• Senin, 28 Juli 2025

PPATK Blokir Rekening Tidak Aktif Berpotensi Langgar Wewenang

Senin, 28 Juli 2025 - 14.51 WIB
39

Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara menyoroti kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant.

Menurutnya, langkah tersebut berpotensi melampaui kewenangan jika tidak disertai indikasi tindak pidana.

“PPATK memang memiliki kewenangan menghentikan sementara transaksi sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tapi itu sifatnya terbatas. Harus ada dugaan kuat transaksi terkait kejahatan,” jelas Benny saat dimintai tanggapan, Selasa (28/7/2025).

Pernyataan itu disampaikan menanggapi pengumuman PPATK yang dirilis melalui akun Instagram resminya, @ppatk_indonesia, Minggu (27/7/25).

Dalam unggahan tersebut, PPATK menyebut langkah pemblokiran dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan rekening tidak aktif yang kerap dipakai dalam tindak pidana, seperti pencucian uang atau hasil jual beli rekening.

Menurut Benny, secara hukum, rekening dormant atau rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu bukan serta-merta menjadi indikator kejahatan.

“Kalau pemblokiran dilakukan hanya karena rekening tidak aktif tanpa adanya suspicious transaction, maka itu tidak sesuai dengan semangat UU TPPU. Ini bisa masuk ke ranah pelanggaran hak kepemilikan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Benny menjelaskan bahwa PPATK memang boleh melakukan pemblokiran tanpa harus menunggu putusan pengadilan, namun waktunya dibatasi.

“PPATK hanya boleh menghentikan transaksi maksimal 5 hari kerja dan bisa diperpanjang 15 hari atas persetujuan penyidik. Setelah itu harus diteruskan ke penegak hukum. Kalau melebihi batas itu tanpa proses hukum, bisa digugat,” tegasnya.

PPATK sendiri dalam pengumuman menyatakan bahwa dana dalam rekening tetap aman, dan masyarakat dapat mengaktifkan kembali rekeningnya jika ingin digunakan.

Namun bagi Benny, kejelasan prosedur dan dasar hukum tetap menjadi hal penting untuk melindungi hak warga negara.

Jika masyarakat merasa dirugikan, kata Benny, mereka bisa mengajukan keberatan ke PPATK, menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahkan menuntut ganti rugi jika ada kerugian finansial. (*)