• Jumat, 19 September 2025

‎Kasus Korupsi Dana Hibah KONI Lampung Masih Menggantung, Pengamat Desak SP3 Diterbitkan

Jumat, 19 September 2025 - 14.19 WIB
28

‎Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist.

‎Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung tahun anggaran 2020 terus menjadi sorotan publik.

‎Pasalnya, meski Pengadilan Negeri Tanjungkarang melalui putusan praperadilan telah membatalkan penetapan tersangka terhadap Agus Nompitu, penyidikan hingga kini belum dihentikan secara resmi melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

‎Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan dana hibah KONI Lampung sebesar Rp30 miliar pada tahun 2020.

Kejaksaan Tinggi Lampung kemudian menetapkan dua tersangka, yakni Agus Nompitu (saat itu menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung) dan Frans Nurseto (mantan Sekretaris KONI Lampung).

Audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kerugian negara sebesar Rp2,57 miliar.

‎Agus Nompitu sempat mengundurkan diri dari jabatannya untuk fokus menghadapi perkara.

Pada Mei 2024, Kejati Lampung bahkan menyatakan pemberkasan kasus sudah hampir rampung dan melibatkan ahli keuangan daerah Kemendagri. Namun dalam perkembangannya, Agus mengajukan praperadilan.

‎Pada akhir 2024, hakim praperadilan memutuskan penetapan tersangka terhadap Agus Nompitu tidak sah dan memulihkan status hukumnya menjadi warga biasa.

Meskipun demikian, sampai berita ini diturunkan, penyidik belum mengeluarkan SP3 sehingga perkara masih tercatat dalam tahap penyidikan.

‎Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menilai kondisi ini menimbulkan problem serius dalam penegakan hukum.

‎“Putusan praperadilan telah membatalkan status tersangka. Secara hukum, Agus Nompitu kembali pada posisi bukan tersangka. Penyidik tidak lagi memiliki dasar sah untuk melanjutkan penyidikan terhadap dirinya,” ujar Benny saat dimintai keterangan, Jumat (19/9/25)

‎Menurutnya, tanpa diterbitkan SP3, perkara akan terus menggantung dan menciptakan legal limbo yang bertentangan dengan hak atas kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

‎“SP3 adalah instrumen penting kepastian hukum. Dengan SP3, penyidikan berakhir secara formal sehingga subjek hukum terlindungi dari ketidakpastian. Jika penyidik tidak mampu menemukan bukti baru yang sah, maka tidak ada alasan untuk melanjutkan penyidikan,” jelasnya.

‎Benny juga menyinggung asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Menurutnya, perkara yang berlarut-larut tidak hanya merugikan individu tetapi juga menciderai kredibilitas institusi penegak hukum.

‎Ia merekomendasikan agar penyidik segera menerbitkan SP3 demi tegaknya kepastian hukum, serta mendorong Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan memastikan adanya kepatuhan terhadap putusan praperadilan.

‎“Dalam jangka panjang, revisi KUHAP mendesak dilakukan untuk memberi batas waktu penyidikan. Ini penting agar tidak ada lagi kasus korupsi yang berlarut-larut tanpa kejelasan,” tegasnya.

‎Kasus korupsi dana hibah KONI Lampung kini memasuki babak krusial. Dengan status tersangka Agus Nompitu yang telah dibatalkan, tekanan publik semakin besar agar penyidik menghentikan penyidikan secara formal.

‎Ulasan para pakar hukum seperti Benny Karya Limantara memperkuat dorongan agar SP3 segera diterbitkan, demi menjaga kepastian hukum dan memulihkan kepercayaan publik pada aparat penegak hukum. (*)