• Minggu, 22 Desember 2024

TAJUK: Apresiasi DPRD Lampung

Jumat, 17 Januari 2020 - 07.57 WIB
54

TAJUK - Perjuangan warga Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan untuk menyetop aktifitas tambang pasir di perairan Gunung Anak Krakatau (GAK) yang dilakukan PT Lautan Indonesia Persada (LIP), akhirnya membuahkan hasil. DPRD Lampung telah mengirimkan surat rekomendasi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT LIP di kawasan perairan GAK ke Pemprov Lampung.

Surat rekomendasi yang ditandatangani langsung Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay itu, dikirimkan ke Pemprov Lampung pada Kamis (16/1/2020). Dalam rekomendasinya, DPRD Lampung minta Pemprov Lampung memastikan adanya peningkatan zona pengawasan di wilayah tambang PT LIP serta tidak boleh ada lagi izin baru setelah Maret 2020 pada perusahaan tersebut dan perusahaan lainnya.

Keputusan DPRD Lampung menyikapi kisruh PT LIP ini patut diapresiasi. Paling tidak, DPRD Lampung telah menunjukan keberpihaknya kepada rakyat, dalam menyikapi tambang pasir di kawasan perairan GAK.

Harus ada ketegasan dari pemerintah dalam menyikapi segala kegiatan penambangan yang terindikasi bakal merugikan masyarakat. Pasalnya, dampak kegiatan penambangan secara serampangan yang bakal memicu terjadi bencana, pemerintah juga akhirnya yang harus mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk membantu para korban.

Jangan sampai pengusaha yang menikmati keuntungan dari kegiatan penambangan itu, akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung akibatnya. Masih belum terhapus dalam ingatan, bagaimana bencana banjir dan longsor menerjang DKI Jakarta dan sejumlah wilayah di Banten dan Jawa Barat saat awal tahun 2020 kemarin. Bukan hanya kerugian materiil yang ditimbulkan, puluhan korban nyawa pun melayang.

Baca Juga: Komisi II DPRD Resmi Keluarkan Surat Rekomendasi Pencabutan Izin Operasional PT LIP

Dengan kata lain, tidak ada toleransi sedikit pun terhadap aksi penambangan yang akan berimplikasi merusak lingkungan. Harus ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum kepada para pelaku kejahatan lingkungan, sebelum para korban berjauhan akibat bencana yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktifitas pertambangan tersebut.

Sebagai catatan, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menindak sedikitnya 1.384 tambang ilegal dalam kurun waktu tahun 2013 hingga 2017.

Menilik data Polri tersebut, tambang ilegal paling banyak ditemukan pada tahun 2013 dengan total mencapai 403 tambang. Jumlah tersebut kemudian turun pada dua tahun berikutnya. Pada 2015 terdapat 317 kasus, lalu pada 2014 hanya 173 kasus tambang ilegal.

Mantan Wakil Ketua KPK KPK Laode M Syarif juga pernah mengungkapkan, pihaknya telah menyerahkan hasil temuan dan rekomendasi terkait izin tambang ilegal. Laode menyebut, dari total 10.000 izin tambang yang ada, sekitar 60 persen bersifat ilegal.

Yang disesalkan Laode, Kementerian ESDM belum merespons hasil temuan KPK itu. Laode mengatakan, tidak ada satu pun kasus izin tambang ilegal yang diselidiki oleh Kementerian ESDM. Padahal, Kementerian ESDM memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang berwenang melakukan penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana.

Sementara KPK menemukan banyak perusahaan tambang yang melakukan pelanggaran hukum, misalnya tidak membayar jaminan reklamasi dan tidak menutup lubang bekas tambang setelah dieksplorasi. Harus diingat, bumi ini bukan warisan dari orang tua, namun hanya titipan anak cucu yang harus dijaga kelestariannya sampai kapan pun. Harus ada tindakan tegas terhadap pengusaha tambang yang terbukti kuat melakukan pengrusakan lingkungan. (*)


Baca juga artikel lainnya terkait PT LIP dan Tambang Ilegal

Editor :