Opini: Lampung Darurat Money Politics, Bawaslu Harus Progresif
Oleh: Rosim Nyerupa | Aktivis Mahasiswa FISIP Universitas Lampung
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pilkada Serentak 27 Juni 2018 kemarin masih menyisakan berbagai persoalan ditengah masyarakat khususnya di Lampung. Meskipun telah dilangsungkan, Namun ramainya kicauan masyarakat di berbagai ruang demokrasi membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung semakin hangat diperbincangkan. Berbagai lapisan masyarakat secara bersamaan menyoroti Bawaslu selaku lembaga penegak keadilan bagi kandidat yang melanggar aturan sebagaimana yang telah ditetapkan.
Bukan menjadi rahasia bagi elit-elit politik saja, melainkan sudah menjadi konsumsi publik bahwa gerakan money politics yang diduga dilakukan oleh salah satu kandidat kepada masyarakat Lampung telah banyak ditemukan. Berbagai barang bukti sebagai fakta di lapangan seperti amplop berisi uang bahkan foto dan video telah beredar luas diberbagai media sosial.
Temuan-temuan tersebut mengundang berbagai pertanyaan masyarakat awam, apakah bukti tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran atau tidak? Apalagi setelah Bawaslu menerima laporan warga Desa Sinar Seputih, Kecamatan Bangun Rejo, Lampung Tengah, atas dugaan money politics yang dilakukan oknum tim paslon tiga yang sebelumnya menjadi sorotan keras Pengamat Hukum Unila, Yusdianto Alam yang mendorong Bawaslu untuk membatalkan kandidat.
Begitu juga dengan kasus money politics di Pekon Sinar Betung, Talang Padang, Tanggamus yang telah dilaporkan oleh warga berikut saksi dan bukti 98 amplop dari 200 amplop yang telah dibagi senilai Rp50.000,-/amplop. Kemudian dilansir dari berbagai media massa atas kecurangan seperti pembagian sembako berupa gula dan sarung di Lampung Selatan, Pesawaran, Lampung Tengah dan sejumlah tempat lainnya.
Setidaknya ada sekitar 11 kasus money politics yang diterima Bawaslu Lampung. Sebagaimana disampaikan Ketua Bawaslu Lampung 11 kasus tersebut yaitu 1 temuan di Kota Bandar Lampung, Pesawaran 1 laporan, Pringsewu 1 laporan, Tanggamus 4 laporan, Lampung Tengah 3 laporan, dan Lampung Timur 1 laporan, Kemudian 1 laporan kampanye di luar jadwal.
Hal ini menunjukkan bahwa Lampung darurat money politics yang bertebaran dimana-mana, Hanya Bawaslu Lampung lah sebagai ending penentu dugaan masyarakat tersebut.
Terlepas soal kepentingan apapun itu, Dalam perspektif penyelenggaraan pemilu yang bersih berdiri diatas aturan tentunya menjadi suatu hal yang sangat wajar jika kandidat lain merasa dirugikan, Sebab dirasa tidak fair. Hal ini tentunya yang melatarbelakangi laporan mereka kepada Bawaslu.
Jauh sebelum itu, masyarakat juga ternyata turut serta menyampaikan laporan dugaan money politics tersebut. Hal ini tentunya bukan serta merta upaya menuntut satu kata yang bernama keadilan tanpa dasar melainkan dengan dalil bukti fakta di lapangan yang telah dikaji dengan matang oleh mereka.
Laporan masyarakat atas dugaan money politics ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pemilu sangat tinggi, sebagai bentuk partisipasi masyarakat terhadap demokrasi yang patut diapresiasi. Masyarakat selaku pemilih merupakan elemen penting yang menyangkut berlangsungnya proses demokrasi.
Tinggal bagaimana lagi Bawaslu selaku badan yang memiliki peranan penting dalam mengadili berbagai pelanggaran pemilu khususnya money politics apakah berpihak kepada rakyat atau tidak dengan menegakkan aturan sebagaimana mestinya.
Dalam memproses banyaknya laporan tersebut, Fatikhatul Khoiriyah selaku ketua Bawaslu Lampung nampaknya sedang diuji. Apakah nyali dalam mengadili dan menjalankan tupoksi untuk menegakkan aturan yang berlaku? Sebab masyarakat masih menaruh kepercayaan terhadap Bawaslu yang masih diyakini menjaga nilai-nilai independensi etis maupun organisatorisnya.
Jika temuan-temuan diatas dilihat dari kacamata UU Nomor 10 Tahun 2016 dan Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017 benarnya, maka Bawaslu harus segera memberikan sanksi tegas tanpa pandang bulu baik terhadap oknum dan Paslon dimaksud dapat dibatalkan.
Untuk menjaga ikhwal demokrasi, Laporan kasus money politic syang telah masuk ke Bawaslu harus dikawal oleh semua elemen masyarakat termasuk mahasiswa dan pemuda sebagai generasi penerus bangsa ditingkat lokal. Upaya pengawalan itu juga merupakan bentuk kepedulian nyata generasi milenial lokal terhadap demokrasi di Provinsi Lampung.
Mengutip pendapat Gubernur BEM Fisip Unila, Robi Julian Rusanda mengatakan bahwa Pilgub sebagai sarana penting bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan proses pergantian pemimpin secara bijak, bersih dan adil serta menjadi ruang dalam mengekspresikan partisipasi politik masyarakat secara bebas dan bijak.
Masyarakat dapat memilih pemimpin yang mereka anggap baik, Kemudian para kandidat dapat memperebutkan jabatan politik secara adil dan terbuka melalui pendekatan yang mencerdaskan masyarakat, bukan justru melalui pendekatan pragmatis yang tidak mendidik. Semuanya dilakukan dalam batasan aturan yang jelas dan cara-cara yang sudah disepakati. (*)
Berita Lainnya
-
Bursa Calon Ketua Golkar Lampung Muncul, Ada Rycko Menoza dan Hanan A Rozak
Senin, 23 Desember 2024 -
KPU: Penetapan Pemenang Pilkada 2024 Tunggu BRPK dari MK
Selasa, 17 Desember 2024 -
Pilwakot Bandar Lampung: Dana Kampanye Reihana-Aryodhia 3 Miliar, Eva-Deddy 2 Miliar
Selasa, 17 Desember 2024 -
Tidak Masuk Akal, Hanya dengan Dana Kampanye 170 Juta, Radityo Egi Pratama dan M Syaiful Anwar Menang Pilkada Lamsel
Selasa, 17 Desember 2024