• Kamis, 24 April 2025

Terkait Perambahan Kawasan TNBBS, Parosil Mabsus Usul Kemitraan Konservasi Antara Masyarakat dan Pemerintah

Kamis, 24 April 2025 - 11.21 WIB
69

Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus dan tim saat audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Dalam upaya mempercepat penyelesaian berbagai persoalan strategis yang dihadapi pemerintah daerah, Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus melakukan audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meminta solusi terkait penyelesaian konflik yang terjadi.

Audiensi tersebut diterima langsung oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), dan membahas lima isu krusial yang menyangkut hutan, satwa, energi, serta kepastian hukum bagi warga.

Saat dihubungi melalui sambungan telepon usai pertemuan, Parosil Mabsus menjelaskan bahwa kunjungan tersebut adalah bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam mencari solusi konkret atas permasalahan yang sudah berlangsung lama dan menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

"Ada lima poin penting yang kami sampaikan ke Kementerian LHK, semua ini menyangkut masa depan Lampung Barat, dari pelestarian hutan hingga kebutuhan listrik dan kepastian hukum atas tanah," ungkap Parosil, Kamis, (24/4/2025).

Lima isu utama yang diperjuangkan Parosil dalam pertemuan tersebut yaki pertama, terkait perambahan TNBBS dan usulan kemitraan konservasi, Parosil menyampaikan kekhawatiran atas aktivitas perambahan kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang masih terus terjadi.

Menurutnya, salah satu solusi jangka panjang adalah dengan membuka skema kemitraan konservasi antara masyarakat dan pengelola taman nasional, sehingga antara masyarakat dan pemerintah tidak terjadi sengketa berkelanjutan.

"Daripada masyarakat terus dianggap merambah ilegal, lebih baik mereka diberi ruang legal untuk mengelola kawasan secara berkelanjutan, tentu dengan pendampingan. Ini win-win solution antara konservasi dan kesejahteraan rakyat," jelasnya.

Kemudian terkait Konflik Manusia dan Satwa di Suoh, ia menuturkan, adanya peningkatan konflik antara manusia dan satwa liar, seperti gajah dan harimau, yang kerap masuk ke lahan pertanian dan permukiman di Suoh harus jadi perhatian.

"Kami minta intervensi serius, jangan sampai masyarakat terus menjadi korban, sehingga harus ada upaya nyata seperti pemasangan pagar listrik, pemantauan rutin, dan edukasi ke warga, sehingga konflik ini tak terus terjadi," tegasnya.

Kemudian permasalahan izin listrik di Pekon (Desa) Rowo Rejo dan Sidorejo, dimana akses listrik di beberapa wilayah terpencil seperti Rowo Rejo dan Sidorejo masih terkendala izin karena kawasan tersebut termasuk dalam area hutan lindung.

Parosil mendorong percepatan proses perizinan agar masyarakat segera mendapatkan akses energi yang layak. "Ini soal hak dasar warga. Selama ini mereka hidup dalam kegelapan karena proses perizinan terlalu lama. Kami harap KLHK bisa memfasilitasi percepatan ini," ujarnya.

Kemudian perkembangan proyek Geotermal di Sekincau Selatan, pemerintah daerah juga mendorong kelanjutan proyek geotermal panas bumi di wilayah Sekincau Selatan yang masuk dalam kawasan TNBBS.

Parosil meminta kejelasan dan dukungan regulasi agar proyek energi terbarukan ini dapat berlanjut tanpa merusak lingkungan. "Proyek ini sangat potensial dan sejalan dengan kebijakan energi hijau nasional, tapi harus ada kepastian regulasi, supaya tak bertabrakan dengan aturan konservasi," katanya.

Terakhir, Parosil meminta kejelasan terkait usulan pelepasan kawasan hutan di Sukapura, yang sudah lama diajukan untuk kebutuhan permukiman dan fasilitas umum.

"Warga di sana butuh legalitas. Pemerintah daerah juga ingin membangun jalan dan fasilitas, tapi semua terkendala status kawasan. Kami harap KLHK bisa memberi keputusan yang adil dan berpihak pada rakyat," pungkasnya.

Menurut Parosil Dirjen KSDAE menyambut baik aspirasi tersebut dan menyatakan komitmen untuk menindaklanjuti seluruh isu yang disampaikan. Pihak KLHK juga mendorong kolaborasi intensif antara pusat dan daerah guna mencari solusi yang mengedepankan kelestarian alam tanpa mengabaikan hak-hak masyarakat. (*)