• Rabu, 26 November 2025

Banyak Perusahaan Pemilik HGU di Lampung Abaikan Kewajiban Plasma 20 Persen

Rabu, 26 November 2025 - 08.02 WIB
14

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Garinca Reza Pahlevi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Banyak perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) di Provinsi Lampung masih mengabaikan kewajiban menyediakan 20 persen lahan plasma bagi masyarakat. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, perusahaan dapat dikenai sanksi hingga pencabutan izin HGU.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, pada Pasal 27 disebutkan bahwa pemegang HGU memiliki 12 kewajiban.

Dalam Pasal 27 huruf i, perusahaan pemegang HGU yang berbentuk perseroan terbatas dan bergerak di bidang perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat atau plasma sedikitnya 20 persen dari luas tanah HGU yang diberikan.

Sementara itu, Pasal 31 huruf b angka 1 menjelaskan bahwa HGU dapat dicabut oleh Menteri sebelum masa berlakunya berakhir apabila perusahaan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan/atau Pasal 28.

Berdasarkan data Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung, jumlah HGU yang dikuasai perusahaan BUMN sebanyak 27 bidang seluas 49.358,549 hektare. Sementara perusahaan swasta mengelola 335 bidang HGU dengan luas mencapai 4.737,372 hektare.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengaku menerima laporan dari sejumlah kepala daerah di Lampung mengenai masih banyaknya perusahaan pemegang HGU yang belum memenuhi kewajiban kemitraan plasma 20 persen.

Mekanisme plasma merupakan sistem kemitraan antara perusahaan perkebunan dan petani, di mana perusahaan wajib menyediakan kebun masyarakat seluas 20 persen dari total HGU.

"Kami dapat laporan dari para bupati, banyak korporasi pemegang HGU yang tidak memenuhi kewajiban 20 persen plasma, padahal plasma ini dituangkan di dalam PP maupun undang-undang,” kata Nusron usai rapat koordinasi bersama kepala daerah di Lampung, Selasa (29/7/2025).

Nusron menegaskan, pihaknya akan melakukan evaluasi lapangan. Jika terbukti benar, Kementerian ATR/BPN akan mengambil langkah tegas melalui penertiban hingga penindakan.

"Kalau perusahaan akan mengajukan perpanjangan HGU, tidak diberikan izin kalau tidak memotong 20 persen untuk plasma,” tegas Nusron.

Dalam pertemuan tersebut, Nusron bersama kepala daerah juga membahas lahan berstatus HGU dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang masa berlakunya telah habis namun tidak diperpanjang.

"Di Lampung jumlahnya ada 42.000 hektare, tadi akan kami diskusikan ini akan digunakan untuk apa,” ujar Nusron.

Ia menjelaskan, tanah-tanah tersebut dapat dimanfaatkan untuk empat tujuan, yaitu dikembalikan kepada pemilik sebelumnya jika masih menguasai dan memanfaatkannya dengan baik, dialokasikan untuk program Reforma Agraria (TORA), diberikan kepada bank tanah, atau dijadikan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).

"TCUN itu kalau pemda butuh untuk bangun sekolah, jalan, masjid, rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya,” ungkap Nusron.

Nusron menegaskan bahwa kepala daerah di Lampung berharap pengelolaan HGU dan pemanfaatan tanah dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

"Karena Lampung ini penduduknya banyak, tapi lahannya yang luas dikuasai korporasi, dan rakyatnya tidak bisa menikmati ini. Tadi keluhannya Pak Gubernur begitu,” ujarnya.

Gubernur dan para bupati meminta Kementerian ATR/BPN menata ulang penguasaan tanah agar akses masyarakat terhadap pemanfaatan lahan lebih terbuka.

"Mereka meminta kami menata ulang agar rakyat bisa menguasai dan memanfaatkan tanah di Lampung untuk usaha dan ketahanan pangan, bukan hanya dikuasai korporasi,” kata Nusron.

Sementara itu, Komisi I DPRD Provinsi Lampung juga menegaskan pentingnya kepatuhan perusahaan perkebunan terhadap kewajiban plasma tersebut.

Ketua Komisi I, Garinca Reza Pahlevi, menyatakan bahwa kewajiban itu tertuang jelas dalam Pasal 27 huruf i PP Nomor 18 Tahun 2021.

"Kami sangat mendorong perusahaan dan pemda kabupaten maupun provinsi untuk memastikan bahwa ketika perusahaan mengajukan perpanjangan HGU, 20 persen lahan untuk masyarakat harus disisihkan. Ini kewajiban yang sudah diatur dalam PP,” kata Garinca, Selasa (25/11/2025).

Ia mencontohkan konflik agraria antara warga Anak Tuha dan PT BSA di Lampung Tengah yang HGU-nya akan berakhir pada 2029. Menurutnya, perpanjangan HGU bisa menjadi momentum penyelesaian konflik dengan memberikan 20 persen kebun plasma kepada masyarakat.

Garinca juga mengingatkan bahwa Pasal 31 huruf b angka 1 PP Nomor 18 Tahun 2021 menyebutkan bahwa HGU dapat dicabut jika perusahaan tidak memenuhi kewajiban plasma.

Meski begitu, pada 2025 ini Komisi I belum menerima laporan terkait perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban tersebut. Namun, aduan konflik agraria masih mendominasi, terutama terkait klaim lahan dan tanah adat.

"Komisi I banyak menerima aduan konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan. Kami mengapresiasi masyarakat, organisasi maupun perusahaan yang ingin melakukan hearing. Semua akan kami tindaklanjuti dengan OPD atau pihak terkait,” ujarnya.

Garinca menegaskan bahwa Komisi I berperan memediasi konflik dan memberikan dorongan politik kepada pemerintah daerah, sedangkan penegakan dan sanksi berada di tangan aparat penegak hukum dan pemerintah eksekutif.

"Yang jelas, perusahaan yang beroperasi di negara ini harus tunduk pada aturan, termasuk kewajiban plasma 20 persen,” tegasnya. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 26 November 2025 dengan judul "Banyak Perusahaan Pemilik HGU di Lampung Abaikan Kewajiban Plasma 20 Persen”