Iskandar Zulkarnain, Melahirkan Kurikulum Konvergensi Media
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Perkembangan teknologi informasi yang terjadi begitu pesat, merambah ke berbagai sektor. Salah satu yang terpapar arus modernisasi itu adalah perusahaan media massa. Di zaman sekarang ini, tantangan yang dihadapi perusahaan media massa semakin berkembang.
Pesatnya arus informasi memaksa perusahaan media harus berbenah. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah cukup banyak media massa cetak khususnya yang akhirnya tutup lantaran tak dapat mengikuti perkembangan pasar.
Hal inilah yang menjadi perhatian Iskandar Zulkarnain, Pemimpin redaksi Lampung Post. Melihat fenomena itu, ia menyusun satu kurikulum jurnalistik baru. Yaitu kurikulum pendidikan dan pelatihan jurnalistik konvergensi media berbasis karakter.
Iskandar menjadi wartawan aktif pertama yang mendapat gelar doktor di bidang jurnalistik, tak hanya di Lampung, tetapi juga di Indonesia. Disertasinya berjudul “Pengembangan Model Pendidikan dan Pelatihan Konvergensi Media Dalam Meningkatkan Mutu jurnalistik Berbasis Karakter.”
Dalam dunia jurnalistik di Lampung, Iskandar merupakan salah satu tokoh pers yang aktif di organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung.
Konvergensi media yang diusungnya dalam disertasi tersebut, bisa menjadi acuan bagi media-media di Lampung untuk dapat tetap eksis di era teknologi informasi yang terus berkembang. Bagi Iskandar, media massa harus mengikuti perubahan yang ada sehingga tidak tertinggal dan tergilas roda zaman.
Hal inilah yang menjadi tolok ukur tim Kupas Tuntas untuk memberikan Dr Iskandar Zulkarnain penghargaan Kupas Tuntas Awards 2018 yang telah dilaksanakan, pada Senin (03/12/2018) bertetapatan dengan HUT Kupas Tuntas ke-12. Pemred Lampost ini dinobatkan sebagai tokoh pers Lampung, nama nominasinya : Tokoh Pers yang Melahirkan Kurikulum Konvergensi Media
“Perubahan adalah keabadian. Maksudnya, orang yang selalu berubah dalam situasi apapun, pasti dia abadi baik di pekerjaan, di studi, maupun di bidang-bidang lainnya. Jadi kita harus selalu mengikuti perubahan menuju kebaikan,” kata Iskandar.
Ia menjelaskan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini mempengaruhi perubahan orientasi dan budaya masyarakat. Hal ini juga menyebabkan terjadinya perubahan dalam dunia jurnalistik. Di antaranya, semakin menurunnya tiras surat kabar, makin meningkatnya pengguna internet, dan makin berkembangnya jurnalisme warga.
Atas dasar itu, pola konsumsi informasi publik kini sudah bergeser. Masyarakat tidak lagi menjadikan media konvensional (media cetak dan media penyiaran) sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, yang ditandai dengan munculnya media sosial, kini masyarakat tidak lagi sebatas konsumen informasi berita.
Masyarakat sekarang sebagai konsumen informasi sekaligus produsen informasi melalui media sosial. Melalui media social, semua isu, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya, dengan cepat bergulir. Celakanya, masyarakat tidak lagi mempertanyakan akurasi dan kredibilitas informasi yang diperoleh dari media sosial.
Tantangan lainnya yang dihadapi dunia informasi saat ini yaitu kabar fiktif yang disebarkan melalui akun media social, menyebar jauh lebih cepat dan lebih banyak menjangkau khalayak dibandingkan berita faktual. Menghadapi tantangan yang timbul akibat fenomena baru di bidang jurnalistik tersebut, industri media harus terus berinovasi untuk beradaptasi. Insan pers harus dibekali kompetensi berbasis teknologi agar tidak tersisih.
“Beberapa perusahaan media massa, baik cetak maupun siar (elektronik) telah melakukan berbagai upaya agar tetap bertahan di era industrialisasi media, salah satunya dengan bermetamorfosis menjadi media konvergensi. Konvergensi media merupakan salah satu inovasi yang dilakukan industri media untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi,” jelasnya.
Ia menjelaskan, konvergensi industri media dan teknologi digital mengarah pada bentuk-bentuk yang dikenal sebagi komunikasi multimedia. Multimedia atau dikenal juga sebagai media campuran, pada umumnya didefinisikan sebagai medium yang mengintegrasikan dua bentuk komunikasi atau lebih.
