Parkir Dana di Kasino
Bung Kupas - Anggaran yang begitu besar dikelola oleh sebuah daerah baik yang bersumber dari APBD maupun APBN, ternyata membuat sejumlah kepala daerah tergiur untuk coba-coba mengendapkannya agar bisa mendapat keuntungan dari bunga yang diterima. Jika dana itu diparkir dalam sebuah bank pemerintah atau swasta, mungkin masih bisa sedikit dimaklumi.
Namun, bagaimana jika dana itu diparkir di pusat perjudian atau kasino. Tentu saja akan langsung menuai kritik. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku seorang kepala daerah sudah diambil sumpah dan janji untuk tidak melakukan perbuatan tercela saat menjabat, salah satunya tidak terlibat perjudian.
Hal itu lah yang kini diungkap Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin yang menyatakan pihaknya mendapati sejumlah transaksi kepala daerah yang menyimpan uang senilai Rp50 miliar di kasino luar negeri. Pernyataan itu disampaikan dalam Refleksi Akhir Tahun di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Memang, Kiagus Ahmad Badaruddin tidak membeberkan secara detail siapa nama kepala daerah tersebut. Termasuk, apakah dana yang diparkir di kasino tersebut milik pribadi atau milik daerah. Karena, ia tak ingin membuat gaduh soal temuan pencucian uang oleh kepala daerah itu. Menurutnya, PPATK hanya ingin melakukan pencegahan sesuai kewenangannya.
Baca Juga: Banyak Orang Sakit
Setidaknya PPATK sudah memberikan sinyal, jika masih ada kepala daerah yang coba-coba mengeruk keuntungan secara instan, dengan memparkirkan dananya entah itu milik daerah atau pribadi di kasino.
Mempermainkan uang APBD untuk mendapat keuntungan pribadi, juga pernah dilakukan mantan Bupati Lampung Timur Satono. Satono memparkirkan uang APBD mencapai Rp100 miliar lebih ke Bank Tripanca milik Sugiarto Wiharjo alias Alay. Sampai akhirnya, Bank Tripanca tidak bisa mengembalikan dana simpanan milik Pemkab Lampung Timur tersebut. Bahkan, hingga kini Satono masih menjadi buronan kejaksaan akibat kasus tersebut.
Kembali ke dana kepala daerah yang parkir di kasino, aparat penegak hukum harus bisa mengungkapnya sampai tuntas. Jika tidak, kasus seperti ini bisa diiikuti kepala-kepala daerah yang lain, dengan tujuan bisa mendapatkan bunga atau keuntungan dari dana yang disimpan tersebut.
Baca Juga: Sesaknya Jumlah Napi Mencapai 580, Lapas Kota Metro Over Load
Meskipun dana yang disimpan milik pribadi kepala daerah, namun itu sudah melanggar aturan karena sudah masuk perbuatan tercela. Dan si kepala daerah bisa dihentikan secara tidak hormat. Apalagi, jika dana yang disimpan di kasino adalah dana APBD daerah setempat. Tentu saja pelanggaran hukumnya akan lebih kompleks.
Pertanyaannya, apakah informasi PPATK ini hanya akan sekadar menjadi perbincangan dan bahan diskusi di televisi dan bahasan di media massa? Atau akan menjadi data awal yang bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum untuk bisa mengungkap siapa sebenarnya oknum kepala daerah yang terlibat di dalamnya, termasuk motifnya melakukan hal itu. (*)
Berita Lainnya
-
Dinamika Pilkada Serentak 2024 di Tengah Transisi Kepemimpinan Nasional, Oleh: Donald Harris Sihotang
Selasa, 23 Juli 2024 -
Pemeriksaan Kejagung, Ujian Berat Eva Dwiana Menjelang Pilkada Bandar Lampung 2024, Oleh: Donald Harris Sihotang
Rabu, 17 Juli 2024 -
Kota Baru, Menghidupkan Kembali Impian yang Terbengkalai di Pilkada Gubernur Lampung 2024, Oleh: Donald Harris Sihotang
Senin, 15 Juli 2024 -
Pilkada 2024: Perubahan Regulasi dan Dampak Politik Dinasti, Oleh: Donald Harris Sihotang
Rabu, 03 Juli 2024