• Kamis, 24 Oktober 2024

Soal Hutang BPJS, Pengamat: Ada Tindakan Manipulatif Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kamis, 20 September 2018 - 07.54 WIB
82

Kupastuntas.co, Bandarlampung – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan cabang Bandar Lampung masih memiliki hutang sebesar Rp68 miliar selama tahun 2018, kepada sejumlah rumah sakit di Kota Tapis Berseri.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Lampung (Unila), Maulana Mukhlis, menilai terdapat tiga sektor yang harus dibenahi dalam proses implementasi pelayanan kesehatan, diantaranya sistem manajemen BPJS Kesehatan, RS, dan masyarakat.

Menurutnya, negara sesungguhnya belum memiliki pola yang jelas saat membentuk BPJS Kesehatan, seperti dengan tidak memperhitungkan kemampuan pendanaan untuk BPJS Kesehatan.

Ia membandingkan dengan program Jamkesda dulu yang jumlah hutangnya kepada RS jika diakumulasi belum pernah melebihi hutang yang sekarang ditanggung BPJS Kesehatan. Padahal, sesungguhnya kapasitas keuangan yang dimiliki daerah juga tidak banyak, karena tidak ada kewajiban bayar premi dari masyarakat. Namun, ternyata dapat berjalan dengan baik.

Berita Terkait : BPJS Kesehatan Berhutang Rp68 Miliar pada Sejumlah Rumah Sakit di Bandar Lampung

Maulana menyarankan, untuk menyelesaikan hutang BPJS Kesehatan harus ada telaah untuk mencari solusi yang terbaik agar pelayanan kesehatan tidak terganggu. Pasalnya, RS merasa selama ini menjadi semacam pelimpahan kekesalan masyarakat. RS juga dituding memberikan data hutang yang tidak benar kepada BPJS Kesehatan.

"Sehingga ada orang yang habis Rp500 ribu kemudian ada hasrat rumah sakit merubah menjadi Rp1 juta, sehingga ada ketidakpercayaan dari BPJS Kesehatan kepada rumah sakit atas data yang mereka berikan. Di beberapa tempat terutama di fasilitas pelayanan kesehatan berbagai klinik memang kerap terjadi, karena memang klinik mengandalkan hidup dari pembayaran uang pertanggungan dari negara," ujar Maulana.

Ia pun menuding, hutang BPJS Kesehatan itu sesungguhnya tidak rill, karena bisa jadi ada tindakan manipulatif yang dilakukan sebagian kecil dari fasilitas pelayanan kesehatan. Dikatakannya, beberapa riset menunjukkan itu, walau tidak bisa disamaratakan setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Ia menambahkan, kerugian yang dialami BPJS Kesehatan juga dimungkinkan masih banyak masyarakat yang merasa membayar premi itu belum menjadi kebutuhan penting. Namun akan menjadi butuh, ketika jatuh sakit sehingga akan membayar seluruh tunggakan.

"Kalau tiga pilar tadi melakukan perannya secara optimal, saya pikir tak akan ada persoalan ini. BPJS Kesehatan akan kembali ke fungsi pelayanan, rumah sakit memberikan data valid dan masyarakatnya punya kesadaran untuk membayar premi," paparnya. (Erik)

Editor :