• Minggu, 14 September 2025

Bertugas di Perbatasan Timor Timur, Achmad Saefullah Tak Lihat Anak Lahir

Senin, 09 September 2019 - 08.49 WIB
499

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebagai seorang Perwira di TNI AD, Achmad Saefullah sudah malang melintang dalam penugasan di berbagai wilayah NKRI. Mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Timor Timur (sekarang Timor Leste). Hanya tanah Papua yang belum sempat ia injak.

Namun dalam penugasan, tentu ada suka dukanya. Terutama jika menjalani tugas operasi dalam waktu yang lama. Berpisah dengan keluarga tentu jadi hal yang biasa dilalui oleh seorang prajurit, meskipun itu berat. Hal itu juga dialami oleh Achmad Saefullah.

Saat Provinsi Timor Timur bergejolak menuntut merdeka dari NKRI, Achmad ditugaskan kesana, tepatnya di Atambua yang berada di Nusa Tenggara Timur. Padahal waktu itu, sang istri, Bettiy Luvieta Muchsin sedang mengandung anak ketiga.

“Di TNI ini kalau kita dapat perintah tidak bisa membantah. Apapun juga situasinya. Waktu itu, istri saya sedang hamil dua bulan. Tapi saya harus berangkat ke perbataan ke Timtim. Sehingga waktu saya pulang, usia anak saya sudah 5 bulan,” kata Achmad bercerita.

Waktu mendengar kabar istrinya melahirkan, Achmad sedang menjalankan tugas patroli mengamankan daerah Atambua yang saat itu merupakan salah satu pusat penampungan pengungsi dari Timor Timur. Ia pun mengadzankan anaknya yang baru lahir dari mobil patroli. Bagi Achmad, itu merupakan pengalaman yang tak terlupakan.

“Jadi waktu lahir, saya sempat mengadzani (anak) di dalam mobil patroli. Nah itulah mengapa anak saya yang ketiga namanya M Hafidz Meitambua. Karena lahir Bulan Mei dan saya sedang di Atambua. Saya kasih nama itu sebagai kenang-kenangan saya di daerah operasi,” imbuhnya.

Meski begitu, Achmad juga bersyukur pernah ditugaskan di berbagai daerah. Karena di setiap tempat penugasan yang baru, ia bertemu dengan banyak orang yang jadinya akrab, dan bahkan sudah seperti saudara.

“Penugasan itu ada sukanya juga, dimana sampai dengan saat ini saya banyak saudara-saudara. Saya ketemu di daerah operasi dan sampai sekarang masih tetap komunikasi. Baik itu warga, aparatur pemerintahan maupun anak buah saya dulu,” imbuhnya.

Cerita soal tugas, Achmad lama berdinas di satuan Kostrad, yaitu selama 11 tahun. Penugasannya pun sudah berjalan mulai darisatuan terkecil sampai di Markas Komando.

“Saya pernah di Detasemen sebagai komandan, di Batalyon selaku wakil komandan, saya pernah di Brigade Infanteri selaku kepala Seksi Intelijen. di Divisi di bagian intelijen, dan di Mako juga bagian intelijen. Jadi dari satuan terkecil hingga terbesar,” jelas dia.

Kemudian ia juga pernah bertugas di Kodam 1 Bukit Barisan dan Kodam 2 Bukit Barisan. Saat bertugas di Korem 043/Garuda Hitam, ia dipercaya sebagai Kasi Intel.

“Kalau di Kodam 1 mulai dari komandan peleton, perwira seksi operasi, komandan kompi. Pindah ke kodim 2 pernah menjabat Perwira Sospol, beralih menjadi seksi teritorial, kemudian di seksi intelijen dan Danramil. Jadi saya sudah meniti berbagai jabatan. Alhamdulilah, pengalaman di daerah baik di pasukan tempur maupun di kewilayahan sudah saya jalani. Memang saya lebih banyak di intelijen,” urainya.

 Adapun, jabatan terakhir Achmad adalah sebagai Pabandia (Perwira Pembantu Madya) di Staf Intelinjen Kodam II Sriwijaya di Palembang dengan pangkat Letkol. Setelah itu, ia memutuskan masuk ke dunia yang baru, yaitu sebagai ASN. (Tampan)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Senin, 09 September 2019 dengan judul "Bertugas di Perbatasan, Tak Lihat Anak Lahir"  

Editor :