Nuansa - Hujan rintik dan semilir angin malam menyelubung di kampung saya. Terlihat pada layar handphone waktu menunjukkan pukul 22.15 WIB. Pada saat itu, dua rekan saya sebut saja Kacung dan Komeng bercengkrama di atas cakrok (pos ronda). Keduanya berselimut sarung, sedikit menghalau dingin malam di musim hujan.

"Kung, kung, kung, kung," suara katak bersahutan dari berbagai kubangan air, seolah sedang merayakan sesuatu.

"Apa yang diteriakin katak, malam-malam seperti ini bikin brisik telinga manusia yang sedang istirahat," ucap Kacung.

"Biarkan mereka (katak-katak) bersenandung menikmati perubahan musim, dari musim kemarau ke musim hujan, toh itu sebagai rasa sukur rombongan katak menyambut guyuran hujan," saut Komeng.

"Musim hujan ini masa kawin katak, buktinya di setiap kubangan muncul ribuan kecebong menari-nari," terang Komeng.

Bahkan, kata Komeng, bukan hanya katak dan cebong yang bersenandung ria, kelelawar pun mendapat merasa bahagia menyambut datangnya musim ini.

"Kok bisa, apa yang dirasakan kelelawar atas datangnya musim hujan, kelelawar kan binatang yang tidak suka berendam dalam air," jawab Kacung.

"Buktinya setiap pagi di teras rumah saya, berserakan serbuk buah-buahan bercampur dengan kotoran kelelawar," jelas Komeng.

Artinya, kata Komeng, musim hujan ini semua tanaman buah memunculkan buahnya hingga dapat dinikmati Kelelawar yang selama kemarau tidak dapat ditemui.

"Coba pas kemarau kemarin, tidak musim buah di sekitaran rumah, tidak ada kelelawar singgah. Semua kubangan juga mengering tidak ada nyanyian katak dan tarian kecebong," jelas Komeng.

Dari percakapan Kacung dan Komeng, saya menyimpulkan bahwa musim hujan menjadi musim yang dinantikan semua mahluk hidup, karena akan banyak kebaikan yang didatangkan. Meskipun demikian, tak jarang bencana melanda saat musim hujan tiba. Jangan salahkan hujan, tapi mari sama-sama menjaga kelestarian alam agar setiap hujan datang semua senang. (*)