• Minggu, 29 September 2024

Mengintip Eksploitasi Tambang Pasir di Labuhanmaringgai dan Pasir Sakti (Bagian II), Perusahaan Menolak Merehabilitasi Lubang Galian

Kamis, 20 Juni 2019 - 07.45 WIB
537

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Perusahaan-perusahaan yang mengelola tambang pasir di Kecamatan Labuhanmaringgai dan Pasir Sakti, Lampung Timur, menghindar dari tanggung jawab merehabilitasi lubang bekas galian. Diduga, pengusaha lebih memilih memberi upeti kepada oknum pejabat sebagai kompensasinya.

Sejumlah perusahaan menghindar dari kewajiban merehabilitasi lokasi bekas galian tambang pasir di Pasir Sakti dan Labuhanmaringai. Tidak heran, jika kini lokasi tambang pasir sudah dipenuhi lubang yang gersang serta lubang yang sudah berubah menjadi danau karena terisi air hujan.

Tokoh masyarakat Desa Kesungringin, Kecamatan Pasir Sakti, Sutarwo mengatakan, aktivitas tambang pasir di wilayahnya marak sejak tahun 2000 hingga 2015.  Saat ini aktivitas tambang pasir sudah mulai berkurang, karena sebagian besar lokasi sudah berkurang kandungan pasirnya.

Menurutnya, masih ada eksploitasi penggalian pasir yang dilakukan oleh perusahaan, namun hanya ada di tiga desa yaitu Desa Rejomulyo, Muliyosari dan Mekarsari. "Saya tidak perlu mengatakan perusahaan mana pemerintah pasti tahu," kata Sutarwo, Rabu (19/06/2019).

Sutarwo mengaku, pada 2007 lalu dirinya juga pernah menyewakan lahannya seluas 1 hektare senilai Rp110 juta dengan sistem royalti. Artinya lanjut dia, setelah dikeruk pasirnya maka perusahaan menyisihkan sebagian keuntungannya untuk memulangkan bekas galian seperti semula. "Waktu itu yang menyewa lahan saya CV Giogiro," ujarnya.

Namun janji perusahaan itu tidak pernah ditepati. Hingga kini bekas tambang pasir hanya berupa lubang galian saja. Sehingga, lahan setempat tidak bisa produktif lagi.

Diakui, ada ratusan masyarakat di Kecamatan Pasir Sakti yang menyewakan lahan ataupun menjual lahan kepada perusahaan hanya untuk diambil kandungan pasirnya. "Kalau dijual, lahan tidak kembali. Harganya lebih tinggi kalau disewakan,” imbuhnya.

Sutarwo melanjutkan, dahulu masyarakat belum memahami akan dampak dari lingkungan yang rusak akibat aktivitas penambangan pasir. Namun, lambat laun setelah melihat kondisi lingkungan mengalami kerusakan, warga baru menyadari. “Kini sudah banyak debu, lingkungan panas dan gersang, sehingga mengganggu kesehatan warga sini,” ungkapnya.

Ironisnya, selama ini pejabat terkait terkesan tutup mata dengan maraknya aktivitas penambangan pasir di kedua kecamatan itu. Termasuk tidak peduli dengan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penambangan pasir tersebut. Ada indikasi, sejumlah perusahaan sudah bekerjasama dengan oknum-oknum pejabat terkait untuk menghindar dari kewajiban merehabilitasi lahan bekas galian pasir.

Pilih Membayar Upeti Hingga Ratusan Juta Rupiah

Sumber Kupas Tuntas yang merupakan mantan karyawan sebuah perusahaan penampung pasir setempat mengungkapkan, dirinya bekerja dengan perusahaan penambang pasir dari tahun 2012 sampai 2014 dengan upah Rp3 juta per bulannya.

Pekerjaan pokoknya hanya memantau sejumlah kuli pasir yang memasukkan kedalam kendaraan truk yang hendak dibawa ke luar daerah. Perusahaan akan mengirim pasir ke Jakarta melalui tongkang.

"Selama tiga tahun saya bekerja dengan perusahaan, sebelumnya saya hanya buruh kuli dengan upah Rp2.500 per kubik," kata sumber yang enggan ditulis namanya ini.

Ia membeberkan, kenapa eksploitasi pasir berjalan tanpa hambatan meskipun tanpa mengantongi izin. Karena setiap ada tamu yang datang baik oknum legislatif maupun eksekutif, perusahaan akan memberikan upeti. Kehadiran oknum pejabat dimaksud dengan dalih ingin melakukan sidak.

"Ya saya sendiri yang membawa uang hingga Rp150 juta, namun untuk orang banyak. Tamunya sekali datang banyak," terangnya. Ia menambahkan, ada sejumlah perusahaan yang pernah menguasai ekploitasi pasir di Kecamatan Pasir Sakti, di antaranya PT JJP, PT SSJ, PT BDAP, PT Wahana Pasir Sakti dan  PT Curah Laju Utama.

"Itu yang saya ingat, sepertinya masih ada lagi. Tapi sudah empat tahun ini eksploitasi pasir tidak lagi marak. Hanya ada di tiga desa saja yaitu, Desa Rejomulyo, Muliyosari dan Mekarsari," imbuhnya.

Di bagian lain, Camat Pasir Sakti Titin mengklaim saat ini tidak ada lagi pengerukan pasir yang dilakukan oleh perusahaan. Kalaupun ada hanya pengerukan yang dilakukan masyarakat lokal untuk keperluan pembangunan di sekitaran Pasir Sakti. "Kalau dari perusahaan sepertinya sudah tidak ada, mungkin lokalan saja," kata Titin. (Tim)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Kamis, 20 Juni 2019 dengan judul "Mengintip Eksploitasi Tambang Pasir di Labuhanmaringgai dan Pasir Sakti (Bagian II), Perusahaan Menolak Merehabilitasi Lubang Galian".

Editor :