• Senin, 18 November 2024

Menilik Pesona Keindahan Pekon Terpencil di Tanggamus

Minggu, 25 Februari 2018 - 21.06 WIB
637

Kupastuntas.co, Tanggamus - Berawal dari sebuah pesan pendek (sandek) yang berbunyi “Kapan mau ke Tiromawi, mas? Sedang musim jengkol lho, kalau sempat, main ya. Saya tunggu”.

Demikianlah bunyi sebuah SMS dari sahabat saya, seorang warga di Pekon (Desa) Karang Berak, Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus, beberapa hari lalu.

Bunyi sandek itu mengusik sesaat, sesaat selanjutnya sepeda motorku melaju menuju Pekon Karang Berak, sebuah desa terpencil di Tanjung Cina Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus. Pilihan melalui jalur darat yang konon aku dengar sangat sulit, membuat jiwa petualanganku terusik untuk menjajal rute paling ditakuti ini.

Dari Kota Agung sepeda motor melaju cepat menuju arah Kecamatan Wonosobo. Seorang teman ikut dalam touring ini. Tiba di ujung jalan aspal di Pekon Way Nipa (ibukota Kecamatan Pematangsawa), perjalanan sesungguhnya baru dimulai.

Tanjakan Bahar, begitu warga setempat memberi nama tanjakan cukup terjal dimana jurang paling dalam mengangga di samping jalan. Inilah awal touring yang memacu adrenalin dikawasan paling terpencil diujung barat Kabupaten Tanggamus. Selain berkelok, tanjakan Bahar ini juga sangat berbahaya dan licin karena disepanjang jalan yang sebagian kecil sudah di cor beton, dipenuhi bebatuan gunung dan pasir yang sangat berbahaya bagi pengendara.

Tidak ada mobil yang berani melintas tanjakan atau jalan yang juga menuju Pekon Pesanguan, sebuah desa dipinggir hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), yang nasibnya sama dengan Karang Berak dan sejumlah pekon lainnya diwilayah itu seperti Teluk Berak, Tirom, Asahan, Kaurgading, Tampang Tukha dan Tampang Muda, yang miskin dan terpencil.

Tetapi jangan coba-coba melalui jalan tersebut di musim hujan, karena jalanan ini akan menjadi sangat becek dan licin. Motor yang memaksa untuk masuk, mudah sekali tergelincir, dan seringkali mencelakakan penumpangnya . Seperti yang kami alami, hujan baru saja turun malam sebelumnya.

Perjalanan sungguh sangat melelahkan, bahkan beberapa kali sepeda motor yang kami bawa terjebak kubangan Lumpur, atau biasa digunakan kerbau liar, babi hutan bahkan gajah dan badak berkubang. Karena jalan setapak yang kami lewati bersebelahan dengan kawasan hutan TNBBS, bahkan ada yang menembus belantara hutan konservasi tersebut.

Dari kantor camat Pematangsawa, sebenarnya jarak Pekon Karang Brak hanya sekitar 20 kilometer ke barat. Hanya 20 kilometer, memang. Namun, perjalanan dari pusat kantor camat ke Karang Berak membutuhkan waktu sekitar empat jam. Itu pun bisa dicapai bila kondisi cuaca sedang baik.

Sebab, jalan yang dilalui tidak dilapisi aspal, hanya tanah dan bebatuan. Jika hujan, jalan tersebut becek dan licin. Tingkat kesulitan itu bertambah karena jalur tersebut membelah belantara hutan konservasi TNBBS, sebuah zonasi bagi kerajaan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) dan Harimau Sumatare (Panthera Tigris Sumatrae), tidak jauh dari garis pantai Teluk Semaka. Di beberapa titik, jalan berada di tepi jurang. Perlu keterampilan khusus untuk berkendara ke sana.

