• Minggu, 29 September 2024

Cerita Porter Satwa di Hutan TNBBS Lampung Barat Menjaga Kelestarian Primata

Senin, 29 Juli 2024 - 12.00 WIB
135

Sejumlah porter satwa di hutan TNBBS sedang istirahat saat menuju puncak buki. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Tiga jenis satwa primata dilepasliarkan kembali di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Ketiga jenis satwa tersebut adalah Kukang Sumatera (Nycticebus coucang), Beruk (Macaca nemestrina), dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).

Dalam proses penyelamatan satwa liar yang didapat dari hasil tangkapan, peran masyarakat setempat sangat penting. Untuk menghantarkan primata ke habitat aslinya, diperlukan tenaga ekstra agar bisa mencapai puncak bukit di wilayah seksi PTN Krui.

Salah satu yang terlibat adalah Awen, pria berusia di atas 50 tahun. Pada Sabtu (29/7/2024), ia turut menjadi porter satwa dengan mengenakan sepatu boots dan menggendong sebuah kotak aluminium berisi satu ekor Beruk (Macaca nemestrina) seberat sekitar 20 kilogram.

Langkah demi langkah, Awen menapaki tanjakan terjal dan melewati anak sungai dalam hutan dengan tenang, meskipun tertinggal jauh dari rekan yang lebih muda. "Pelan-pelan saja, yang penting bisa sampai puncak. Usia sudah di atas 50 tahun, kalau ikut jalan cepat malah tidak sampai atas, napas sudah tidak mendukung," kata Awen dengan napas berat.

Meskipun sudah terbiasa berada di hutan, rasa takut bertemu binatang buas tetap ada. "Rasa takut pasti ada, namanya di hutan, terutama kalau ketemu binatang buas seperti harimau, ular, dan sejenisnya," ujarnya.

Suara siamang dan berbagai unggas sesekali menggema memecah kesunyian hutan. Awen terus melangkah melawan tanjakan terjal. Belum sampai separuh jalan, pria dengan rambut mulai memutih itu berhenti dan bersandar di sebuah pohon besar. Setelah melepas kotak yang digendong, ia mengambil sebotol minuman mineral dari saku belakang. Seteguk air sangat menyejukkan tenggorokannya setelah menempuh perjalanan menanjak sejauh 1.200 meter.

"Istirahat dulu, masih separuh lebih, atur napas dulu, sambil meluruskan kaki, jangan dipaksakan nanti malah tidak sampai atas," kata Awen sambil mengusap keringat di wajahnya dengan ujung bajunya.

Hanya untuk mendapatkan upah 150 ribu, pria sepuh itu harus berjibaku mendaki bukit terjal dengan menggendong kotak berisi seekor beruk. Di sisi lain, mereka juga termasuk pejuang lingkungan penyelamat satwa primata.

Ketua Program Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Karmele Llano Sanchez, mengatakan binatang primata yang dibawa dari rehabilitasi YIARI di Bogor merupakan hasil kejahatan perdagangan satwa liar. "Satwa yang kami lepasliarkan kembali yakni 20 monyet ekor panjang, 4 beruk, dan 4 Kukang Sumatera," kata Karmele.

Sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya, satwa-satwa tersebut direhabilitasi terlebih dahulu di lokasi rehab yang dimiliki YIARI di Bogor. Setelah dinyatakan sehat dan memiliki naluri liar kembali, baru dilepaskan ke dalam hutan. Saat pelepasan, satwa tersebut tidak langsung dilepasliarkan, melainkan dikandangkan terlebih dahulu dalam kandang jaring berukuran kira-kira 3x2 meter untuk proses pengenalan wilayah.

"Saat berada dalam kandang kecil di dalam hutan, satwa-satwa itu kami beri makan dan selalu kami amati hingga lima hari, setelah itu baru kami lepaskan," kata Karmele.

Karmele memastikan bahwa Kukang Sumatera bisa sampai ke wilayah Jawa karena dibawa manusia dan diperjualbelikan. Tiga jenis primata tersebut sangat marak diperdagangkan secara ilegal sehingga YIARI, sebuah NGO yang peduli pada kelestarian primata, berperan aktif dalam upaya pelestarian.

Karmele meminta pihak terkait seperti petugas kehutanan benar-benar menjaga satwa primata seperti monyet ekor panjang dan beruk. Meskipun tidak dilindungi undang-undang, keberlangsungan hidup dua primata tersebut sangat berguna bagi alam. "Manfaat dari keberadaan dua primata tersebut adalah sebagai rantai makanan dari predator dalam hutan dan sebagai petani alami yang menyebarkan biji-bijian sehingga tumbuh di dalam hutan," jelas Karmele. (*)