• Rabu, 26 November 2025

Polda Lampung Usut Kasus Penipuan Revitalisasi Sekolah yang Seret Nama Sekda dan 46 Kepsek di Lambar

Selasa, 25 November 2025 - 18.52 WIB
277

Komplek kantor Pemkab Lampung Barat. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Jajaran penyidik kepolisian Polda Lampung dikabarkan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah Kepala Sekolah (Kepsek) yang menjadi korban penipuan program revitalisasi palsu yang menyeret 46 kepala sekolah di Lampung Barat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kupas Tuntas, setidaknya ada lima kepala sekolah yang dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan yang berlangsung di Polres Lampung Barat pada Selasa (25/11/2025).

Hal tersebut disampaikan salah satu petugas kepolisian di Polres Lampung Barat yang enggan disebutkan namanya, ia mengatakan pemeriksaan dilakukan oleh penyidik dari Polda Lampung. "Iya benar (pemeriksaan) dari Polda," kata dia.

Namun ia tidak bisa memberikan keterangan secara detail terkait materi pemeriksaan."Untuk lebih detail bisa langsung ke pimpinan (Kasat Reskrim) saja," kata dia via sambungan WhatsApp kepada Kupas Tuntas.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Lampung Barat, Iptu Rudy Prawira belum memberikan pernyataan saat diminta keterangan terkait pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah kepala sekolah yang menjadi korban penipuan itu.

Ditempat terpisah, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, saat di hubungi tidak memberikan respon terkait adanya penugasan terhadap jajaran penyidik dari Polda Lampung untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kepsek korban penipuan di Polres Lampung Barat tersebut.

Sebelumnya diberitakan, dunia pendidikan di Lampung Barat kembali tercoreng setelah terungkapnya praktik dugaan penipuan bermodus program revitalisasi sekolah yang menyeret puluhan kepala sekolah.

Berdasarkan penelusuran Kupas Tuntas, sedikitnya 46 kepala sekolah menjadi korban, dengan nilai setoran yang berkisar 10–20 juta rupiah per orang atau sekitar 1 persen dari pagu yang dijanjikan.

Namun semakin kasus ini ditelusuri, semakin banyak kejanggalan dan celah yang mengarah pada dugaan bahwa persoalan ini tidak sekadar penipuan melainkan ada pola setoran yang mirip praktik suap terstruktur untuk mengakses proyek.

Kecurigaan muncul sejak perbedaan kronologi yang disampaikan narasumber utama. Ketua K3S Lampung Barat, Darlin Arsyad, mengaku dipanggil oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Lampung Barat, Drs. Nukman, dan diperkenalkan langsung kepada seorang pria berinisial YS alias Jack yang disebut Sekda sebagai orang dari Kementerian Pendidikan.

Namun di sisi lain, Sekda justru menyebut bahwa Jack merupakan orang yang datang bersama staf ahli dari Kementerian PDT, bukan Kemendikbudristek. Perbedaan ini menjadi pertanyaan besar, dari kementerian mana sebenarnya Jack mengaku berasal?.

Berdasarkan penelusuran Kupas Tuntas dari berbagai sumber yang diterima, Darlin menegaskan bahwa pertemuan pertamanya dengan Jack dilakukan di ruang kerja Sekda, bukan melalui jaringan pribadi atau rekomendasi pihak lain. Dari ruang kerja itulah, komunikasi antara YS dan para kepala sekolah mulai terbentuk.

Legitimasinya semakin menguat karena difasilitasi pejabat daerah. “Kami pikir, kalau ini difasilitasi Sekda, tentu jalurnya resmi,” ujar Darlin saat memberikan keterangan baru-baru ini usai kasus tersebut mencuat. Pernyataan ini menunjukkan bahwa otoritas daerah berperan besar dalam membangun kepercayaan korban.

Ia menjelaskan, tidak lama kemudian, grup WhatsApp berisi Sekda, Jack, dan para kepala sekolah dibentuk. Dari sinilah permintaan setoran mulai bermunculan. Jack meminta uang sebesar 1 persen sebagai “biaya konsultan”.

Nominal yang diminta pun seragam, antara 10 hingga 20 juta rupiah, sesuai nilai pagu fiktif yang ia sodorkan. “Banyak dari kami yang akhirnya menyetor, karena diyakinkan program ini tinggal menunggu SK turun,” ucap Darlin.

Namun setelah dua bulan berlalu tanpa hasil, Darlin memutuskan menelusuri langsung ke kantor Kementerian Pendidikan di Jakarta. Di lantai 18, ia bertemu ketua program revitalisasi yang sah.

Ketika nama YS alias Jack disebut, pejabat kementerian tersebut langsung bereaksi, tidak ada pegawai dengan nama itu. Temuan ini mengakhiri semua asumsi bahwa program tersebut resmi. “Saat itulah saya sadar kami ditipu,” kata Darlin.

Tanggal 27 Oktober 2025, Darlin segera menghubungi Sekda. Namun respons yang diterimanya justru minim. “Beliau hanya meminta saya tetap tenang,” ujar Darlin. Respons yang terkesan pasif ini menjadi sorotan tersendiri, mengingat pertemuan awal justru difasilitasi oleh Sekda. (*)