• Selasa, 01 Oktober 2024

Luar Biasa! Anak-Anak Hebat Ini Terjang Lautan Demi Ikut Ujian Nasional

Senin, 23 April 2018 - 21.42 WIB
89

Kupastuntas.co, Tanggamus - Hari itu, Minggu (22/4/2018), sekitar pukul 9.00 WIB, sinar Matahari mulai terasa menyengat kulit. Angin bertiup sedikit kencang, dan ombak perairan laut Teluk Semaka bergulung-gulung.

Sebanyak 36 siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Satu Atap di Pulau Tabuan, Kecamatan Cukuhbalak, Kabupaten Tanggamus, bertaruh nyawa menyeberangi laut agar bisa mengikuti ujian nasional berstandar nasional (UNBK) 2018 di SMPN 1 Cukuhbalak.

Mereka menyeberangi lautan karena UNBK yang dimulai pada Senin (23/4/2018) dilaksanakan di SMPN 1 Cukuhbalak yang merupakan sekolah induk SMPN Satu Atap Pulau Tabuan. Dan untuk tiba dilokasi UNBK mereka harus mengarungi lautan selama dua jam. Kedatangan mereka satu hari lebih awal dari pelaksanaan UNBK.

"Kami sengaja berangat sehari menjelang UNBK, selain untuk mengenal letak pelaksanaan UNBK di SMPN 1 Cukuhbalak, juga kondisi laut sulit diduga," kata Amirsyah, salah seorang guru SMPN Satu Atap Pulau Tabuan, Minggu (22/4/2018).

Perjalanan menuju SMPN 1 Cukuhbalak yang terletak di Pekon Putihdoh (ibukota Kecamatan Cukuhbalak) sebagai tempat pelaksanaan UNBK juga bukan perkara gampang.

Mereka harus menerjang gelombang laut dengan hanya mengendarai perahu ketinting (perahu kecil bermesin tempel). Hari itu itu sebanyak lima perahu ketinting yang membawa 36 siswa dan 5 guru pendamping membelah laut Teluk Semaka.

Perjalanan laut itu menguras tenaga anak-anak. Meski rata-rata anak nelayan tapi tidak sedikit yang mabuk di laut saat dihantam gelombang satu meter. Mereka juga diliputi perasaan takut dan waswas.

Perasaan itu ternyata bukan karena ombak setinggi satu meter yang berkali-kali mengombang-ambingkan perahu yang mereka tumpangi. Namun, lebih karena tidak bisa mengerjakan soal-soal UNBK, lalu nilainya jelek, dan akhirnya tidak lulus.

Bagi anak Pulau Tabuan, menyeberangi lautan bukanlah hal baru karena itu dialami setidaknya setiap mereka sakit dan butuh perawatan dokter di Kota Agung atau ke Putihdoh. Ombak yang mengayun bahkan menghempas perahu dengan arah yang tidak menentu seakan mewakili kegalauan mereka akan kelulusannya.

Tiba di TPI Putihdoh, mereka istirahat sejenak sambil membuka bekal makanan dari rumah dan menyantap dengan lahap. Selanjutnya mereka menuju rumah-rumah warga sebagai tempat menginap.

Apa cita-cita anak pulau itu? Ada yang mau jadi polisi, tentara, guru, bidan, dokter dan lainnya. Tapi ada juga yang gamang. Anak-anak yang gamang itu mengaku orang tua mereka tidak mampu. Hanya petani atau nelayan kecil.

Bagi anak perempuan yang lulus SMP tidak melanjutkan ke SMA, hari-hari mereka dihabiskan membantu keluarga, ke kebun dan bila sudah remaja merantau mencari kerja ke luar negeri, yang lainnya menunggu dilamar.

Sementara bagi anak laki-laki, tugas mereka membantu orangtua di kebun atau menjadi nelayan. (Sayuti)

Editor :