Tata Kelola Keuangan Pemda Lampung Tengah Buruk, Media Tak Dibayar, Transparansi Nol, Dugaan Korupsi Kian Akut
Aksi dengan sasaran Kantor Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dan Kantor DPRD Lampung Tengah. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Lampung Tengah - Tata kelola keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah kembali menuai sorotan. Kegaduhan mencuat menyusul mandeknya pembayaran kerja sama publikasi media, meskipun seluruh proses pengadaan telah dilakukan secara resmi, legal, dan tercatat melalui sistem e-katalog pemerintah.
Fakta di lapangan menunjukkan, order publikasi dilakukan secara bertahap oleh Sekretariat DPRD Lampung Tengah sejak pertengahan tahun 2025.
Seluruh pekerjaan telah dilaksanakan sesuai kontrak, bahkan serah terima pekerjaan telah diselesaikan. Namun ironisnya, hingga tutup buku anggaran 2025, tidak ada kejelasan pembayaran.
Kondisi tersebut memperkuat dugaan publik bahwa pengelolaan keuangan daerah Lampung Tengah berjalan amburadul, tidak transparan, dan sarat persoalan hukum.
Sekretaris DPRD Lampung Tengah, Yasir Asroni, berdalih bahwa pembayaran kerja sama media tidak dapat dilakukan karena tidak diizinkan oleh Kejaksaan Negeri Lampung Tengah.
Namun pernyataan ini dinilai janggal, sepihak, dan problematik, lantaran tidak pernah disertai surat resmi, penjelasan hukum, maupun dasar normatif yang dapat diuji secara publik.
“Ini alasan sepihak yang tidak bisa diverifikasi. Kalau memang ada larangan dari kejaksaan, mana suratnya? Apa dasar hukumnya?” ujar GF, pimpinan salah satu perusahaan media di Bandar Lampung, Selasa (30/12/2025).
GF menegaskan, ketidakjelasan tersebut justru menjerumuskan perusahaan media ke dalam persoalan administratif dan pelaporan keuangan.
“Ini sudah tercatat sebagai penerimaan perusahaan. Tidak bisa main-main. Ada aturan, laporan pajak, dan audit. Kalau memang tidak bisa dibayar, harus ada surat resmi tertulis agar bisa ditindaklanjuti secara hukum,” tegasnya.
Sikap Sekretariat DPRD yang enggan memberikan kejelasan tertulis dinilai sebagai bentuk pengabaian prinsip akuntabilitas dan transparansi, dua fondasi utama dalam pengelolaan keuangan publik.
Akumulasi kekecewaan tersebut memuncak dalam rapat Forum Lintas Media Massa (FLMM) Lampung Tengah di Sekretariat PWI Lampung Tengah, Kamis (25/12/2025). Forum secara bulat memutuskan aksi unjuk rasa sebagai langkah terakhir.
Aksi digelar pada Senin, 29 Desember 2025, dengan sasaran Kantor Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dan Kantor DPRD Lampung Tengah.
Koordinator FLMM Lampung Tengah, Gunawan, menegaskan bahwa aksi ini bukan semata tuntutan pembayaran, melainkan bentuk perlawanan terhadap kesewenang-wenangan birokrasi dan rusaknya tata kelola pemerintahan.
“Ini bukan hanya soal uang, tetapi juga soal prinsip pemerintahan yang sehat,” tegas Gunawan.
Ia menambahkan, berbagai upaya dialog telah ditempuh, namun tidak pernah mendapat respons serius dari pihak eksekutif maupun legislatif.
FLMM juga secara tegas meminta Plt. Bupati Lampung Tengah, I Komang Koheri, untuk mencopot Sekretaris DPRD Yasir Asroni dari jabatannya.
Sekwan dinilai tidak profesional, kerap membuat tafsir sepihak atas aturan, dan memicu kegaduhan berkepanjangan di kalangan pers.
Menurut Gunawan, Yasir Asroni menolak menandatangani pencairan MoU sejumlah media dengan dalih Peraturan Bupati Tahun 2020, tanpa pernah menjelaskan substansi, pasal, maupun relevansinya.
“Perbup apa? Pasal yang mana? Ini negara hukum, bukan negara tafsir pribadi. Sikap seperti ini justru menunjukkan bobroknya manajemen birokrasi di Lampung Tengah,” tandasnya.
Pada hari yang sama, ratusan jurnalis yang tergabung dalam Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) mendatangi Kantor DPRD Lampung Tengah. Namun dari 50 anggota DPRD, tidak satu pun berada di tempat.
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.30 hingga 13.00 WIB itu dimulai dari Kantor PWI, dilanjutkan ke Kantor Pemkab, dan berakhir di Kantor DPRD.
Aspirasi massa hanya diterima pejabat setingkat Kabag dan Kasubag Sekretariat DPRD. Bahkan, meski diketahui Sekretaris DPRD berada di lingkungan kantor, ia memilih tidak menemui massa aksi.
“Kami sangat kecewa. Lima puluh anggota DPRD digaji dari uang rakyat, tetapi tidak satu pun hadir. Jika rumah rakyat menutup pintunya bagi rakyat, lalu ke mana lagi kami harus mengadu?” tegas Riki Antoni, Koordinator Aksi FWLM.
Kisruh ini tidak berdiri sendiri. Publik Lampung Tengah masih mengingat Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dalam kasus dugaan suap dan penerimaan setoran proyek.
Fakta tersebut menjadi cermin rapuhnya integritas pemerintahan daerah, sekaligus memperkuat dugaan bahwa kekacauan pembayaran media, dalih hukum yang kabur, penghapusan anggaran publikasi, serta sikap tertutup pejabat bukanlah kebetulan, melainkan persoalan sistemik. (*)
Berita Lainnya
-
Kemitraan Tebu SGC Menguntungkan Petani Karena Harga Dijaga Pemerintah
Senin, 22 Desember 2025 -
Pemkab Lampung Tengah Sinkronkan Program Pertanian Bersama PPL, Libatkan Kementerian Pertanian dan Sugar Group Companies Dorong Hilirisasi Tebu
Sabtu, 20 Desember 2025 -
7 Pos Pengamanan dan 1 Pos Pelayanan Disiagakan Hadapi Nataru di Lampung Tengah
Kamis, 18 Desember 2025 -
Plt Bupati Lamteng Sidak Layanan Publik di Trimurjo, Tekankan ASN Sigap dan Transparan
Rabu, 17 Desember 2025









