• Kamis, 20 Maret 2025

75.219 Siswa Putus Sekolah di Lampung

Kamis, 20 Maret 2025 - 07.59 WIB
38

75.219 Siswa Putus Sekolah di Lampung. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak 75.219 siswa mulai dari SD/MI, SMP/MTs hingga SMA/MA di Provinsi Lampung mengalami putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan selama tahun 2024.

Data tersebut diakses dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Berdasarkan data yang dirilis Pusdatin Kemendikdasmen melalui website data.dikdasmen.go.id, Rabu (19/3/2025), untuk jumlah siswa putus sekolah jenjang SD/MI di Provinsi Lampung selama 2024 sebanyak 22.028 anak.

Kemendikdasmen menyebut, banyaknya anak yang tidak bersekolah pada jenjang SD/sederajat karena tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan, dan anak yang telah lulus SD/sederajat namun tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/sederajat.

Kemudian, untuk jumlah siswa putus sekolah jenjang SMP/MTs di Lampung selama tahun 2024 sebanyak 41.857 anak. Penyebabnya, tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan, dan anak yang telah lulus SMP/sederajat namun tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat.

Sementara jumlah siswa putus sekolah jenjang SMA/MA di Lampung selama 2024 sebanyak 11.334 anak. Kemendikdasmen menyebut, penyebab anak yang tidak bersekolah pada jenjang SMA/sederajat karena tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico, mengatakan pihaknya akan mengumpulkan seluruh pengurus, ketua forum, dan pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dari seluruh kabupaten/kota di Lampung dalam waktu dekat.

Thomas mengatakan, langkah tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak yang putus sekolah agar bisa melanjutkan pendidikannya melalui sekolah non formal.

"Kedepan saya akan coba mengumpulkan seluruh pengurus, ketua forum, pengelola PKBM se-Lampung di seluruh kabupaten. Dalam waktu dekat akan saya kumpulkan," kata Thomas, Rabu (19/3/2025).

Menurutnya, pendidikan non formal yang dikelola oleh PKBM ini menawarkan program paket A setara dengan SD, paket B setara dengan SMP, dan paket C setara dengan SMA yang dapat disesuaikan dengan waktu dan kebutuhan masing-masing individu.

"Jadi nanti bagi siswa-siswa yang putus sekolah kalau memang ingin melanjutkan di sekolah non formal bisa disesuaikan dengan waktunya masing-masing individu. Itu bisa melanjutkan di sekolah PKBM," kata dia.

Ia mengungkapkan, banyak faktor yang melatarbelakangi banyaknya anak putus sekolah, diantaranya faktor ekonomi, kenakalan remaja atau lingkungan yang tidak mendukung untuk melanjutkan pendidikan di sekolah formal.

“Faktor-faktor penyebab inilah yang harus kita Jawab dengan sebuah terobosan," ungkapnya.

Ia berkomitmen untuk memberikan solusi melalui program PKBM yang fleksibel. Pembelajaran di PKBM tidak memerlukan jadwal tetap setiap hari, dan waktu belajar dapat disesuaikan agar anak-anak tetap dapat memenuhi syarat kelulusan.

"Kita akan coba menyesuaikan dengan jadwal yang bersangkutan, karena kalau PKBM itu kan gak setiap hari belajarnya, gak juga  pagi. Yang penting jam belajarnya terpenuhi sesuai dengan syarat," jelasnya.

Thomas juga menekankan, pentingnya peningkatan anggaran untuk membantu anak-anak dari keluarga miskin, terutama dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda).

"Bosda ini membantu anak-anak yang benar-benar miskin. Tapi kan anggaran kita terbatas, maka kemudian kedepan mudah-mudahan anggaran kegiatan ini bisa kita tambah lagi," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Disdikbud Kota Bandar Lampung, Eka Afriana, mengungkapkan ada sekitar 5.700 siswa mulai SD hingga SMP di Bandar Lampung terdata sebagai anak putus sekolah.

Eka mengatakan, meskipun jumlah tersebut terdata, sistem pendataan yang ada saat ini masih sangat terbatas, terutama untuk tingkat SMP dan SMA.

"Untuk anak yang tidak sekolah, kita tidak bisa melihat datanya. Di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) kita hanya bisa melihat data untuk tingkat SD dan SMP. Sementara untuk anak yang tidak sekolah atau yang pindah, kita tidak tahu ke mana mereka melanjutkan pendidikan," jelas Eka, Rabu (19/3/2025).

