Tujuh Pemda di Lampung Berutang ke PT SMI, Pengamat Ingatkan Risiko dan Tata Kelola Keuangan
Pengamat Pemerintahan Universitas Lampung, Sigit Krisbintoro. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak tujuh pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Lampung tercatat memiliki pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Nilai pinjaman itu bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
Pinjaman tersebut digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan di daerah masing-masing. Namun, besaran hutang yang cukup besar ini menjadi sorotan karena berpotensi menambah beban keuangan daerah ke depan.
Berdasarkan laporan keuangan PT SMI tahun 2024, pinjaman terbesar dimiliki Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan nilai mencapai Rp114,48 miliar.
Disusul Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp63,45 miliar, Lampung Utara Rp62,83 miliar, dan Tanggamus Rp59,62 miliar.
Kemudian Lampung Selatan memiliki pinjaman senilai Rp55,30 miliar, Tulangbawang Barat Rp50,94 miliar, dan Lampung Barat sebesar Rp34,19 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pemerintahan Universitas Lampung, Sigit Krisbintoro menilai, pinjaman daerah kepada pihak swasta secara hukum diperbolehkan. Namun, pelaksanaannya harus tetap sesuai ketentuan dan mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.
“Pinjaman pemerintah daerah secara legalitas diperkenankan dalam rangka kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Namun, pemda juga harus memperhitungkan kemampuan keuangannya agar dapat mengembalikan pinjaman tersebut dalam jangka pendek, menengah, dan panjang,” kata Sigit, saat dimintai tanggapan Sabtu (1/11/2025).
Menurutnya, sebelum memutuskan melakukan pinjaman, pemerintah daerah seharusnya sudah menghitung secara cermat rasio kemampuan keuangan daerah, risiko pembiayaan, dan risiko operasional yang mungkin timbul.
Selain itu, lanjut Sigit, tata kelola keuangan daerah juga harus dijaga agar tetap transparan dan akuntabel.
“Pinjaman idealnya digunakan untuk menunjang pembangunan dan pelayanan masyarakat. Karena itu, pembahasannya harus dilakukan secara terbuka, melibatkan DPRD, dan diketahui masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan, pinjaman daerah yang bermasalah justru bisa menjadi indikator lemahnya perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
“Kalau pinjaman ke depan bermasalah, itu berarti ada ketidakcermatan dalam memperhitungkan kemampuan pengembalian dan risiko pembiayaan. Dampaknya bisa mengganggu operasional pemerintahan daerah,” jelasnya.
Menurut Sigit, pinjaman seharusnya diarahkan pada program yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan mampu meningkatkan pendapatan daerah.
“Pinjaman harus bisa menghasilkan keuntungan yang nantinya digunakan untuk menutup kewajiban pengembalian. Jangan sampai malah menjadi beban fiskal baru bagi daerah,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah menyiapkan mekanisme pengawasan dan pelaporan keuangan yang transparan kepada publik.
Hal itu penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kesinambungan pemerintahan di daerah. (*)
Berita Lainnya
-
Sepuluh Guru Besar Ditetapkan sebagai Bakal Calon Rektor UIN RIL, Berikut Daftar Namanya
Sabtu, 01 November 2025 -
UIN Raden Intan Lampung Siap Pertahankan Sertifikat ISO 9001:2015 dan ISO 21001:2018
Sabtu, 01 November 2025 -
UIN RIL Gelar Stadium General Pascasarjana Bahas Peran Agama dalam Menjaga Keseimbangan Ekologis
Sabtu, 01 November 2025 -
Terungkap! Pelaku Bunuh Mantan Istri Karena Sakit Hati Dituduh Selingkuh
Sabtu, 01 November 2025