Kehadiran konvergensi memberi peluang kepada wartawan untuk menyampaikan informasi menggunakan berbagai kanal media. Karena itu, wartawan di era digital mutlak untuk memiliki kemampuan menguasai peranti lunak dan keras untuk mempermudah proses kerja mereka.
“Wartawan tidak hanya dituntut untuk mampu menulis, tetapi juga memotret, mengedit, dan mengunduh berita, baik dalam bentuk teks, foto, maupun video,” jelas Iskandar.
Teknologi membuat proses kerja wartawan kini semakin mudah. Namun, di sisi lain, ada kecenderungan terjadinya degradasi mutu pemberitaan yang disajikan. Akurasi, objektivitas, dan kredibilitas yang menjadi unsur penting mutu jurnalisme kian jarang dipenuhi. Padahal, fondasi utama yang harus dimiliki seorang jurnalis adalah moral, etika, wawasan, dan keterampilan jurnalistik.
“Implementasi konvergensi media mengharuskan perusahaan media memiliki kanal-kanal penyebaran berita yang saling terintegrasi. Seperti Lampung Post yang terintegrasi dengan Radio SAI 100 FM, Lampost.co, dan Lampungpost.id,” jelasnya.
Model Pendidikan dan Pelatihan Penelitian yang dilakukan Iskandar, menghasilkan sebuah model pelatihan dan pendidikan. Model yang dihasilkan ini, sudah dilakukan beberapa kali revisi dan perbaikan sesuai dengan langkah dan tahapan yang ada. Selain itu, model yang dikembangkan telah dilakukan uji coba kepada peserta pelatihan. Model itu adalah sebagai berikut:
- Needs Identify (Identifikasi Kebutuhan)
2. Learning Objective (Menyusun Tujuan)
Tujuan pelatihan yang dirumuskan menuntun penyelenggaraan pelatihan dari awal sampai akhir kegiatan dari pembuatan rencana pembelajaran sampai evaluasi hasil belajar. Oleh karena itu, perumusan tujuan harus dilakukan dengan cermat. Tujuan pelatihan secara umum berisi hal-hal yang harus dicapai oleh pelatihan. Tujuan umum ini dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Untuk memudahkan penyelenggara perumusan tujuan harus dirumuskan secara konkret dan jelas tentang apa yang harus dicapai dengan pelatihan tersebut.
3. Developing Material (Mengembangkan Materi)
Terkait dengan tuntutan masalah, maka materi yang disampaikan perlu pengembangan melalui pendekatan holistik integrated artinya pengembangan materi yang menyeluruh dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Salah satu penyajiannya pengembangan materi ini melalui pendekatan peta konsep (concept map). Harapannya agar peserta termotivasi mengikuti kegiatan pelatihan.
4. Training Activity (Kegiatan Pelatihan)
Pada tahap ini penyelenggara pelatihan menentukan bahan belajar dalam pelatihan, memilih dan menentukan metode pembelajaran, serta menentukan media yang digunakan. Untuk urutan yang harus disusun di sini adalah seluruh rangkaian aktivitas mulai dari pembukaan sampai penutupan.
5. Evaluation (Evaluasi)
Dengan kegiatan ini diketahui daya serap dan penerimaan peserta pelatihan terhadap berbagai materi yang telah disampaikan. Dengan begitu penyelenggara dapat menentukan langkah tindak lanjut yang harus dilakukan.
Dari hasil penelitian ini, Iskandar ia menyampaikan beberapa rekomendasi dan saran. Yaitu, kurikulum jurnalistik konvergensi media berbasis karakter yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat diimplementasikan tidak hanya pada proses diklat jurnalistik yang diselenggarakan organisasi profesi wartawan, tapi juga pada instansi pendidikan baik sekolah maupun perguruan tinggi untuk menghasilkan sumber daya manusia di bidang jurnalistik yang bermutu dan berkarakter. Program diklat dan kurikulum sesuai dengan tingkatan peserta perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
Setelah melalui tahapan validasi model, uji coba (uji coba awal, uji coba skala kecil, uji coba skala besar), dan revisi maka model pendidikan dan pelatihan jurnalistik konvergensi media berbasis karakter ini dinyatakan layak digunakan untuk menghasilkan jurnalis berkarakter dan meningkatkan mutu jurnalis.
Kurikulum dan silabus yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan para peserta mutlak diperlukan untuk keberlangsungan proses pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Peserta harus memiliki kemampuan dasar terlebih dahulu berkaitan dengan kompetensi teknologi informasi dan wawasan jurnalistik sebelum mengikuti proses pendidikan dan pelatihan. Narasumber atau pelatih diwajibkan untuk memiliki kompetensi yang bisa diuji melalui sertifikasi keahlian sebagai narasumber atau pelatih.
