• Senin, 13 Januari 2025

Balai Pelatihan Pertanian Lampung Dorong Skema Contract Farming Atasi Konflik Harga Singkong

Senin, 13 Januari 2025 - 13.11 WIB
40

Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung, Ahmad Suryanto. Foto: Ist

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ratusan petani singkong yang tergabung dalam tujuh Persatuan Petani Usaha Kebun Indonesia (PPUKI) menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Senin (13/1/2025).

Para petani menuntut pemerintah daerah untuk segera menaikkan harga singkong yang hingga kini bertahan di angka Rp900 per kilogram. 

Para demonstran mendesak agar harga singkong dinaikkan sesuai dengan kesepakatan yang sebelumnya disampaikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Lampung. Sebelumnya, Pj Gubernur telah menjanjikan harga Rp1.400 per kilogram dengan rafraksi sebesar 15%. Namun hingga saat ini, janji tersebut belum direalisasikan, sehingga menimbulkan kekecewaan di kalangan petani. 

Menanggapi persoalan ini, Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Lampung, Ahmad Suryanto, menyampaikan pendapatnya bahwa konflik harga singkong antara petani dan pabrikan akan terus terjadi jika tidak ada kemitraan yang setara antara kedua belah pihak. 

"Selama ini petani dan pengusaha berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada titik temu yang jelas. Jika ingin harga yang stabil dan menguntungkan kedua belah pihak, harus ada kemitraan yang setara," ujarnya. 

Ahmad menjelaskan bahwa salah satu penyebab rendahnya harga singkong adalah mutu hasil panen yang belum sesuai dengan standar pabrikan. Banyak petani yang memanen singkong muda, sekitar usia 5 bulan, yang memiliki kadar pati rendah. Hal ini membuat pabrikan enggan membeli dengan harga tinggi. 

"Petani biasa panen muda 5 bulan sudah panen, patinya rendah. Bagaimana pabrik bisa beli mahal," Ungkapnya.

Namun, ia juga menyoroti adanya oknum yang memperlakukan hasil panen berkualitas baik dengan harga yang sama dengan singkong berkualitas rendah, sehingga merugikan petani yang telah berusaha menghasilkan singkong berkualitas. 

Sebagai solusi atas polemik harga singkong yang terus terjadi, Ahmad Suryanto mengusulkan penerapan skema contract farming atau sistem kontrak antara petani dan pabrikan yang dapat mengatur standar kualitas dan harga secara adil.  

"Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah contract farming. Melalui sistem ini, pengusaha melakukan kontrak langsung dengan kelompok tani dengan kesepakatan standar mutu singkong tertentu dan harga yang layak. Dengan demikian, ada kepastian bagi kedua belah pihak," jelasnya. 

Ia menguraikan beberapa langkah yang perlu diambil untuk menerapkan contract farming secara efektif yaitu pertama pemerintah perlu membentuk satuan tugas (Satgas) khusus untuk menyelesaikan konflik harga singkong dengan pendekatan yang adil. 

Selanjutnya, skema fair antara Petani dan Pengusaha yang menjembatani kepentingan kedua belah pihak, di mana pabrikan mendapat singkong berkualitas tinggi, sementara petani mendapat harga yang sesuai dengan usaha dan kualitas produksi mereka. 

Kemudian, kontrak langsung dimana pengusaha dapat menjalin kontrak pembelian langsung dengan kelompok tani yang telah disepakati dengan standar mutu dan harga yang jelas. 

"Serta pemerintah berperan aktif dalam memfasilitasi dan mengawasi pelaksanaan contract farming agar tidak terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang merugikan salah satu pihak," jelasnya.

Ahmad berharap dengan adanya sistem contract farming ini, konflik antara petani dan pengusaha dapat diminimalisir, sehingga harga singkong di Lampung dapat stabil dan menguntungkan semua pihak yang terlibat. (*)