• Selasa, 24 Desember 2024

Lokasi Galian Tambang Pasir Ilegal di Lampung Timur Tersebar di Empat Kecamatan

Rabu, 23 Oktober 2019 - 07.41 WIB
1.1k

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Lokasi tambang pasir ilegal di Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) saat ini tersebar di empat kecamatan. Jika tidak dihentikan, dikhawatirkan galian pasir ilegal akan meluas ke kecamatan lain.
Empat kecamatan di Lamtim yang kini menjadi lokasi galian pasir ilegal berada di Kecamatan Pasir Sakti, Labuhan Maringgai, Karya Makmur dan Braja Selebah. Dari empat kecamatan tersebut, Kecamatan Pasir Sakti yang terkena dampak kerusakan lingkungan paling parah dari aktifitas tambang pasir ilegal.

Pantauan Kupas Tuntas di lapangan, tambang pasir ilegal di Kecamatan Pasir Sakti tersebar di Desa Labuhan Ratu, Kedung Ringin, Rejomulyo, Mulyosari, Sumur Kucing dan Mekarsari (lihat tabel). Dari enam desa tersebut, luas galian pasir yang sudah ditambang mencapai 250 hektar lebih.

"Kalau diglobalkan lebih 250 hektar mas. Dan yang paling parah di Desa Mekarsari," kata Camat Pasir Sakti Sibran Mulsi, Selasa (22/10).

Untuk di Kecamatan Labuhan Maringgai, tambang pasir ilegal berada di Desa Sukorahayu, Karanganyar dan Sriminosari.  Camat Labuhan Maringgai, Indrawati mengatakan dari tiga desa tersebut tidak lebih 50 hektar yang sudah ditambang pasirnya.

"Kalau di Labuhan Maringgai, areal tambang pasir belum begitu meluas sih. Tapi kalau tidak segera dicegah dikhawatirkan bisa meluas ke desa-desa lainnya," Kata Indrawati, kemarin.

Sementara lokasi tambang pasir yang berada di Kecamatan Way Karya dan Braja Selebah, baru beroperasi sekitar 2-4 tahun terakhir.

Di Kecamatan Waway Karya, lokasi tambang pasir ilegal masih terfokus di Desa Margabatin. Sementara di Kecamatan Braja Selebah, aktifitas tambang pasir ilegal baru ada di Desa Brajakuhur.

Satu hari Setiap Galian Produksi 10 Rit Pasir

Seorang kuli pasir di Desa Margabatin menuturkan, dalam satu hari untuk satu lokasi galian bisa menghasilkan 10 rit pasir. "Satu lokasi galian bisa dapat 10 rit pasir sehari itu pasti. Dengan harga jual mencapai Rp300 ribu per rit pasirnya," kata kuli pasir yang tidak mau menyebutkan namanya ini.

Tambang Pasir di Lamtim jadi Masalah yang Mengambang

Menanggapi maraknya tambang pasir ilegal di Lampung Timur ini, Wakil Ketua DPRD Lamtim Akmal Fathoni meminta dinas terkait untuk menyikapi secara bijak.

Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, sikap bijak dimaksud adalah ada tambang pasir ilegal yang harus ditutup total dan ada yang perlu dipertimbangkan. Karena, kata dia, kebutuhan pasir untuk pembangunan baik pribadi maupun pembangunan tetap harus terpenuhi.

Menurut Akmal, persoalan tambang pasir ilegal di Lampung Timur selama ini menjadi masalah yang mengambang. Tidak ada izin, tapi tetap ada ekplorasi.

“Seharusnya ada upaya pemerintah memberikan arahan mengenai zona lokasi yang bisa dilakukan pertambangan dan zona yang tidak boleh ditambang. Dan perlu adanya tindakan tegas dari pihak terkait seperti dinas perizinan, pertambangan dan lingkungan hidup," kata Akmal Fathoni.

Ia melanjutkan, setelah alat kelengkapan dewan terbentuk, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait maraknya tambang pasir ilegal itu, termasuk sidak ke lapangan bertemu dengan masyarakat terutama penambang pasir. "Soal pasir perlu adanya revisi perda RTRW, sehingga tidak berdampak pada kerusakan lingkungan,” tegasnya.

Anggota DPRD Lamtim lainnya, Wayan Suriya mengakui jika persoalan tambang pasir ilegal di Lampung Timur merupakan masalah klasik. Artinya, kata dia, masalahnya sudah lama terjadi, namun tidak ada tindakan tegas dari pemerintah atau dinas terkait.

Menurut Politisi PDI Perjuangan ini, jika memang bisa semestinya pemerintah memberikan izin resmi soal tambang pasir tersebut. Namun, kata dia, harus ada batasan atau peraturan khusus agar tidak merusak lingkungan, dengan menertibkan kedalaman dan pemanfaatan pasca pengerukan.

Dikatakan, tambang pasir terus ada karena banyak warga yang menyandarkan hidupnya dari aktivitas tambang tersebut. "Jika tambang pasir ditegaskan ditutup, akan banyak pengangguran khususnya di Kecamatan Pasir Sakti," ujar Wayan.

Wayan Suriya mengaku dirinya pernah bekerja di perusahaan eksplorasi pasir di Lampung Timur sebelum duduk di legislatif. Saat bekerja di perusahaan tambang pasir di Lamtim, pihaknya kerja sama dalam penjualan pasir. “Kenapa harus bekerja sama dengan perusahaan, karena pasir di Kecamatan Pasir Sakti rata-rata dijual ke Jakarta, bukan dijual di lokalan,” ungkapnya.

Masyarakat Belum Sadar Bahaya Lingkungan Akibat Tambang Pasir Ilegal

Di tempat terpisah, anggota DPRD Provinsi Lampung asal Lampung Timur Ketut Erawan mengungkapkan, penambangan pasir ilegal di Lamtim masih marak karena masyarakat setempat tetap bandel meskipun sudah ada pelarangan.

Ketut Erawan mengaku, pihaknya ketika bertugas di komisi IV DPRD Lamtim telah menyetop semua tambang pasir ilegal di Lamtim.

"Sekarang tergantung masyarakatnya. Kita sudah melarang perusahaan, tetapi masyarakatnya masih melakukan penambangan. Kita harus memberi pengarahan ke masyarakat tentang risiko dampak lingkungan dari aktivitas tambang pasir ilegal. Masyarakatnya juga diam-diam menjual hasil tambang pasir karena diklaim hak miliknya," ujar Ketut.

Ketut menduga, saat ini masyarakat sudah bekerja sama dengan pengusaha ilegal dalam mengeksplorasi tambang pasir seperti di daerah Kuala Penet. Meskipun diketahui wilayah tersebut adalah zona merah untuk segala kegiatan penambangan.

"Ini sekarang dia (masyarakat) bekerja sama dengan perusahaan, ini permasalahannya. Dan masyarakatnya juga belum sadar tentang kerusakan lingkungan yang mengancam di wilayahnya," ujarnya.

Kedepan, pihaknya akan mencoba kembali mengunjungi ke setiap lokasi tambang pasir di Lamtim untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Ia akan menggandeng Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung. (Agus/Erik)

Telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Rabu, 23 Oktober 2019 berjudul "Tambang Pasir Ilegal di Lampung Timur, Lokasi Galian Tersebar di Empat Kecamatan"

Editor :