• Minggu, 24 November 2024

Was-was Ikut Asuransi

Rabu, 15 Januari 2020 - 07.47 WIB
162

Zainal Hidayat, SH.

Bung Kupas - Beberapa hari ini istri di rumah uring-uringan menyaksikan pemberitaan dugaan kasus korupsi di PT Jiwasraya. Istri semakin gelisah, saat muncul lagi pemberitaan dugaan korupsi di PT Asabri. Kekesalan istri muncul spontan, karena kami juga kini menjadi salah satu klien dari sebuah perusahaan asuransi swasta di Provinsi Lampung.

Sudah hampir sembilan tahun, kami menjadi nasabah dari perusahaan asuransi tersebut. Kami sengaja ikut asuransi pendidikan, agar bisa meringankan biaya anak sulung kami, terutama saat akan memasuki jenjang kuliah nanti.

Selama ini, perusahaan asuransi tempat kami bernaung tidak pernah bermasalah. Klaim tahapan pertama anak sulung kami, dibayarkan sesuai dengan perjanjian yang sudah diteken. Kami akui, dengan berasuransi kami sangat terbantu, terutama saat memasuki tahun ajaran baru.

Masih teringat saat anak pertama masuk jenjang SMP, klaim tahapan sebesar Rp5,5 juta dikucurkan sesuai perjanjian. Tahun 2020 ini, anak sulung kami akan masuk jenjang sekolah menengah menengah atas. Sesuai perjanjian, kami akan kembali menerima klaim tahapan kedua dengan nilai yang lebih besar dari klaim tahapan pertama.

Persoalannya, istri tiba-tiba minta agar setelah klaim tahapan kedua diterima langsung ditutup saja ikut asuransinya. Tentu saja hal itu sempat membuat saya cukup terkejut. Usut punya usut, ternyata istri khawatir premi yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali itu akan macet. Istri khawatir masalah yang kini terjadi di PT Jiwasraya dan PT Asabri akan merembet ke perusahaan asuransi tempat kami bergabung.

“Perusahaan asuransi punya negara saja bisa dikorupsi. Masih untung punya negara, karena negara bisa ganti. Terus kalau perusahaan asuransi kita kalau bermasalah, siapa yang akan ganti,” kata istri memberikan alasan.

 Saya bisa memahami kenapa istri di rumah begitu bersikeras akan menutup asuransi pendidikan yang kami ikuti. Ia yang merasakan langsung bagaimana menyisihkan rupiah demi rupiah untuk membayar premi setiap tiga bulan sekali. Tidak berlebihan, jika kini istri merasa was-was dan menginginkan mengambil semua uang yang sudah ditanam di perusahaan asuransi tersebut.

Tidak menutup kemungkinan, apa yang kini dilakukan istri saya, juga sama dilakukan istri-istri orang lain. Tujuannya cuma satu, tidak ingin uang yang sudah dikumpulkan tahunan menjadi bermasalah.

Harus diakui, kasus yang kini melilit PT Jiwasraya dan PT Asabri sangat berdampak luas bagi masyarakat. Masyarakat semakin was-was saat akan ikut asuransi. Tidak berlebihan, jika Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan jika kasus PT Jiwasraya bisa berdampak pada  investasi di Tanah Air.

Sama seperti Erick Thohir yang sedang dibuat pusing bagaimana menyelesaikan kasus PT Jiwasraya dan PT Asabri. Saya pun juga dibuat pusing harus melobi perusahaan asuransi tempat kami bernaung, agar bersedia mengurus penutupan kepesertaan asuransi kami dengan mudah dan cepat. (*)

Editor :