Ngeri? Bagi mereka yang gemar bertualang, medan itu justru dianggap menantang. Apalagi, begitu melewati pos Polhut Purwosari di perbatasan Pekon way Nipa dan Pekon Pesanguan. Kita akan dibuat terpesona oleh kecantikan panorama hutan belantara TNBBS, dan disisi lain “kolam raksaksa” perairan Teluk Semaka yang terlihat teduh tak bergelombang. Beragam tumbuhan dan kicau aneka burung dan pekikan bermacam satwa seolah memanjakan mata dan telinga sepanjang perjalanan.

Perjalanan kian asyik karena beberapa spesies monyet tampak bergelantungan di ranting pepohonan di pinggir jalan. Atau sesekali burung bangau dan burung tohtor yang langka di dunia melintas dipucuk-pucuk pohon raksaksa. Sesekali kami juga dikejutkan oleh pekikan ayam hutan yang kadang memotong jalan yang kami lalui.

Bukan itu saja, berbagai jenis angrek hutan juga terlihat sedang berbunga dan terletak diketinggian pohon-pohon raksaksa. Semerbak harum bunga angrek diselingi bau amis dari bunga bangkai, menciptakan nuansa alam yang sangat harmoni. Belum lagi, deretan pohon-pohon bernilai ekonomis tinggi, menciptakan getaran tersendiri didalam hati, “betapa kecilnya manusia dibandingkan dengan alam jagat raya ciptaan Tuhan”. Menyaksikan semua itu, sungguh sensasi yang tidak setiap hari bisa kita nikmati.

Setelah berjuang selama dua jam membelah belantara hutan perawan TNBBS, kita akan bertemu dengan perkebunan kopi milik warga setempat. Konon, kebun kopi tersebut milik para perambah yang membuka hutan terlarang untuk kegiatan perkebunan. Dibeberapa titik, juga terpantau bekas kegiatan ilegal logging (pencurian kayu) bernilai ekonomis tinggi diwilayah memasuki Dusun Pedamaran (Pekon Way Nipa).

Setelah lelah terguncang-guncang sekitar dua jam diatas sepeda motor, kita akan menemukan pemandangan yang sangat kontras saat memasuki daerah pedesaan. Dusun Pedamaran, itulah nama kampung yang pertama kita temui setelah lepas dari hutan belantara

Hening, itulah gambaran yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi dusun tersebut. Hanya sesekali terdengar suara anak-anak bermain. Sementara orang tua mereka biasanya menghabiskan waktu di kebun untuk bercocok tanam. Dusun ini selalu menjadi tempat singgah warga yang melalui jalur darat untuk sekedar melepas penat.

Di dusun Pedamaran ini terlihat barisan rumah-rumah sederhana milik warga. Ada juga sebuah masjid yang cukup lumayan bagus. Tapi jangan ditanya soal gedung sekolah, Puskesmas atau Pustu, dan juga aliran listrik. Semua itu hanya mimpi belaka. Tetapi jangan salah, hampir rata-rata warga dusun dipinggir hutan ini kaya-raya. Mereka umumnya mempunyai rumah di Kota Agung dan menyekolahkan anak mereka di kota.

Beberapa rumah di Pedamaran ini juga tampak menyembul antenna parabola. Kalau sumber energi listrik, diambil dari tenaga diesel / jenset. Ada beberapa warga juga yang punya listrik tenaga surya bantuan dari pemerintah. Sebagian besar rumah, hanya berpenerangan lampu sentir (lampu minyak tanah). Sinyal HP juga sudah masuk, walau sering putus-putus,” terang Sumadi (40), warga setempat.

Dari Pedamaran, perjalanan kembali dilanjutkan.  Kali ini harus menembus belantara hutan,  jalan berlumpur (kubangan), sesekali kami harus turun dari sepeda motor, karan terjebak Lumpur. Bahkan dua kali sepeda motor tergenlincir, karena jalan yang licin. Tetapi pemandangan dan harmoni alam juga sangat menakjubkan, sehingga kelelahan dan rasa letih sedikit terbayar oleh panorama alam yang indah itu.

