Manuver Rusia di Laut Hitam, Penegasan Dominasi Putin?
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Rusia dan Ukraina kembali berseteru setelah kapal angkatan laut kedua negara terlibat konfrontasi di Selat Kerch, Laut Hitam, pada Minggu (25/11).
Kapal penjaga pantai Rusia sempat melepaskan tembakan ke arah kapal militer Ukraina hingga melukai sejumlah pelaut. Kremlin mendasari manuvernya itu lantaran kapal Ukraina disebut berkeras melintasi perairan itu dan mengabaikan peringatan.
Namun, menurut Ukraina, Rusia menembaki kapal-kapalnya setelah mereka memutuskan untuk memutar balik keluar dari perairan itu.
Bentrokan antara angkatan laut kedua negara membuat relasi Kiev-Moskow kembali merenggang selepas Rusia mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina empat tahun lalu.
Ukraina menganggap manuver tersebut sebagai sebuah bentuk agresi baru dari Rusia yang selama ini menggencarkan "perang hibrida" terhadap negaranya.
Insiden militer ini bahkan dinilai sejumlah pihak membuka peluang konflik baru terjadi antara kedua negara.
Namun, menurut kolumnis politik dan konflik internasional Reuters, Peter Apps, manuver Rusia di Selat Kerch akhir pekan lalu ini hanya demonstrasi keinginan Presiden Vladimir Putin untuk menegaskan peta pengaruh geopolitik negaranya di kawasan.
"Itu adalah demonstrasi lain dari Moskow untuk menggambarkan kembali peta geopolitik yang terkadang menggunakan teknik yang tidak lazim, sebagian non-militer dan terkadang tidak mematikan," ucap Apps pada Selasa (27/11).
Manuver tersebut juga disebut sebagai upaya Kremlin mengganggu Ukraina, terutama soal Krimea. Jalur perairan Laut Hitam, Selat Kerch, hingga Laut Azov dianggap menjadi elemen kunci bagi Rusia untuk menegaskan klaim yang lebih luas terhadap Krimea.
"Moskow jelas berusaha untuk mengubah Laut Azov menjadi wilayah Rusia, dan menggunakannya sebagai pengaruh untuk mengganggu Kiev," ucap seorang ahli intelijen Rusia dari Institut Hubungan Internasional di Praha, seperti dikutip The New York Times.
"Dengan manuver itu, Moskow ingin menunjukkan kapasitasnya untuk bertindak tanpa harus khawatir tentang kendala eksternal."
Perselisihan kedua belah pihak di perairan itu pada dasarnya dianggap sulit diselesaikan karena Rusia-Ukraina sama-sama mengklaim perairan itu.
Kedua negara disebut berupaya menjadi "pelindung" wilayah tersebut untuk memastikan jalur perairan itu tetap bebas terbuka.
Pada 2013 lalu, Moskow dan Kiev menandatangani perjanjian untuk menjamin perairan tersebut tetap terbuka, tetapi dalam beberapa bulan terakhir masing-masing pihak membatasi pergerakan kapal di wilayah itu.
Mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Ukraina, Steven Pifer, menganggap pergerakan Rusia yang agresif itu mungkin dilakukan guna "menguji" tingkat dukungan sekutu Ukraina.
"Mereka (Rusia) bisa dengan mudah mundur. Namun, jika mereka merasa respons (Ukraina dan sekutu lemah), saya pikir mereka akan melanjutkan blokade," kata Pifer. (cnn)
Berita Lainnya
-
Mentan Syahrul Yasin Limpo Mengundurkan Diri, Jokowi Tunjuk Pengganti
Jumat, 06 Oktober 2023 -
Peringkat 61 Kampus Hijau Dunia, Rektor UIN RIL Jadi Pembicara IWGM di Portugal
Sabtu, 17 Juni 2023 -
Tiba di Indonesia Tanpa Lionel Messi, Berikut Rincian 24 Pemain Skuad Argentina
Sabtu, 17 Juni 2023 -
Sambangi Negeri Jiran, Rektor UIN RIL Tandatangani LoI dengan Universiti Kebangsaan Malaysia
Selasa, 13 Juni 2023