Lawan Pembangkangan Terhadap Konstitusi, oleh Donald Harris Sihotang

Donald Harris Sihotang, Wartawan dan praktisi Pers. Foto: Dok/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Indonesia menghadapi ancaman serius terhadap fondasi demokrasi yang telah kita perjuangkan dengan susah payah. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang seharusnya memperkuat tatanan demokrasi dan menjamin partisipasi politik yang lebih luas, terancam diubah oleh DPR RI.
Langkah ini bukan hanya merupakan pembangkangan terhadap konstitusi dan demokrasi, tetapi juga preseden buruk yang mengancam masa depan hukum dan keadilan di Indonesia.
MK, sebagai lembaga pengawal konstitusi, memiliki tugas untuk menjaga agar hukum berjalan sesuai dengan amanah UUD 1945. Keputusan yang diambil oleh MK bersifat final dan mengikat. Semua pihak, termasuk pemerintah, legislatif, dan rakyat, wajib mematuhinya.
Namun, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) tengah berupaya mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh MK, khususnya terkait syarat pencalonan kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2024.
Perubahan yang diusulkan ini sangat berbahaya karena mengancam hak politik rakyat untuk memiliki pilihan yang lebih luas. Demokrasi yang sehat harus memungkinkan adanya banyak pilihan bagi rakyat dalam memilih pemimpin mereka.
Jika perubahan ini disetujui, akan terjadi perampasan hak demokratis rakyat untuk memilih pemimpin yang benar-benar mewakili aspirasi mereka.
Hari ini, Kamis 22 Agustus 2024, DPR mengagendakan sidang paripurna untuk membahas perubahan kontroversial ini. Di sisi lain, muncul wacana Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengakomodasi usulan tersebut. Kegentingan apa yang memaksa sehingga perlu menerbitkan Perpu. Ini hanya upaya politik segelintir elit untuk mempertahankan kekuasaan.
Putusan MK No. 60 telah membuka jalan bagi demokrasi yang lebih luas, memungkinkan adanya lebih dari satu pasangan calon dalam Pilkada Serentak 2024. Ini penting untuk mencegah dominasi calon tunggal, yang akan mengubah demokrasi kita menjadi sekadar formalitas belaka. Rakyat seharusnya tidak dipaksa memilih antara calon tunggal dan kotak kosong—itu bukan demokrasi, melainkan tirani terselubung.
Demokrasi sejati adalah tentang memberikan rakyat pilihan nyata. Adanya lebih dari satu pasangan calon kepala daerah akan menciptakan persaingan sehat yang memungkinkan rakyat memilih pemimpin terbaik.
Upaya DPR untuk mengubah putusan MK No. 60 adalah bentuk pengkhianatan terhadap semangat demokrasi itu sendiri. Ini adalah upaya terselubung untuk memonopoli kekuasaan dan mempersempit ruang partisipasi politik rakyat.
Rakyat Indonesia harus mewaspadai upaya kesewenang-wenangan ini. Jika DPR terus mendorong perubahan yang melanggar konstitusi, maka demokrasi kita akan berada dalam bahaya besar.
Buruh, mahasiswa, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat harus bersatu melawan upaya ini. Kita tidak bisa membiarkan konstitusi dipermainkan demi kepentingan politik sesaat. Jika konstitusi dilanggar dengan begitu mudah, maka seluruh tatanan hukum yang kita bangun dengan susah payah akan runtuh.
Putusan MK No. 60 telah memberikan ruang bagi demokrasi yang lebih inklusif dengan memungkinkan partai non-parlemen mencalonkan kepala daerah. Keputusan ini memperkuat demokrasi dengan menciptakan kompetisi politik yang lebih adil.
Jika hanya ada satu pasangan calon dalam Pilkada, maka rakyat akan kehilangan hak untuk memilih secara adil. Demokrasi semacam itu hanyalah ilusi kebebasan.
Pilkada Serentak 2024 harus menjadi ajang di mana rakyat memiliki pilihan nyata, bukan sekadar formalitas. Jika DPR terus memaksakan perubahan yang hanya menguntungkan partai besar, maka rakyat akan kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang benar-benar mewakili aspirasi mereka. Ini adalah pengkhianatan besar terhadap rakyat dan konstitusi.
Seluruh elemen masyarakat—buruh, mahasiswa, akademisi—harus bersatu menyuarakan penolakan terhadap perubahan yang diusulkan DPR. Demokrasi adalah milik kita semua, bukan milik segelintir elit politik. Jika kita memilih untuk diam, maka kita sedang memberi ruang bagi mereka yang hanya peduli pada kekuasaan untuk menguasai seluruh tatanan politik negeri ini.
Perpu hanya boleh diterbitkan dalam keadaan darurat, bukan sebagai manuver politik. Jika Perpu diterbitkan, rakyat harus dengan tegas menolaknya untuk menjaga konstitusi dan masa depan demokrasi kita.
Perjuangan mempertahankan putusan MK No. 60 bukan hanya soal teknis hukum, melainkan soal masa depan demokrasi Indonesia. Upaya DPR untuk mengubah keputusan ini adalah ancaman nyata terhadap demokrasi.
Jika ini dibiarkan, maka kita sedang membuka jalan bagi kesewenang-wenangan yang akan menghancurkan kepercayaan rakyat pada sistem politik kita. Seluruh elemen masyarakat harus bersatu melawan upaya ini.
Demokrasi yang sehat membutuhkan kompetisi. Pilkada Serentak 2024 harus menjadi ajang yang terbuka bagi persaingan politik yang adil, bukan hanya formalitas bagi calon tunggal. Inilah saatnya bagi kita semua untuk bersuara lantang menentang kesewenang-wenangan.
Demokrasi adalah milik rakyat, dan kita tidak boleh membiarkan segelintir elit memonopoli kekuasaan. Ketika DPR mencoba mengubah aturan demi kepentingan politik mereka, kita sebagai rakyat harus melawan.
Perjuangan ini bukan hanya tentang Pilkada 2024, melainkan tentang masa depan demokrasi kita. Seluruh rakyat harus bersatu menolak kesewenang-wenangan ini. Kita harus memastikan bahwa demokrasi yang kita bangun tetap menjadi milik rakyat, bukan hanya milik mereka yang ingin mempertahankan kekuasaannya.
Kita pertahankan demokrasi ini, bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Jika kita gagal bertindak sekarang, masa depan demokrasi Indonesia akan terancam oleh tangan-tangan yang hanya peduli pada kekuasaan, bukan pada kepentingan rakyat. (*)
Berita Lainnya
-
Pemprov Lampung Libatkan Guru BK dalam Pencegahan LGBT di Sekolah
Jumat, 11 Juli 2025 -
Dukung Pemkot Bandar Lampung Dirikan Yayasan Siger Prakarsa Bunda, Andika Wibawa Ingatkan Soal Legalitas
Jumat, 11 Juli 2025 -
Bekas Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Kini Terbengkalai
Jumat, 11 Juli 2025 -
Sertifikat Lahan Warga Terdampak JTTS Tak Kunjung Selesai, Condrowati Soroti Kinerja BPN Lampung
Jumat, 11 Juli 2025