• Rabu, 27 November 2024

Petani di Lampung Barat Mengeluh Harga Kopi Anjlok

Minggu, 14 April 2019 - 13.04 WIB
877

Kupastuntas.co, Lampung Barat - 80 persen lebih masyarakat di kabupaten Lampung Barat (Lambar) bermata pencaharian sebagai petani kopi, hal ini menjadikan Bumi Beguai Jejama Sai Betik ini sebagai penghasil kopi terbesar di Provinsi Lampung. Namun lagi-lagi, para petani harus mengeluhkan ketidaksetabilan harga kopi.

Berdasarkan hasil pantauan Kupastuntas.co di pengepul kopi, saat ini harga kopi mengalami penurunan harga yang sangat drastis, di mana sebelumnya kopi dihargai Rp20 ribu - Rp23 ribu per kilonya kini hanya bermain di angka Rp18 ribu. Inilah yang menyebabkan keluhan di kalangan petani kopi yang tidak memiliki penghasilan lain selain dari bertani kopi.

"Saat ini harga kopi bermain di angka 18ribu, itu kalau kopi musim, kalau kopi selang harganya di bawah itu. Harga seperti ini sudah berlangsung sekitar 5 bulan terakhir, karena pada Desember 2018 yang lalu harga kopi masih di atas 20ribu mencapai 22ribu hingga 23 ribu perkilonya," kata Anjurni pengepul kopi di kecamatan Batu Brak, Minggu (14/04).

Anjurni melanjutkan, keluhan di kalangan petani kopi dikarenakan harga kopi tidak sesuai dengan barter kebutuhan pokok seperti beras, gula, dan lain-lain, sedangkan batang kopi membutuhkan perawatan dan pemupukkan yang tidak sedikit, terlebih masa panennya yang cukup lama antara 10 hingga 12 bulan sekali dalam satu tahun.

"Harga kopi 18 ribu perkilo, sedangkan harga beras 10 ribu perkilo, ini sangat tidak sesuai karena 1 kilo kopi tidak bisa di tukar dengan beras 2 kilo. Sedangkan kopi membutuhkan perawatan dan pemupukkan, jika tidak di rawat dan diberi pupuk produktivitasnya jelas tidak akan baik. Petani yang menjual kopi dengan saya banyak mengeluh, karena jangankan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, untuk membayar dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank saja mereka kesulitan, sedangkan penghasilan hanya dari kopi," jelas Anjurni.

Ditanya apakah produktivitas kopi tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya, Anjurni mengaku jika produktivitas kopi meningkat namun hanya sebagian tempat saja. Dan ini lanjutnya, merupakan bagian dari dampak turunnya harga kopi, karena yang kuat melakukan pemupukkan hasilnya meningkat, sedangkan yang tidak ya apa adanya karena memang mereka juga berat mau membeli pupuk dengan kondisi harga seperti ini, ucap Pria yang sudah puluhan tahun menjadi pengepul kopi ini. (Iwan)

Editor :