• Minggu, 22 Desember 2024

KLHK Tetapkan Pleci & Kenari Sebagai Satwa Dilindungi, Ini Alasannya

Selasa, 31 Juli 2018 - 21.05 WIB
308

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sejumlah satwa baru dimasukkan dalam daftar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Kementerian LHK punya pertimbangan mengapa satwa-satwa tersebut masuk ke daftar dilindungi.

"Dasar kriterianya (merujuk) Pasal 5 PP Nomor 7 Tahun 1999," kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum Kementerian LHK drh Indra Exploitasia, Selasa (31/7/2018).

BACA: MUI Sumbar Tolak Islam Nusantara, Ma'ruf Amin Protes

BACA: Kiki Challenge Berbahaya, Polisi Akan Tilang Pelaku

Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria:

a. mempunyai populasi yang kecil; b. adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam; c. daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

"Dari 294 menjadi 921 jenis dilindungi. Hanya, pada lampiran lama yang 249 itu, ada yang masuk dalam level genus, sehingga bisa lebih dari 249. Proses ini sudah sejak 2015 dan melibatkan banyak pihak: LIPI, LSM, akademisi, praktisi, pelaku usaha, dan kementerian/lembaga terkait," imbuh Indra.

Beberapa jenis burung kicau yang baru masuk di antaranya adalah kenari melayu (Chrysocorythus estherae), kacamata Jawa alias pleci (Zosterops flavus), opior Jawa (Heleia javanica), dan gelatik Jawa (Lonchura oryzivora). Tak sedikit masyarakat yang memelihara burung-burung tersebut.

Sementara itu, dalam PP No 7/1999, ada pula syarat yang membuat status dilindungi suatu satwa dicabut. Ketentuan itu ada di Pasal 6, berikut kutipannya:

Pasal 6

Suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga jenis yang bersangkutan tidak lagi termasuk kategori jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

Adapun ketentuan soal batasan larangan terdapat dalam Pasal 21 ayat (2) UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Berikut kutipannya:

(2) Setiap orang dilarang untuk:

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

BACA: Kala Dinasti Politik Zulkifli Hasan Tersandung KPK

BACA: Bupati Lampung Utara Dorong PWI Gelar UKW dan Pelatihan Jurnalistik

Pelanggarnya bisa dijatuhi sanksi berupa penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 bagi yang dengan sengaja melanggarnya sesuai Pasal 40 UU No 7/1999. Kemudian bagi yang dianggap lalai melanggarnya maka bisa disanksi pidana maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000. (*)

Sumber: Detik.com

Editor :