Ribuan Nelayan di Lampung Timur Sulit Dapatkan Solar Bersubsidi

SPBN Pesisir Laut Labuhan Maringgai, sudah tiga bulan tidak beroprasi, nelayan tidak bisa menikmati solar subsidi, Sabtu (4/1/2020). Foto : Agus/kupastuntas.co
Lampung Timur - Selama tiga bulan Setasiun Pengisian Bahan Bakar
Nelayan (SPBN) yang berada di Labuhan Maringgai, Lampung Timur berhenti oprasi.
Hal tersebut menyebabkan ribuan kapal nelayan tidak bisa menikmati Bahan Bakar
Minyak (BBM) jenis Solar.
Untuk memenuhi
kebutuhan oprasional berlayar, terkait dengan bahan bakar (solar) ribuan
nelayan Pesisir Labuhan Maringgai, Lampung Timur harus membeli solar non
subsidi dengan harga Rp. 6 ribu sampai Rp. 7 ribu per liter. "Ya, karena
SPBN tidak beroprasi, kami nelayan harus beli dengan harga non subsidi melalui
pedagang eceran,” ujar Kelvin nelayan Labuhan Maringgai, Sabtu (4/1/2020).
Lanjut Kelvin, untuk sekali berlayar dengan waktu 10 hari di
tengah laut solar yang dibutuhkan setidaknya 400 liter, artinya dengan selisih
harga seribu per liter antara solar subsidi dan non subsidi sudah Rp. 400 ribu
penambahan biaya untuk satu kali berlayar, "kalau beli di SPBN harganya
Rp. 5.150 per liter, kalau beli di eceren Rp. 6.500," ujar Kelvin.
Sementara itu, pengelola SPBN Binamina Pesisir Labuhan Maringgai, Alfian mengakui SPBN yang
dikelolanya sudah tiga bulan berhenti disebabkan habis kontrak, "kontrak
SPBN 10 tahun, dan kontrak kami habis pada Oktober lalu,” ujar Alfian.
Sejak April 2019 Alfian sudah melakukan perpanjangan kontrak, namun birokrasi perpanjangan di Lamtim dinilai rumit, "untuk buat ijin lingkungan saja pemda mematok anggaran 15 juta,” Kata Alfian.
Sementara jika terlalu dipersulit dalam kepengurusan ijin penambahan kontrak SPBN, dampak negatif yang merasakan tidak lain ribuan nelayan yang ada di Labuhan Maringgai. Sementara SPBN yang di kelolanya membawahi 1.100 kapal nelayan, tentu dampak yang di alami nelayan yaitu membeli solar dengan harga non subsidi yang lebih mahal dari harga subsidi.
"Saya tidak
perlu bicara dari mana nelayan dapat solar subsidi, namun harga itu sudah
permainan para tengkulak,” kata Alfian.
Jika Pertamina
memenuhi kebutuhan solar nelayan Labuhan Maringgai, dalam satu hari harus
mengeluarkan 16 tangki, itu kuota yang harus dipenuhi pertamina, namun SPBN
yang dikelola Alfian hanya mendapat kuota 18 tangki per bulan, dan meskipun
SPBN beroprasi tengkulak masih berkiprah karena kebutuhan nelayan yang tidak
terpenuhi.
Berita Lainnya
-
Tambang Pasir Ilegal di Labuhan Maringgai Disegel, DLH dan ESDM Lampung Pasang Plang di Enam Titik
Kamis, 03 Juli 2025 -
Tujuh Gajah Liar Terjebak di Kebun Warga, Bupati Lampung Timur Turun Tangan
Rabu, 02 Juli 2025 -
270 Pegawai Terima SK P3K, Bupati Ela Minta Tingkatkan Kinerja dan Layani Masyarakat Sepenuh Hati
Rabu, 02 Juli 2025 -
LSM AKSI Datangi Inspektorat Lamtim Pertanyakan Hasil Penyelidikan Dugaan Korupsi Dana Desa
Selasa, 01 Juli 2025
Untuk memenuhi
kebutuhan oprasional berlayar, terkait dengan bahan bakar (solar) ribuan
nelayan Pesisir Labuhan Maringgai, Lampung Timur harus membeli solar non
subsidi dengan harga Rp. 6 ribu sampai Rp. 7 ribu per liter. "Ya, karena
SPBN tidak beroprasi, kami nelayan harus beli dengan harga non subsidi melalui
pedagang eceran,” ujar Kelvin nelayan Labuhan Maringgai, Sabtu (4/1/2020).
Lanjut Kelvin, untuk sekali berlayar dengan waktu 10 hari di
tengah laut solar yang dibutuhkan setidaknya 400 liter, artinya dengan selisih
harga seribu per liter antara solar subsidi dan non subsidi sudah Rp. 400 ribu
penambahan biaya untuk satu kali berlayar, "kalau beli di SPBN harganya
Rp. 5.150 per liter, kalau beli di eceren Rp. 6.500," ujar Kelvin.
Sementara itu, pengelola SPBN Binamina Pesisir Labuhan Maringgai, Alfian mengakui SPBN yang
dikelolanya sudah tiga bulan berhenti disebabkan habis kontrak, "kontrak
SPBN 10 tahun, dan kontrak kami habis pada Oktober lalu,” ujar Alfian.
Sejak April 2019 Alfian sudah melakukan perpanjangan kontrak, namun birokrasi perpanjangan di Lamtim dinilai rumit, "untuk buat ijin lingkungan saja pemda mematok anggaran 15 juta,” Kata Alfian.
Sementara jika terlalu dipersulit dalam kepengurusan ijin penambahan kontrak SPBN, dampak negatif yang merasakan tidak lain ribuan nelayan yang ada di Labuhan Maringgai. Sementara SPBN yang di kelolanya membawahi 1.100 kapal nelayan, tentu dampak yang di alami nelayan yaitu membeli solar dengan harga non subsidi yang lebih mahal dari harga subsidi.
"Saya tidak
perlu bicara dari mana nelayan dapat solar subsidi, namun harga itu sudah
permainan para tengkulak,” kata Alfian.
Jika Pertamina
memenuhi kebutuhan solar nelayan Labuhan Maringgai, dalam satu hari harus
mengeluarkan 16 tangki, itu kuota yang harus dipenuhi pertamina, namun SPBN
yang dikelola Alfian hanya mendapat kuota 18 tangki per bulan, dan meskipun
SPBN beroprasi tengkulak masih berkiprah karena kebutuhan nelayan yang tidak
terpenuhi.
- Penulis :
- Editor :
Berita Lainnya
-
Kamis, 03 Juli 2025
Tambang Pasir Ilegal di Labuhan Maringgai Disegel, DLH dan ESDM Lampung Pasang Plang di Enam Titik
-
Rabu, 02 Juli 2025
Tujuh Gajah Liar Terjebak di Kebun Warga, Bupati Lampung Timur Turun Tangan
-
Rabu, 02 Juli 2025
270 Pegawai Terima SK P3K, Bupati Ela Minta Tingkatkan Kinerja dan Layani Masyarakat Sepenuh Hati
-
Selasa, 01 Juli 2025
LSM AKSI Datangi Inspektorat Lamtim Pertanyakan Hasil Penyelidikan Dugaan Korupsi Dana Desa