• Selasa, 25 Juni 2024

Bawaslu temukan 527 Pelanggaran di Pilgub Lampung 2018

Senin, 03 September 2018 - 07.49 WIB
38

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung mencatat sebanyak  527 pelanggaran terjadi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung yang berakhir pada 12 Agustus lalu.

Hal tersebut diungkapkan Bawaslu Lampung saat mengekpos hasil rekapitulasi pelanggaran yang terjadi sepanjang berlangsunnya PIlgub di Hotel Sheraton Bandar Lampung, Jumat (31/8/2018).

Dengan rincian laporan pelanggaran yang masuk ke Bawaslu sebanyak 32, dan temuan pelanggaran sebanyak 495 pelanggaran.

Dalam pelanggaran tersebut, pelanggaran administrasi terdapat 331 laporan, pelanggaran kode etik sebanyak 3 laporan, dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 50 laporan.

Kemudian 15 pelanggaran, dan yang masuk bukan pelanggaran sebanyak 121 laporan.

"Terkait dengan pelanggaran ASN ini memang dari empat Paslon seluruhnya ada. Terbanyak itu paslon nomor urut 2 pak Herman H.N-Sutono ya. Kalau data kita ada total 12 pelanggaran,"kata Ketua Bawaslu Lampung, Fatikhatul Khoiriyah.

Kemudian terbanyak kedua pelanggaran soal ASN ini dilakukan oleh Mustafa-Ahmad Jajuli sebanyak 10 pelanggaran. Untuk M. Ridho Ficardo-Bachtiar Basri sebanyak 9 pelanggaran, dan Arinal Djunaidi-Chusnunia sebanyak 8 pelanggaran.

"Kebanyakan ini mereka diketahui mengakomodir kampanye pasangan calon. Ada juga temuan mereka (ASN) mengunggah terkait calon gubernur Lampungnya," paparnya.

Selama proses Pilgub Lampung juga ada dua kasus politik uang yang masuk ketingkatan pengadilan yang juga ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Yaitu kasus di Lapas Kelas IA Bandar Lampung dan di Tanggamus.

"Naiknya perkara politik uang merupakan salah satu bentuk konsisten Bawaslu dalam melawan politik uang. Meskipun hanya 1 kasus yang divonis di Tanggamus selama 3 tahun. Sementara di Bandar Lampung divonis bebas," ungkapnya

Khoir juga mengungkapkan, perihal pelanggaran administrasi, pihaknya menjelaskan kasus pelanggaran administrasi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

"Dalam kasus administrasi harus dibuktikan hingga ke pasangan calon. Kemudian terstruktur melalui Kepala Desa, sehingga dalam pembuktiannya tidak dapat dengan mudah memutuskan kasus tersebut," tandasnya. (Sule)

Editor :