Rupiah Diramal Melemah Hingga Rp15.000 Per Dolar AS, Gubernur BI Angkat Bicara
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo angkat bicara menyusul pernyataan dari Lembaga rating Standard and Poor’s (S&P) menyangkut nasib mata uang rupiah.
Mengutip Kontan.co.id, Rabu (14/3/2018), S&P memprediksi rupiah berpotensi melemah ke level Rp15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
“Karena selama ini BI bisa menjaga stabilitas rupiah tetap mencerminkan fundamental ekonomi kita dan selama ini ada di kisaran seperti sekarang Rp13.750,” ujarnya di gedung Kementerian Keuangan, Selasa (13/03/2018).
Di sisi lain, BI melihat bahwa tahun 2018 khususnya sejak Februari hingga Maret terjadi tekanan pada rupiah. Hal itu, dampak dari sentimen eksternal seperti rapat The Federal Open Market Committee (FOMC).
“Pertemuan FOMC memberikan kesan bahwa ekonomi Amerika sedang dalam proses pemulihan dan ada kemungkinan suku bunga Fed dinaikkan lebih dari tiga kali,” tambahnya.
Kedua, efek dari kebijakan Presiden Donald Trump yang mengeluarkan aturan terkait dengan bea masuk untuk baja dan aluminium. Kedua hal tersebut memberi sentimen positif bagi dolar sehingga menekan mata uang dari negara lain.
Untuk itu, BI memprediksi secara year to date (Ytd) rupiah akan terdepresiasi sekitar 1,5 persen dan penguatan dollar tidak akan berjalan lama.
Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menanggapi, dalam dua bulan terakhir nilai tukar rupiah memang mengalami guncangan yang cukup hebat.
Dari awalnya, rupiah berada di level Rp13.300 per dolar pada awal Januari, kemudian terus terdepresiasi hingga Rp13.800 per dolar pada awal Maret 2018.
“Berbagai analis ikut dalam permainan tebak-tebakan nilai tukar rupiah. Yang terbaru, lembaga rating internasional Standard and Poors (S&P) mengeluarkan rilis bahwa rupiah sangat berpotensi melemah hingga 15.000 per dolar,” ujarnya.
Menurutnya, ramalan S&P biasanya sangat moderat. Artinya, rupiah bisa terperosok lebih dalam dari Rp15.000, mungkin di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar pada 2018-2019.
Penurunan nilai tukar ini sering kali dihubungkan dengan tekanan global, yakni kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS alias Fed rate.
Sementara di sisi yang lain ada tekanan dari harga komoditas khususnya minyak mentah, CPO, dan batubara. Ketiga komoditas terpenting dunia ini trennya cenderung naik.
“Bahkan, harga minyak mentah diprediksi menembus 80 dollar AS per barel di semester II mendatang, dari harga saat ini di kisaran 63-65 dollar AS per barel,” tambahnya.
Sebagai negara utama eksportir komoditas seperti batubara dan CPO, harga komoditas global berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi nasional. (*)
Sumber: kontan.co.id
Berita Lainnya
-
OJK: Aset Perbankan di Lampung Tembus Rp134 Triliun, Kredit UMKM 33 Triliun
Selasa, 26 November 2024 -
OJK: Literasi Keuangan Faktor Penentu Masa Depan Generasi Muda
Kamis, 24 Oktober 2024 -
Investor Pasar Modal di Lampung Capai 311.933 Orang, Total Transaksi Rp9,3 Triliun
Kamis, 10 Oktober 2024 -
Pertanian Kontribusi Terbesar Ekonomi Lampung Lima Tahun Terakhir, BPS: Kokoh Meski di Tengah Terpaan Covid-19
Minggu, 06 Oktober 2024