Eka menjelaskan, banyak faktor yang menjadi penyebab anak-anak putus sekolah, salah satunya adalah perpindahan tempat tinggal tanpa pencatatan yang jelas, sehingga menyulitkan pemantauan keberlanjutan pendidikan mereka.  Selain itu, masalah administratif seperti tidak terdaftarnya anak di Disdukcapil juga menjadi kendala besar.

"Banyak anak yang pindah domisili, terutama di daerah pinggiran. Ketika mereka tidak terdaftar di Disdukcapil, kita kesulitan untuk melacak dan memverifikasi data mereka," ujar Eka.

Untuk mengatasi masalah ini, lanjut Eka, Disdikbud Bandar Lampung bekerja sama dengan seluruh kecamatan melakukan pemantauan dan pendataan anak-anak yang tidak bersekolah atau yang terancam putus sekolah.

"Informasi dari masyarakat akan kita segera ditindaklanjuti dengan mendatangi rumah anak-anak tersebut, guna memastikan apakah mereka benar-benar putus sekolah atau ada masalah lain yang menghambat proses pendidikan mereka," kata dia.

Menurut Eka, pihaknya juga telah menyiapkan program khusus pada tahun 2025 untuk melakukan pendataan yang lebih menyeluruh, terutama di daerah pinggiran yang sering terabaikan.

Program ini juga mencakup penuntasan masalah anak tidak sekolah (ATS) dan anak putus sekolah (APS), dengan tujuan agar semua anak di Bandar Lampung bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

"Saat ini kami juga memberikan bantuan pendidikan berupa billing atau bantuan biaya sekolah untuk anak-anak yang kesulitan secara finansial," lanjutnya.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Disdikbud Bandar Lampung, Mulyadi Syukri, menambahkan lebih dari 1.000 anak telah menerima bantuan billing untuk mencegah mereka putus sekolah akibat masalah ekonomi.

Selain itu, lanjut Mulyadi, Disdikbud juga berupaya mempermudah proses masuk sekolah dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menekan angka putus sekolah.

“Pemerintah Kota Bandar Lampung berkomitmen untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh dan memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal dalam pendidikan. Pada tahun 2025, pemerintah berharap dapat memperbaiki sistem pendataan dan bekerja sama dengan masyarakat serta pihak kecamatan untuk mencapai tujuan tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, semua anak di Bandar Lampung harus bisa bersekolah tanpa terkendala apapun. “Kami akan terus memperbaiki sistem pendataan dan bekerja sama dengan seluruh pihak agar tidak ada anak yang terputus dari pendidikan," imbuhnya.

Sebelumnya,Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, mengatakan salah satu upaya menekan angka putus sekolah dengan mengenalkan program relawan mengajar.

"Kita melihat mungkin ada sekitar 4 jutaan anak putus sekolah yang ada di Indonesia, itu menjadi konsen pemerintah. Salah satu terobosan yang kami tawarkan adalah dengan melalui mengintensifkan pembelajaran di luar kelas karena kita memahami yang penting bukan schooling, tapi learning-nya," kata Fajar, baru-baru ini.

"Jadi proses kayak di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di masyarakat, itu bisa menolong untuk mengurangi angka putus sekolah. Karena kami sekarang menerjemahkan bahwa belajar itu tidak harus di sekolah, maka yang kita terapkan adalah learning-nya bukan schooling-nya. Maka, pendidikan-pendidikan nonformal itu akan menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi angka putus sekolah termasuk juga nanti kami di kementerian akan mengenalkan namanya program relawan mengajar," sambung Fajar.

Fajar menjelaskan, relawan mengajar tersebut datang dari masyarakat yang punya komitmen terhadap pendidikan dan bisa memberikan layanan pendidikan ketika ada keterbatasan SDM dari pemerintah.

"Misalnya di daerah-daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan, terluar) di daerah-daerah yang marginal di mana akses pendidikan susah, terbatas, maka kita akan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di situ. Bisa di musala, bisa di masjid, bisa di gereja, misalnya kalau di Indonesia Timur kan. Jadi, kita akan mengintensifkan pembelajaran di luar sekolah," kata Fajar.

"Diutamakan warga lokal. Memang ada problem keterbatasan soal kompetensi yang nggak bisa disamakan yang di Jawa, tapi itu bisa kita atasi. Kita akan bekali mereka dengan kemampuan pedagogik. Yang penting anak-anak di sana, daerah 3T dapat mengenyam pembelajaran yang baik, standar minimal. Nah salah satu caranya kita akan mengefektifkan tadi tokoh-tokoh masyarakat, aktivis-aktivis masyarakat," ujar dia. (*)

Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 20 Maret 2025, dengan judul "75.219 Siswa Putus Sekolah di Lampung"