Banyak Pejabat Terlibat Korupsi, KPK Akan Lipatgandakan Penindakan
Kupastuntas.co, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, pihaknya terus melakukan upaya pemberantasan korupsi yang menjerat para pejabat publik, di antaranya dengan melipatgandakan penindakan. Penindakan yang dilakukan secara masif sedikitnya mampu menekan tindakan koruptif di pemerintahan baik tingkat pusat ataupun daerah.
"KPK harus melipatgandakan penindakan dan hadir secara masif di banyak kementerian dan lembaga. KPK juga perlu banyak orang-orang lagi," ujar Saut, Minggu (28/10/2018).
Kendati ia mengatakan perlu adanya intensitas penindakan, Saut menjelaskan, penindakan juga selaras dengan pencegahan. Bentuk pencegahan, kata dia, bermacam-macam.
Saut mengatakan, selama ini KPK sudah melakukan dialog ke beberapa pemerintah daerah dan DPRD.
"Dialog dengan pimpinan eksekutif dan legislatif dan lain-lain guna perbaikan sistem dalam bentuk koordinasi dan supervisi," kata Saut.
Baca Juga: Peringati Sumpah Pemuda ke-90, PBSI Bersama IWO Waykanan Gelar Turnamen Bulu Tangkis
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menilai ada banyak faktor kepala daerah tersandung kasus hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Salah satu faktor adalah utang piutang politik.
Akmal mengatakan persoalan utang politik menjadi alasan umum bagi para kepala daerah melakukan praktik koruptif. Akmal bahkan menyebutkan, piutang politik ditanggung kepala daerah sejak mencalonkan diri hingga selesai masa jabatan
"Ada utang piutang politik yang membebani kepala daerah mulai dari dia dilantik sampai di akhirnya (masa jabatan)," kata Akmal, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).
Meski si kandidat ataupun kepala daerah memiliki integritas baik dalam menjalankan roda pemerintahan, tanggung jawab piutang politik kerap kali melunturkan integritas pemerintahan bebas koruptif.
Baca Juga: Pahawang Masuk dalam Konsep Pengembangan Kemenpar RI
Guna melunasi biaya politik, Akmal mencatat ada dua modus yang dijadikan kepala daerah melunasi utang politik yakni memainkan sektor perizinan dan APBD.
"Karena cost politik yang sangat tinggi ketika daerah tidak memiliki sumber daya perizinan,mereka biasanya main di APBD atau jual jabatan nah ini modus yang kita catat dalam beberapa tahun terakhir," tukasnya.
Dalam kurun satu bulan KPK menangkap dua kepala daerah yakni Bupati Bekasi dan Bupati Cirebon. Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima suap atas perizinan IMB proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sebesar Rp7 miliar dari Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Grup selaku pemilik mega proyek Meikarta.
Uang Rp7 miliar merupakan bagian dari Rp13 miliar yang dijanjikan akan diterima politisi Partai Golkar tersebut.
Sementara Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra ditangkap atas dugaan menerima suap sebesar Rp 100 juta terkait jual beli jabatan di Pemkab Cirebon. Politisi PDIP itu juga diduga menerima gratifikasi dengan total Rp6,4 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwatta mengatakan dalam konferensi pers kemarin mengatakan penerimaan suap ataupun gratifikasi oleh Sunjaya diduga untuk pembiayaan logistik Pilkada 2018.
"Bupati ini menjual jabatannya dalam rangka mengembalikan modal apalagi dia petahana," kata Alex. (Lip6)
Baca Juga: Seorang Warga Lingga Pura Lamteng Tewas Saat Cari Ikan di Danau
Berita Lainnya
-
Menteri Pendidikan: Gaji Guru ASN Naik Satu Kali Gaji, Gaji Guru Non-ASN Naik 2 Juta
Selasa, 26 November 2024 -
MK Tolak Uji Materi Penyediaan Kotak Kosong di Pilkada Seluruh Daerah
Sabtu, 16 November 2024 -
Kemendagri Resmi Larang Kepala Daerah Sebar Bansos Jelang Pilkada
Kamis, 14 November 2024 -
Indonesia Peringkat Kedua Kasus TBC Terbanyak, Capai 1 Juta Lebih
Selasa, 12 November 2024