• Jumat, 21 Februari 2025

Penyelundupan 1,6 Juta Ekor Benur Udang Windu Ilegal Digagalkan di Pelabuhan Bakauheni

Senin, 17 Februari 2025 - 14.51 WIB
63

Petugas BKHIT Lampung saat memeriksa benur udang tanpa dilengkapi dokumen, Minggu (16/2/2025). Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Selatan - Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan (BKHIT) Lampung gagalkan penyeludupan 1.650.000 ekor benur udang windu ilegal, di pintu keluar Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, Minggu (16/2/2025), sekitar pukul 22.15 WIB.

Kepala Karantina Lampung, Donni Muksydayan menjelaskan, mulanya pihaknya mendapat laporan dari petugas Karantina Banten terkait 2 mobil pikup mengangkut benur udang.

"Kendaraan pengangkut benur udang tersebut nekat melintas ke Pulau Sumatera, meski komoditas telah ditolak karena tidak dilengkapi dokumen persyaratan," ujar Donni Muksydayan, melalui keterangan tertulis, Senin (17/2/2025).

Mendengar laporan itu, petugas bergegas melakukan pemeriksaan di pintu keluar Pelabuhan Bakauheni dan mendapati 2 mobil pengangkut benur udang windu ilegal.

"Mobil tersebut ditahan setelah nekat melintas meskipun telah dilarang untuk menyebrang," sambung Donni Muksydayan.

Saat diminta keterangan oleh petugas, sang suopir mengaku benur udang windu tersebut diangkut dari Serang, Banten, akan dibawa ke Rawa Jitu, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.

"Hasil pemeriksaan lebih lanjut, petugas menemukan benur udang yang diangkut masing-masing sebanyak 990.000 ekor dan 660.000 ekor dengan total keseluruhan 1.650.000 ekor," urai Donni Muksydayan.

Menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan, benur udang yang akan dikirim ke luar wilayah diwajibkan dilengkapi dengan dokumen karantina dan hasil uji laboratorium untuk memastikan bebas dari penyakit.

"Kami tidak akan memberikan toleransi kepada pihak manapun yang mencoba mengabaikan aturan, dan membawa komoditas perikanan tanpa kelengkapan dokumen yang sah," tegas Donni Muksydayan.

Meski sempat dilakukan penahanan, ribuan benur udang tersebut akhirnya dikembalikan ke daerah asal atau dilakukan penolakan. (*)