Setelah 1.45 menit berjalan, kami tiba di Dusun Sinar Laut, dusun di pinggir  hutan ini masuk kedalam wilayah Pekon Teluk Berak. Dan mulai dari Dusun Pedamaran, Dusun Sinar Laut, Dusun Sukamulyo, Dusun Karang Anyar, Dusun Umbul Gajah (di Pekok Teluk Berak) sampai Dusun Umbul Kapuk, dan Tirom Awi (Pekon Karang Brak), telihat kesederhanaan kehidupan warga desa terpencil ini.

Tanah yang subur, penduduknya yang ulet, telah menghasilkan hasil panen untuk mencukupi segala kebutuhan pangan mereka. Akan tetapi, sebagian besar hasil kerja mereka, akan dikonsumsi sendiri. Kalaupun ada yang akan dijual ke pasar Kotaagung, biasanya jika hasil panen sedang berlimpah, dan tidak habis untuk dikonsumsi oleh mereka sendiri.

Gabah, jengkol, petai, pisang, kelapa, kakao, kopi, durian, cabai dan hasil bumi lainnya, adalah hasil pertanian dan perkebunan yang biasanya akan dijual sepanjang masa panen, mengingat jumlahnya sangat berlimpah dimasa panen raya, dan mudah ditemui di sekitar pekon (desa) diwilayah tersebut.

Ironisnya, meski memilki lahan yang subur dan hasil pertanian dan perkebunan melimpah ditambah hasil laut dan panorama pantai yang memukau. Tetapi kehidupan sebagain besar warga diwilayah ini masih sangat memprihatinkan, bahkan banyak yang miskin. Padahal wilayah Tanjung Cina meliputi Pesanguan, Teluk Berak, Karang Brak, Tirom, Kaurgading, Asahan, Tampang Tukha dan Tampang Muda, adalah ibarat intan yang tak terasah. Intan baru akan terlihat kemilaunya bila diasah dengan serius dan dirawat secara berkesinambungan.  Sudah saatnya intan tersebut diangkat dari lumpur yang menyelimutinya selama ini.

Itu baru dilihat dari sisi potensi agrobisnis, kalau dilihat dari sisi potensi wisata ternyata desa ini juga menyimpan pantai-pantai, sungai, hutan, air terjun dan gua-gua menarik yang indah untuk dikunjungi. Kalau bisa dikelola dengan baik bukan mustahil wilayah  ini bisa menjadi sumber pemasukan yang cukup besar bagi pemerintah daerah setempat di masa yang akan datang.

Obyek Wisata Pantai

Terisolirnya PEKON (DESA) disepanjang gugusan Tanjung Cina di Kecamatan Pematangsawa, membuat objek wisata indah yang ada di sana menjadi semakin dalam terbenam. Bentangan pantai dengan panorama yang indah, pasir yang bersih dan kekayaan laut yang melimpah masih terlihat belum tersentuh sebagai daerah wisata unggulan. Pantai pasir putih yang bermaterialkan pasir kuarsa dan pecahan batuan gamping hasil abrasi gelombang laut ini sebenarnya sangatlah besar potensinya bila dilihat dari sisi kepariwisataan. Apalagi dengan adanya hutan suaka alam di sisi lainnya.

Berjalan menyusuri pantai Tanjung Cina mulai Pekon Way Nipa, Kabu,Teluk Brak, Tirom Awi, Karang Berak, Penengahan, Tirom, Asahan, Kaurgading, Tampang Muda, Tampang Tukh, terus menyusur memasuki hutan konservasi TNBS dan kawasan ekowisata Tambling (Tampang—Belimbing) yang penuh dengan kekayaan flora dan faunanya seperti lutung, siamang, kera, monyet, kerabau liar, kijang, rusa, menjangan, berbagai jenis burung, harimau, gajah, tapir dan terkadang masih di jumpai Badak serta berbagai bunga dan enggrek, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisata petualangan.

Pemandangan matahari terbenam terlihat indah sekali di sini. Belum lagi ditambah silhouette dari kelewar yang keluar dari gua sepanjang pantai menjelang senja, akan terasa kesyahduan matahari senja menyelimuti pikiran anda. (Sayuti)

 

Editor :