Iskandar menyatakan, manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dia lakukan tentang konvergensi media, yaitu sebagai masukan dan referensi bagi pengembangan pendidikan dan pelatihan jurnalistik, khususnya mengenai kurikulum SJI PWI, dalam menghadapi perkembangan informasi era baru, yaitu konvergensi media.
Kemudian sebagai masukan bagi para pengelola pendidikan dan pelatihan jurnalisme, khususnya lembaga pendidikan dan pelatihan, dalam mempersiapkan sumber daya manusia melalui penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan jurnalistik berbasis kompetensi. Terakhir, untuk membuka wawasan bagi pembaca dan menambah pengetahuan mengenai perkembangan konvergensi media dan diklat jurnalistik berbasis karakter.
Jurnalis Berbuat untuk Kebaikan
Dengan model pendidikan dan pelatihan yang diaparkan Iskandar dalam disertasinya, ia berharap dapat meningkatkan mutu jurnalistik di Provinsi Lampung dan juga di daerah lain. Iskandar mengaku tidak merasa rugi jika ilmu yang ada padanya ‘dicuri’ oleh perusahaan media lain, meski saat ini persaingan industri media semakin ketat. Bagi Iskandar, tidak ada persaingan media, sebab semua media sudah punya pakem dan segmen pasar masing-masing.
“Bagi saya jurus baru pelajaran baru jurnalistik di era keterbukaan ini siapa pun bisa mengikuti. Artinya, hal yang baik kalau ada (perusahaan media lain) yang mengikuti. Justru kalau tidak ada yang mengikuti, itu berarti apa yang kita sampaikan itu tidak baik,” jelas dia.
Yang paling penting itu, kata Iskandar menyiapkan diri, selalu mengedukasi dan memberikan yang terbaik kepada pembaca, sehingga pembaca akan selalu mengingat satu media itu yang dirasa memberikan solusi.
“Jadi bagi saya tidak ada persaingan, tinggal pembaca/pendengar itu apa yang mau dilihat dan didengar,” imbuhnya.
Dalam menjalani profesinya sebagai jurnalis yang kini menjabat sebagai Pemred, Iskandar mengatakan, tujuan utamanya adalah untuk berbuat kebaikan. Mencari teman sebanyak banyaknya dan tidak untuk menambah musuh. Saat masih kuliah mengambil jenjang S1, ia sudah menjadi seorang guru. Namun bagi Iskandar muda, jika hanya menjadi guru, ia tidak bisa banyak berkarya, karena hanya terbatas di kegiatan sekolah. Ia pun mencoba pengalaman baru sebagai wartawan. Hingga kini profesi itupun masih dijalaninya dengan sepenuh hati. “Yang paling penting itu selalu berbuat kebaikan dan berpikir positif. Itu selalu saya tanamkan dalam diri saya, ingin berbuat kebaikan, ingin mencari teman sebanyak-banyaknya, tidak mau mencari lawan. Karena teman itulah tempat berdiskusi dan memberikan masukan-masukan,” kata dia.
Maka dari itu, ia pun tak pernah pelit berbagi ilmu kepada siapa pun, termasuk dengan media massa lian yang notabene adalah para pesaing dalam bisnis media di Lampung. Baginya tidak ada persaingan. Jika media selalu menghasilkan karya yang baik, maka ia akan mendapat tempat di masyarakat. sebaliknya, jika media tidak hati-hati sehingga sering membuat berita sesat kepada pembaca, maka media itu akan ditinggal.
“Persaingan bagi saya tidak ada. Persaingan sekarang ini adalah bagaimana memberikan yang terbaik. Karena setiap media sudah punya segmen masing-masing,” tandasnya.
(Tim Editor Kupas Tuntas)
Berita Lainnya
-
Proyek Pipeline dan Beyond Pipeline PGN Tingkatkan Efektifitas Penyaluran Gas Bumi Domestik
Minggu, 07 Juli 2024 -
Gas Bumi Beyond Pipeline CNG Subholding Gas Pertamina Mengalir di Balikpapan
Jumat, 05 Juli 2024 -
Rahasia SEO yang Bikin Trafik Melonjak, Bisnis Jadi Tumbuh
Minggu, 23 Juni 2024 -
Dinilai Peduli Kesejahteraan Buruh, Kemenkop dan UKM RI Apresiasi Kinerja dan Program TKBM Panjang
Senin, 04 Maret 2024