajaran perusahaan negara akan cukup kaget melihat kondisi dan ritme kinerja di dalamnya. Dan tidak heran pula, jika sebagian besar perusahaan negara kalah bersaing dengan perusahaan swasta yang memang selalu melakukan inovasi untuk memajukan perusahaannya. Berbeda dengan perusahaan negara, yang terkesan mengandalkan subsidi negara untuk keberlangsungan perusahaannya. (*)
Berita Lainnya
-
Dinamika Pilkada Serentak 2024 di Tengah Transisi Kepemimpinan Nasional, Oleh: Donald Harris Sihotang
Selasa, 23 Juli 2024 -
Pemeriksaan Kejagung, Ujian Berat Eva Dwiana Menjelang Pilkada Bandar Lampung 2024, Oleh: Donald Harris Sihotang
Rabu, 17 Juli 2024 -
Kota Baru, Menghidupkan Kembali Impian yang Terbengkalai di Pilkada Gubernur Lampung 2024, Oleh: Donald Harris Sihotang
Senin, 15 Juli 2024 -
Pilkada 2024: Perubahan Regulasi dan Dampak Politik Dinasti, Oleh: Donald Harris Sihotang
Rabu, 03 Juli 2024