Balai Pelatihan Pertanian Lampung Dorong Skema Contract Farming Atasi Konflik Harga Singkong
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ratusan petani singkong yang tergabung
dalam tujuh Persatuan Petani Usaha Kebun Indonesia (PPUKI) menggelar aksi
demonstrasi di halaman Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Senin (13/1/2025).
Para petani menuntut pemerintah daerah untuk segera menaikkan harga
singkong yang hingga kini bertahan di angka Rp900 per kilogram.
Para demonstran mendesak agar harga singkong dinaikkan sesuai dengan
kesepakatan yang sebelumnya disampaikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Lampung.
Sebelumnya, Pj Gubernur telah menjanjikan harga Rp1.400 per kilogram dengan
rafraksi sebesar 15%. Namun hingga saat ini, janji tersebut belum
direalisasikan, sehingga menimbulkan kekecewaan di kalangan petani.
Menanggapi persoalan ini, Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung,
Ahmad Suryanto, menyampaikan pendapatnya bahwa konflik harga singkong antara
petani dan pabrikan akan terus terjadi jika tidak ada kemitraan yang setara
antara kedua belah pihak.
"Selama ini petani dan pengusaha berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada
titik temu yang jelas. Jika ingin harga yang stabil dan menguntungkan kedua
belah pihak, harus ada kemitraan yang setara," ujarnya.
Ahmad menjelaskan bahwa salah satu penyebab rendahnya harga singkong adalah
mutu hasil panen yang belum sesuai dengan standar pabrikan. Banyak petani yang
memanen singkong muda, sekitar usia 5 bulan, yang memiliki kadar pati rendah.
Hal ini membuat pabrikan enggan membeli dengan harga tinggi.
"Petani biasa panen muda 5 bulan sudah panen, patinya rendah. Bagaimana
pabrik bisa beli mahal," Ungkapnya.
Namun, ia juga menyoroti adanya oknum yang memperlakukan hasil panen
berkualitas baik dengan harga yang sama dengan singkong berkualitas rendah,
sehingga merugikan petani yang telah berusaha menghasilkan singkong
berkualitas.
Sebagai solusi atas polemik harga singkong yang terus terjadi, Ahmad
Suryanto mengusulkan penerapan skema contract farming atau sistem kontrak
antara petani dan pabrikan yang dapat mengatur standar kualitas dan harga
secara adil.
"Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah contract farming.
Melalui sistem ini, pengusaha melakukan kontrak langsung dengan kelompok tani
dengan kesepakatan standar mutu singkong tertentu dan harga yang layak. Dengan
demikian, ada kepastian bagi kedua belah pihak," jelasnya.
Ia menguraikan beberapa langkah yang perlu diambil untuk menerapkan
contract farming secara efektif yaitu pertama pemerintah perlu membentuk satuan
tugas (Satgas) khusus untuk menyelesaikan konflik harga singkong dengan pendekatan
yang adil.
Selanjutnya, skema fair antara Petani dan Pengusaha yang menjembatani
kepentingan kedua belah pihak, di mana pabrikan mendapat singkong berkualitas
tinggi, sementara petani mendapat harga yang sesuai dengan usaha dan kualitas
produksi mereka.
Kemudian, kontrak langsung dimana pengusaha dapat menjalin kontrak
pembelian langsung dengan kelompok tani yang telah disepakati dengan standar
mutu dan harga yang jelas.
"Serta pemerintah berperan aktif dalam memfasilitasi dan mengawasi
pelaksanaan contract farming agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang
merugikan salah satu pihak," jelasnya.
Ahmad berharap dengan adanya sistem contract farming ini, konflik antara
petani dan pengusaha dapat diminimalisir, sehingga harga singkong di Lampung
dapat stabil dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. (*)
Berita Lainnya
-
Massa Aksi Kenaikan Harga Singkong Membubarkan Diri, Ini Hasilnya
Senin, 13 Januari 2025 -
Polemik Harga Singkong, Akademisi Unila Beri Solusi Pemberian Subsidi Pupuk bagi Petani
Senin, 13 Januari 2025 -
16 Ribu Warga Belum Rekam Data, Disdukcapil Bandar Lampung Buka Layanan Perekaman e-KTP di Kecamatan
Senin, 13 Januari 2025 -
Petani Singkong Desak Pemprov Beri Sanksi Tegas Perusahaan Tidak Terapkan Harga Sesuai Kesepakatan
Senin, 13 Januari 2025