• Senin, 23 Desember 2024

Dugaan Korupsi di Dinkes Provinsi Lampung, BPK Klarifikasi Berita Kupas Tuntas

Selasa, 05 Maret 2019 - 09.38 WIB
386

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - BPK Perwakilan Lampung memberikan klarifikasi atas pemberitaan Surat Kabar Kupas Tuntas tanggal 4 Maret 2019, judul berita ‘BPK: Terjadi Kelebihan Pembayaran’.

Surat klarifikasi tersebut ditandatangani oleh Plh Kepala Perwakilan BPK Lampung, Yayat Rahadiyat. Disebutkan, Kepala Subbagian Humas dan TU BPK Perwakilan Lampung, Ester Arie Noerachmawati tidak pernah mengeluarkan pernyataan seperti yang ada di pemberitaan Surat Kabar Kupas Tuntas.

Untuk diketahui, pada edisi 4 Maret 2019, Surat Kabar Kupas Tuntas memberitakan dugaan korupsi pada pengadaan pembangunan gedung laboratorium UPTD Labkesda dan mobilisasi/demobilisasi peralatan di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.

Dalam berita tersebut, memaparkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas proyek tersebut dan menyebutkan narasumbernya Ester Arie Noerachmawati.

Redaksi Kupas Tuntas meminta maaf atas kekeliruan pemuatan nama tersebut. Yang benar, berita tersebut betul hasil audit BPK Perwakilan Lampung, yang diperoleh Kupas Tuntas melalui pengajuan surat resmi ke Kantor BPK Perwakilan Lampung. Hasil audit tersebut ditandatangani oleh wakil penanggungjawab pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Lampung, Hadi Kusno.

Dalam dokumen hasil audit BPK Perwakilan Provinsi Lampung, yang diterima Kupas Tuntas, BPK menemukan kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran, pada pengadaan pembangunaan gedung laboratorium UPTD Labkesda dan mobilisasi/demobilisasi peralatan di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2017 sebesar Rp73.961.829,70.

BPK lalu merekomendasikan kepada Gubernur Lampung untuk memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan pengadaan pembangunaan gedung laboratorium UPTD Labkesda dan mobilisasi/demobilisasi peralatan, dan mengembalikan kelebihan pembayaran ke kas daerah. Rinciaannya,pasangan plat lantai dua yang semula dianggarkan Rp690.952.580,56 hanya terpakai Rp646.474.181,84 terdapat selisih sebesar Rp 44.478.398,72. Selanjutnya pasangan plat lantai tiga yang semula dianggarkan Rp694.831.223,75 hanya terpakai Rp665.347.792,77 terdapat selisih sebesar Rp 29.483.430,98.

Dalam laporannya, BPK juga menyebutkan bahwa selama pemeriksaan fisik BPK didampingi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), penyedia barang, dan pengawas lapangan, serta reviu dokumen atas dokumen kontrak, asbuild drawing, dan dokumen pembayaran pada Dinkes.

Sementara itu dari hasil pemeriksaan lainnya yakni pemeriksaan atas kontrak, progres pekerjaan, dan PHO, diketahui bahwa progres pekerjaan pembangunan gedung laboratorium UPTD Labkesda dan mobilisasi/demobilisasi peralatan adalah sebesar 97,19 persen. Sehingga masih terdapat sisa pekerjaan sebesar 2,81 persen atau sebesar Rp 543.463.039,68.

Pekerjaan pembangunan tersebut mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan selama 34 hari dan belum dikenakan denda minimal sebesar Rp18.477.743,35 (1/1000 x 34 x Rp 543.463.039,68).

Kondisi tersebut diketahui tidak sesuai dengan Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dari temuan itu, mengakibatkan adanya denda keterlambatan yang belum dikenakan pada penyedia barang sebesar Rp18.477.743,35.

Penyebabnya, karena Kepala Dinkes kurang optimal melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) kurang cermat dalam mengawasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan menjamin ketepatan penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak.

Perlu diketahui, hasil pemeriksaan atas dokumen pengadan menunjukkan bahwa pembangunan gedung laboratorium UPTD Labkesda dan mobilisasi/demobilisasi peralatan dilaksanakan oleh PT Purna Arena Yudha, berdasarkan kontrak nomor 08/PPK-Labkes/APBD/VIII/2017 tanggal 30 Agustus 2017 sebesar Rp 21.274.353.000,00. Jangka waktu pelaksanaan selama 120 hari kalender, mulai tanggal 27 Agustus - 30 Desember 2017.

Pelaksanaan telah dinyatakan selesai 100 persen, dan telah diserahterimakan berdasarkan BAST Nomor 800/077/V.03.1/1/2018 tanggal 29 Januari 2018.

Atas pekerjaan tersebut telah dilakukan pembayaran sebanyak empat kali sebesar Rp 18.083.200.050,00 (85%) melalui SP2D Nomor 920/03702/SP2D-LS/VI.02/ 2017 tanggal 20 September 2017 sebesar Rp 4.254.870.600,00, SP2D Nomor 920/05166/SP2D-LS/V1.02/2017 tangga 15 November 2017 sebesar Rp 4.254.870.600,00, SP2D Nomor 920/06959/SP2D-LS/V1.02/2017 tanggal 19 Desember 2017 sebesar Rp 5.318.588.250,00 dan SP2D Nomor 920/08062/SP2D- LS/VL02/2017 tanggal 29 Desember 2017 sebesar Rp 4.254.870.600,00.

Terkait perkara ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melalui Asisten Intelijen (Asintel) masih melakukan penelaahan terhadap sejumlah kegiatan proyek di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2017, yang didugabermasalah.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Lampung Raja Sakti Harahap mengatakan, laporan terkait dugaan kasus korupsi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung sedang dalam tahap telaah. Perkara ini belum didisposisikan ke bagian pidana khusus (Pidsus) selaku wadah yang spesifik menangani kasus dugaan korupsi.

"Saat ini berkas laporan masih ditelaah. Semula laporan ini masuk ke bagian informasi lalu disampaikan ke kita. Laporannya belum ke Pidsus," kata Raja saat ditemui di Kantor Kejati Lampung, Kamis lalu.

Ia melanjutkan, adapun kebijakan yang akan diambil Kejati Lampung menyoal tentang input informasi dari masyarakat adalah bersifat merespon.

"Tentunya setiap informasi yang masuk dari pihak manapun akan ditindaklanjuti. Yang bentuknya dengan melakukan berbagai rangkaian kegiatan. Seperti persoalan Dinkes ini, kita telaah dulu dan dilakukan tindakan lainnya," terang Raja. (Erik/Ricardo)

Editor :