Ingatkan Ruang Gerak Kota Kian Terbatas, APEKSI Dorong Kebijakan Nasional Lebih Kontekstual
Wakil Ketua Bidang Inklusi dan Hak Asasi Manusia APEKSI sekaligus Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, saat pidato akhir tahun APEKSI Outlook 2025 yang digelar di Paradise Hall Hotel Novotel Lampung, Sabtu (20/12/2025). Foto: Sri/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Wakil Ketua Bidang Inklusi dan Hak Asasi Manusia Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sekaligus Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, menyoroti semakin terbatasnya ruang gerak pemerintah kota dalam merespons kebutuhan masyarakat di tengah tantangan pembangunan nasional yang kian kompleks.
Hal itu disampaikan Tauhid dalam pidato akhir tahun APEKSI Outlook 2025 yang digelar di Paradise Hall Hotel Novotel Lampung, Sabtu (20/12/2025).
Tauhid menegaskan, pemerintah kota dituntut untuk terus adaptif, inovatif, dan responsif, meskipun menghadapi keterbatasan fiskal serta tekanan kebijakan dari luar daerah.
“Bahkan dalam keterbatasan, kita tetap dituntut adaptif dan inovatif. Tantangan tidak hanya datang dari dalam, tetapi juga dari kebijakan eksternal yang sering kali tidak sepenuhnya mempertimbangkan kondisi kota,” ujarnya.
Ia menjelaskan, karakter kota di Indonesia sangat beragam, mulai dari kota industri, pariwisata, pendidikan, kota kepulauan, hingga kota dengan kapasitas fiskal terbatas. Namun, menurutnya, kebijakan yang seragam justru berpotensi mempersempit ruang inovasi pemerintah kota.
“Padahal di tingkat kota, kebijakan bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Jika ruang penyesuaian semakin sempit, maka pemerintah kota akan kesulitan merespons dinamika lokal,” tegasnya.
Tauhid juga menyoroti dampak perubahan atau terhentinya proyek strategis nasional di wilayah kota.
Ia menilai, dampak tersebut tidak berhenti pada proyek semata, melainkan berimbas pada tata ruang, sosial, dan lingkungan yang akhirnya harus ditanggung oleh pemerintah kota dan warganya.
“Ini bukan sekadar soal proyek, tapi tentang kemanfaatan publik dan keadilan pembangunan. Ketika proyek tidak tuntas, manfaat tidak sepenuhnya hadir, sementara bebannya justru ditanggung kota,” jelasnya.
Meski demikian, Tauhid menegaskan bahwa APEKSI tidak berada dalam posisi mengeluh, melainkan mendorong penguatan dialog dan kepercayaan antarlembaga pemerintahan.
Menurutnya, kota tidak meminta keistimewaan, hanya berharap keragaman konteks daerah diperhitungkan dalam kebijakan nasional.
Ia juga mengapresiasi kuatnya solidaritas antarkota sepanjang 2025, mulai dari penanganan bencana, peningkatan layanan publik, hingga pertukaran praktik baik antardaerah.
“Solidaritas antarkota adalah modal sosial yang sangat berharga. Ini yang membuat kita mampu bertahan di tengah berbagai keterbatasan,” ujarnya.
Menutup pidatonya, Tauhid mengingatkan bahwa rentetan bencana alam di akhir tahun menjadi peringatan keras bahwa pembangunan tidak boleh terlepas dari pelestarian lingkungan.
“Alam kembali menegur kita. Jika kita gagal memperlakukan bumi dengan bijak, maka masa depan pembangunan akan semakin rapuh. Kolaborasi, konsistensi, dan saling percaya adalah kunci menghadapi tantangan ke depan,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Gubernur Lampung: Kota yang Bertahan adalah Kota yang Mau Belajar dan Berani Berubah
Sabtu, 20 Desember 2025 -
Komwil APEKSI Soroti Penguatan Otonomi Daerah dan Kolaborasi Antarkota Jelang 2026
Sabtu, 20 Desember 2025 -
Diresmikan Gubernur Lampung, Embung Kemiling Senilai Rp 6,98 Miliar Jadi Solusi Banjir dan Ruang Publik Warga
Sabtu, 20 Desember 2025 -
Eva Dwiana Ajak Wali Kota Se-Indonesia Perkuat Solidaritas Daerah dan Beri Dukungan kepada Daerah Tertimpa Bencana
Sabtu, 20 Desember 2025









