Kemenristekdikti: Perguruan Tinggi Jangan Asal Buka Prodi
Kupastuntas.co, Bandarlampung - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) meminta agar Perguruan Tinggi di Lampung tidak sembarangan membuka program studi (prodi) baru. Prodi yang dibuka harus melihat kebutuhan dan potensi lapangan kerja yang tersedia. Jangan sampai para lulusan justru menambah angka pengangguran karena minimnya peluang kerja.
Hal ini disampaikan Dirjen Sumber Daya Iptek Kemenristek Dikti, Prof Ali Ghufron Mukti dalam acara Dies Natalies Itera ke-4 di Aula Kampus Itera, Lampung Selatan, Sabtu (6/10/2018). Ia mencontohkan Prodi Kebidanan saat ini sudah lebih dari 400 prodi. Jumlah bidan sudah lebih 800 ribu, padahal rasio idealnya adalah 1 bidan untuk 1.000 penduduk.
“Jumlah bidan terus meningkat, tapi angka kematian ibu tidak mau kalah, meningkat juga,” kata dia.
Pembukaan prodi di Perguruan Tinggi, kata Ali harus memperhatikan berbagai aspek. Terutama perubahan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Menurutnya di tahun 2030, akan banyak pekerjaan yang hilang lantaran digantikan tenaga mesin/robot. Justru sebaliknya akan banyak pula lowongan kerja yang baru bermunculan sesuai perkembangan zaman.
“Pekerjaan yang nggak ada saat ini kemudian akan muncul. Ini yang harus diperhatikan jika ingin membuka prodi di universitas,” imbuhnya.
Ia juga mencontohkan, saat ini Pemerintah sedang fokus melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah. Tetapi program itu tidak didukung jumlah insinyur di Indonesia yang baru mencapai 278 ribu orang. Jumlah ini, kata Ali jauh tertinggal jika dibanding negara Asia lainnya, seperti Cina, India, bahkan Vietnam.
“Di India misalnya, per 1 juta penduduk itu ada 15.000 insinyur, kita penduduknya 250 juta, insiyurnya hanya 278 ribu. Ini memang masih sangat kurang apalagi kita sedang prioritas membangun infrastruktur secara sepat,” jelas Ali Ghufron.
Berdasarkan data Kemenristek Dikti, jumlah mahasiswa calon insinyur (teknik) adalah 16, 1 persen dari total seluruh mahasiswa, kesehatan 3,9 persen, sains 8 persen. Yang paling banyak justru di bidang sosial lebih dari 50 persen, seperti hukum, sospol dan lain sebagainya.
Untuk itu, ia meminta setiap perguruan tinggi harus menjalin kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan. Seperti Pemda Provinsi hingga Kabupaten/Kota dan juga dunia industri. Menurut Ali, selama ini kerjasama antara universitas dengan industri belum banyak terjalin. Padahal sinergitas dalam revolusi industri untuk mendidik SDM sangat potensial.
“Intinya Universitas tidak bisa sendiri, harus bekerjasama dengan pemda, industri, dan berbagai macam pemangku kepentingan yang lain,” tandasnya. (Tampan)
Berita Lainnya
-
Mahasiswa UIN RIL Sabet Emas Kejuaraan Silat di Malaysia
Kamis, 21 November 2024 -
Rektor UIN RIL Prof Wan Jamaluddin Ikuti Rakernas Kemenag, Siap Jalankan Amanat Menag
Senin, 18 November 2024 -
Unila Dorong Inovasi Energi Berkelanjutan Melalui GWES
Senin, 18 November 2024 -
Mahasiswa Magister Hukum Keluarga Islam dan Dosen UIN Jadi Best Speaker di Konferensi Internasional UInSCof
Senin, 18 November 2024